Aku semakin terhanyut dan terhanyut… Logka sudah tak terpakai.. Lepas kontrol, lepas kendali…
“Nak..sadarlah. Ini tidak benar… Sadarlah…!” suara lembut Nyi Among, yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri mengagetkanku.
Membawaku kembali ke alam sadarku.
Aku tersentak dan reflek, menjauh dari Teh Desi.
Teh Desi dengan wajah memerah dan nafas memburu memandangku.
“Kenapa Ji…?” tanyanya di tengah deru nafasnya.
“Ini ga bener Teh… Ini salah…!”
Teh Desi menunduk… Mungkin malu atau merasa bersalah? Entahlah…
“Maafkan aku Teh… Aku dah khilaf dan terbawa suasana!”
“Tak ada yang perlu dimaafkan Ji. Dalam hal ini aku juga salah… Aku ikut terhanyut. Kalo mau mencari yang salah, kita berdua yang salah!”
“Tapi tak seharusnya aku melakukan ini pada Teh Desi!”
“Yang sudah terjadi…biarlah. Ga bakal bisa diperbaiki. Kita sama-sama salah..dan sama sama hanyut…!”
“Lalu bagaimana ini? Apa yang mesti aku lakukan Teh?”
“Yah…lupakan apa yang terjadi. Toh, tak ada yang rugi. Untungmya kamu sadar sebelum terlambat. Aku masih selamat!”
“Tapi aku sungguh merasa bersalah pada Teh Desi!”
“Sudahlah….kita lupakan saja. Sekarang kembalilah ke kamarmu. Aku butuh sendiri!”
“Baik Teh… Maaf..!” kataku sambil beranjak keluar dari kamar Teh Desi. Kembali ke kamarku.
Di kamar, sudah ada Zulaikha yang ketawa-ketawa ga jelas.
“Malah ketawa kamu. Bukannya ngingetin!”
‘Hihi…ternyata kamu bisa khilaf juga ya? Aku kira kamu cowo yang tahan godaan!”
“Yah…namanya juga manusia. Ga luput dari khilaf. Apalagi aku cuma orang biasa!” kataku sambil menghempaskan diri di kasurku.
“Tapi asyik khan…hihi?”
“Asyik apa… Aku merasa berdosa banget tahu?”
“Udah.. Ga usah dipikirin. Lagian juga dah lewat… Buat apa dipikir terus?”
“Bukan gitu…aku ga enak lah sama Teh Desi. Dia udah baik banget sama aku, tapi aku malah membalasnya dengan perbuatan kurang ajar!”
“Tapi dia ga nolak khan?”
“Iya sih.. Mungkin dia khilaf juga!”
“Itu tandanya dia nyaman sama kamu dan suka sama kamu!” kata zulaikha.
“Ah…sok tahu kamu…!”
“Dih…dibilangin ga percaya…!”
“Huft…aku mesti gimana ya? Gimana kalo ketemu teh Desi besok? Arrgghhhh….ruwet ruwet…!” kataku sambil mengacak rambutku.
Zulaikha cuma diam melihat kelakuanku. Lagian, tahu apa dia tentang hubungan antar manusia?
“Wah…ngeremehin. Dikira aku ga tahu tentang hubungan antar manusia ya? Udah…jadiin teh Desi pacar. Gitu aja kok repot!”
Duhhh…kebaca pikiranku.
“Enak aja… Aku dah berniat ga pacaran dulu. Fokus kuliah. Lagian, belum tentu Teh Desi mau jadi pacarku.”
“Katanya fokus kuliah kok malah grepe grepe anak orang, trus lari gitu aja ga mau tanggung jawab!”
Waduh…skak mat… Ga bisa ngomong lagi deh….
“Masalah teh Desi mau ato nggak jadi pacarmu, kalo kamu ga nembak…gimana mau tahu perasaannya?” sambung Zulaikha lagi.
Wah…dewasa juga pemikiran jin cewe satu ini.
“Baru tahu dia….!” katanya sambil bergaya sok.
“Huh…ge er…. !”
“Biarin….!”
Bener juga apa yang dikatakan oleh Zulaikha. Secara logika, aku mengakuinya.
Tapi kembali lagi… Aku punya prinsip untuk tidak pacaran dulu, dan fokus kuliah.
Supaya aku dapat membuat bangga bapak yang sudah berjuang membiayai kuliahku.
Di sisi lain, aku punya tanggung jawab moral terhadap Teh Desi…karena sudah melakukan hal yang keterlaluan padanya.
