Nabila bercerita tentang asal muasalnya dia terkena santet ini.
Beberapa hari yang lalu, ceritanya Nabila baru saja ditembak oleh seniornya di kampus yang terkenal playboy.
Waktu itu dia sedang makan di kantin bersama teman-temannya.
Datanglah sang senior dengan gaya don juannya, bersama beberapa temannya lalu nembak Nabila.
Dengan gaya sok romantis dengan sebuket bunga dan dukungan teman-temannya, cowo itu nembak Nabila.
Penuh keyakinan bahwa dia akan diterima cintanya oleh Nabila.
Apalagi dia emang terkenal ganteng dan tajir melintir…
Tapi apa mau dikata, ternyata Nabila dengan tegas menolak cowo itu.
Dan ternyata, si cowo ga terima ditolak oleh Nabila di depan umum. Harga dirinya sebagai playboy seolah runtuh.
Dengan wajah merah menahan marah, cowo itu mengancam Nabila.
Dia mengatakan bahwa Nabila akan menerima akibatnya karena sudah berani menolaknya.
Dan itulah sebabnya Nabila terkena penyakit kiriman.
“Oh….begitu ternyata ya? Ya sudah lah…yang penting sekarang jangan menyimpan dendam. Dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan!”
” Iya mas Aji, aku akan mencoba tidak mendendamnya.” kata Nabila.
“Bagus deh… Oke, aku mau istirahat dulu di kamar mbak Dinda ya?”
“Silahkan Mas.. Sekali lagi terima kasih!”
Aku dan mbak Dinda keluar dari kamar Nabila. Teman-teman kost Nabila masih berkerumun di luar kamar Nabila.
Melihat kami keluar, mereka segera menghampiri kami dan menanyakan keadaan Nabila.
Saat tahu bahwa Nabila sudah membaik, mereka segera masuk ke kamar Nabila. Mbak Dinda mengajakku ke kamarnya dan membuatkanku segelas kopi.
Aku duduk di teras kamar dan menyulut sebatang rokok.
Mbak Dinda duduk.di kursi sampingku.
“Jadi mbak Dinda juga punya kemampuan istimewa sepertiku?”
“Aku cuman bisa merasakan saja kok Ji. Ga bisa lihat bentuk makhluknya?”
“Wah…enak dong… Cuman ngerasa doang, ga lihat makhluk serem!”
“Ho’oh… Kalau bisa lihat yang serem…ihh..takut lah aku!”
Kami masih ngobrol beberapa saat sambil aku menhabiskan kopiku.
Setelahnya aku pamit dan segera pulang ke kost.
Dalam perjalanan pulang, aku sempat diserang secara ghaib.
Untung Saloka sigap dan mampu mengatasi serangan-serangan itu.
“Huh…pasti dukun pengirim santet itu yang menyerang?” ujar saloka.
“Jangan suudzon ah…!”
“Ga suudzon…aku yakin dia yang nyerang Aden. Kan Aden barusan menggagalkan serangannya pada Nabila!”
“Trus baiknya kita berhenti dulu atau bagaimana ni?”
“Jalan terus saja Den… Serangan enteng gini, biar aku yang ngadepin. Ilmu baru segini aja dah berani nyelakain orang!”
Aku melanjutkan perjalanan, hingga sampai ke kostan. Serangan itu maslh saja berlanjut.
“Gimana Saloka? Ga ada kapoknya ni orang nyerang mulu!”
“Biarin aja… Ntar juga capek sendiri dia.”
“Ya sudahlah… Asal kamu ga capek ngadepinnya?”
“Enggak Den.. Sekallan olah raga, udah lama ga bertempur badan kaku semua nih…!”
Ada-ada saja, menghalau serangan ilmu hitam kok dibilang olah raga. Dasar Saloka… Kadang masih kekanakan juga sifatnya.
Lewat maghrib, serangan itu sudah berhenti. Saloka tampak sedikit berkeringat dan pipinya memerah.
“Capek?”
