Setelah mendengar cerita Zulaikha, akupun memintanya untuk menyuruh poci dkk pergi dan berhenti mengganggu Kevin.
Nampaknya dia sudah bener-bener jera dan aku kasihan melihat matanya yang sepertl panda karena kurang tidur.
Zulaikha mengiyakan dan melesat pergi, pasti ke rumah Kevin.
Ga berapa lama, dia udah balik dan mengatakan bahwa tugasnya sudah diselesaikan.
Semoga setelah ini Kevin benar-bnar jera.
Lagi merenungi kejadian Kevin, tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.
“Assalamu’alaikum…!” seperti suara Teh Desi..
“Wa’alaikum salam…!” jawabku sambil beranjak menuju pintu untuk membukanya.
Sesosok makhluk cantik berdiri di depan kamarku sambil tersenyum.
Kok aku jadi deg degan ya?
Semakin ke sini, aku lihat Teh Desi makin cantik aja deh…
Jangan jangan….
“Lagi sibuk ga Ji?” tanya Teh Desi.
“Enggak Teh .. Ada apa?”
“Besok ga kuliah khan?”
Lah…ditanya malah balik nanya. Coba cowo yang nanya, udah kugetok kepalanya…
Untung cewe…cantik pula….hehe.
“Ga ada lah Teh… Besok kan Minggu, masa ada kuliah? Dosennya juga libur kali…!”
“Hehe…aku kira lupa sama hari. Ga ngapel kamu?”
“Ngapel siapa Teh? Ga punya pacar kok…!”
“Daripada bengong di kamar, kita jalan-jalan yuk!”
“Ke mana Teh?”
“Ya kemana gitu. Ke pantai atau bukit…!”
‘Emm…ayo deh. Ke pantai aja ya? Tapi dah malem gini mau lihat apa coba?”
“Ato ke bukit aja… Kata temenku, bisa lihat lampu kota dari bukit. Katanya indah banget!”
“Tapi jauh lho Teh .. Ada mungkin sejam perjalanan.”
“Ga papa lah… Aku belum pernah ke sana. Mau ya?”
“Ayo deh… Jangan lupa bawa jaket Teh…!”
“Oke.. Siap-siap dulu ya?”
“Iya…!”
Begitu Teh Desi pergi, aku masuk kamar…
Yang pertama aku lakukan adalah…membuka dompet dan memeriksa isinya. Alhamdulillah, masih cukup.
Bagaimanapun, pergi sama cewe kalo ga bawa uang serep…bisa bikin malu entar.
Aku segera bersiap, memakai celana katun yang agak tebal, dan jaker parasut.
Pasti dingin di atas…kalo pake celana jeans, bakal tambah dingin malah.
Aku keluar kamar, bersamaan dengan Teh Desi keluar dari kamarnya.
Kami segera berangkat…dengan motorku tentunya.
Ga usah diceritakan selama dalam perjalanan. Gimana Teh Desi duduk rapat dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Gimana, dua benda kenyal menempel di punggungku. Gimana….lah…kok malah cerita sih…
Singkat cerita, kami sampai di bukit itu setelah 45 menit perjalanan. Ternyata, bukit itu ramai juga. Banyak anak muda yang berpasangan mondar mandir di bukit itu. Banyak warung juga di situ.
Aku celingukan mencari mushola. Setelah menemukan, aku pamit Teh Desi buat sholat Isya dulu.
Teh Desi menunggu di warung sementara aku sholat…
Tapi sholat ga bisa tenang karena meninggalkan Teh Desi sendirian.
Jadi sholatnya agak terburu-buru gitu.
Selesai sholat, aku bergegas ke warung tempat Teh Desi menungguku.
Wah…ternyata masih aman. Malah sudah ada dua piring nasi goreng dan dua gelas teh hangat.
Tanpa banyak bicara, kami sikat makanan itu. Wuah…kenyang…
Saat aku mau membayarnya, ternyata sudah dibayar oleh Teh Desi..
Setelah makan, kami mencari informasi dari pemilik warung, tentang tempat yang bagus untuk melihat kota dari atas sini.
Kata pemilik warung, ada spot bagus tapi agak sepi tempatnya.
Juga agak angker katanya.
Teh Desi udah takut aja denger kata angker.
Akhirnya kami memutuskan naik ke spot yang umum.
Kami menyusuri jalan setapak kecil menuju ke puncak bukit.
Banyak juga orang yang berjalan searah dengan kami. Rata-rata sih berpasangan.
Maklum lah…malam minggu.
Setengah jam berjalan, sampailah kami di puncak bukit itu.
Puncak bukit itu berbentuk seperti lapangan yang luas. Gelap juga…tapi saat ini ramai pengunjung.
Ada sebuah bangunan mirip pendopo untuk bersantai dan menikmati pemandangan lampu kota yang tampak indah.
Betul-betul pemandangan yang mempesona.
Ga rugi jauh-jauh ke sini… Kelelahan berjalan naik tadi seolah terbayar oleh indahnya pemandangan yang aku lihat.
Karena pendopo sudah banyak orang, aku melepas jaketku dan menggelarnya di tanah. Aku duduk di situ, dan Teh Desi duduk di sampingku. Tangannya memeluk lenganku. Kami menikmati pemandangan yang sangat indah itu dalam hening.
“Ji…!”
‘Iya Teh..!”
“Indah banget ya pemandangannya?”
“Iya Teh… Ga rugi jauh-jauh ke sini!”
“Hu’um…. Kapan-kapan kita kesini lagi ya?’
” Iya Teh… Aku malah penasaran, gimana pemandangan dari atas sini saat siang hari.”
“Iya juga… Kapan-kapan, kita kesini siang hari deh… Biar tahu, indah mana pemandangan saat siang atau malam!”
“Setuju….!” kataku.
Kami kembali diam menikmati pemandangan.
Cuman sebelnya…kenapa juga ada makhluk halus yang wira wiri kesana kemari. Ga tahu.kalo.aku lagi liat pemandangan indah apa ya?
Tapi ga heran sih… Namanya juga bukit, pasti banyak penghuninya.
Semoga aja mereka ga mengganggu manusia yang sedang menikmati pemandangan di malam ini.
Teh Desi menyandarkan kepalanya di bahuku. Hawa dingin sudah tak begitu terasa karena dekatnya badan Teh Desi.
Hatiku terasa hangat… Ada sedikit rasa asing yang merasuki hatiku.
Seolah aku merasa pemandangan ini tambah indah dengan kehadiran cewe di sampingku ini.
Makhluk halus yang bersliweran udah ga aku pikirkan lagi.
Aku sedang menikmati momen indah ini.
Tiba-tiba, muncul ras takut kehilangan Teh Desi.
Rasa macam apa ini? Aku masih menganalisa rasa asing ini.