Lalu, apakah prinsipku yang harus dikorbankan atau bagaimana.
Sungguh…ini lebih pusing dari mata kuliah Ilmu Ukur Analit…
Yang buatku sudah sangat sulit.
Semalaman berpukur, ga ketemu juga solusinya. Sungguh…mending perang lawan makhluk astral..ga perlu pusing-pusing mikir. Asal bak buk bak buk…
Ga terasa aku tertidur saking bingungnya.
Bangun-bangun jam 6 pagi. Busyet, dah telat niu subuhnya. Kok ga ada yang bangunin sih? Aku segera ke kamar mandi dan ambil wudhu… Yang penting sholat, biar telat…daripada enggak.
Usai sholat, aku ngintip keluar kamar. Tampak teh Desi sudah bersiap berangkat kuliah.
Sejenak dia memandang kamarku, lalu menstater motornya dan pergi.
Aman… Ga perlu bingung .mesti berbuat apa kalo ketemu.
Aku segera mandi dan bersiap ke kampus.
Ada kuliah jam 07.30.. Lumayan..masih sempat sarapan di kantin nanti.
Sampai di kampus, masih jam 7. Aku langsung menuju kantin.
Kantin belum terlalu ramai…
Zulaikha ikut di belakangku sambil tengok kanan kiri.. Tampangnya diserem-seremin… Mungkin biar kayak bodyguard gitu….
“Udah…wajahnya ga usah diserem-seremin gitu. Tetep aja ga serem!” kataku dalam batin.
“Mau aku liatin muka serem?” katanya.
“Males… Enakan lihat kamu yang gini!”
“Ya udah… Jangan komentar kalo aku serem-seremin wajahku!”
“Masalahnya, kamu dalam wajah ini ga ada serem-seremnya..!”
Zulaikha diem aja.
Aku segera memesan bubur ayam buat sarapan. Tanpa kedelai goreng…
Saat aku berbalik dan mau menuju tempat duduk, aku terkejut melihat sesosok makhluk dengan wajah yang rusak dan mengalir darah terus menerus.
Untung aja buburku ga tumpah…
Aku melewati makhluk itu dan ngedumel..
“Ngagetin aja… Pagi2 wajah jelek gitu kok dipamerin!”
“Hihi…kok ga takut sih. Kan udah serem itu!” kata Zulaikha.
“Heh..jadi tadi itu kamu ya?”
“Hihi…iya… Kok ga takut sih?”
“Udah sering lihat yang kayak gitu.. Cuman kaget aja!”
“Wah..percumah dong, aku takutin kamu…!”
“Ya iya lah … Orang tiap hari juga lihat yang gituan. Udah kebal, ga takut lagi!”
Aku mulai menyendok buburku. Hmm..nikmat memang, pagi-pagi makan bubur ayam.
Sementara dah ga inget lagi sama kejadian semalam dengan Teh Desi.
Kuliah selesai pukul 11.30. Saatnya pulang… Bingung nih…pulang atau makan siang dulu di kantin?
Berpukir sejenak, aku memutuskan untuk makan di warung depan kampus, baru pulang. Pikirku, kantin pasti rame banget jam segini.
Setelah makan, cabut ke kost…
Rencananya, mandi, sholat, tidur…
Toh dah ga ada kuliah lagi hari ini.
Sampai di kost, aku melihat Teh Desi sedang menjemur pakaiannya.
Ah…ini dia.. Aku mesti gimana ya?
“Jemur baju Teh?”
“Iya nih.. Baru pulang Ji?”
“Iya teh… !” kataku sambil menaruh motor di dekat teras.
“Teh..sekali lagi aku minta maaf tentang yang semalem ya?”
Mendengar perkataanku, wajah teh Desi memerah. Bikin gemes deh liatnya….
“Iya Ji, ga papa kok! Udah lupain aja ya? Anggep aja ga ada apa-apa!”
“Iya teh… Aku masuk dulu ya Teh.. Mau sholat dulu!”
“Iya Ji….!”
Akupun segera masuk ke kamarku dan ganti baju.
Wudhu, sholat, tidur…
Sore hari, setelah maghrib, Dino menelpon. Dia bilang aku disuruh ke kostnya.
Ada hal penting yang mau dibicarakan.
Masih berhubungan dengan alam ghaib, katanya.
Wah…mantab nih, daripada bengong dan salah tingkah kalo ketemu teh Desi, mending ngurusin makhluk ghaib. Syukur kalo bisa berkelahi… Biar ga stress nih otak….
Ba’da ‘Isya, aku meluncur ke kost Dino.