“Sedikit..hehe. Tapi si dukun pasti dah ga kuat ngangkat kepala. Kehabisan tenaga dia…hahaha!”
“Kamu istirahat dulu deh…siapa tahu nanti ada serangan susulan!”
“Ga bakal lah… Dia udah kehabisan tenaga. Butuh waktu lama buat memulihkan tenaganya itu. Biar tahu rasa!”
“Udah…jangan marah mulu, entar ilang cantiknya lho!”
“Hehe…masa cantik bisa ilang?”
“Bisa aja… Tuh nenek-nenek, cantiknya dah ilang..!”
“Itu sih karena emang udah tua…!”
“Kamu kan juga udah tua…!”
“Enak aja…aku baru 19 tahun Den!”
“Iya..iya.. Kamu masih muda . Dah sana istirahat dulu!”
“Siap den…!”
Bemar apa yang dikatakan Saloka, sampai malam hingga pagi, ga ada serangan susulan. Syukurlah, paling tidak, dia tidak dapat menyerang Nabila lagi untuk sementara waktu.
Tapi…kok jadi laper ya? Aku masuk kamar mengambil dompet dan kunci motor. Meluncur ke angkringan…
Lagi pengen makan nasi kucing nih.
Tentunya sambil minum susu jahe… Cocok buat menghangatkan badan.
Saat sedang asik makan…
PLAK…seseorang menepuk pundakku.
“Dih, makan ga ajak-ajak!”
Aku menoleh ke arah suara itu.
“Ah..elo Fir. Mau makan?”
“Iya Ji.. Tiba-tiba laper, trus nyari angkringan!” sahut Firda.
“Emang ga masak di rumah?”
“Lagi pengen makan di angkringan aja!” katanya sambil duduk.di dekatku.
“Sendirian lo kemari? Beranl amat!”
“Lah..gue kan asli sini. Ngapain takut?”
“Iya ya…hahaha. Ga inget kalo lo asli sini deh!”
“Yang lo inget cuman Sinta ma Zizah doang sih?”
“Siapa bilang… Gue malah lagi ga inget sama mereka tuh?”
“Halah…ga percaya. Tapi ngomong-ngomong, lo milih mana nih di antara keduanya?”
“Lo ke sini mau makan apa interogasi gue? Makan gih… Ngobrol mulu!’
” Hehe…iya iya..!” katanya, lalu dia mengambil dua bungkus nasi kucing dan dijadikan 1. Lalu ngambil sate.usus .
“Bang…jahe satu ya?” pintanya pada pemilik warung.
“Siap mbak, tunggu sebentar!”
Kami makan dalam.diam…menikmati makanan yang tersedia.
Nasi kucing itu sebenarnya murah, tapi begitu kita nongkrong dl slni, maka ga terasa habis banyak.juga bayarnya.
Bener, nasi kucing paling 3 bungkus, tapi nambahnya…yang sate telur lah, sate usus, gorengan, ceker ayam, dll.
Nah lo…jadi mahal.kan?
Selesai makan Firda ngajak ngobrol.lagi. Kembali soal Sinta dan Azizah. Kenapa sih ni anak? Kayak ga punya topik lain buat diomongin.
Aku selalu mengalihkan topik pembicaraan. Tapi digiring lagi ke topik semula.
Pantesnya jadi Pengacara dia..pinter menggiring topik pembicaraan.
“Dah malem nih Fir.. Lo mau pulang kagak? Entar dicariin ma ortu lho!”
“Takut nih pulang sendiri, ini dah terlalu malam!”
“Lah…katanya asli sini, kok takut pulang malam?”
“Udah terlalu larut, jalan juga dah agak sepi, jadi serem!”
“Ya udah..ayo gue anterin pulang!”
“Nah gitu donk. Jadi cowo tuh yang peka..!’.
Bilang aja pengin dianterin pulang…banyak alasan ..
Akhirnya aku antar juga si Firda sampai deket rumahnya, lalu aku pamit pulang.
Sampai kost, bersih-bersih…langsung tepar…
Selamat tidur….