Kelihatan dia sedang menjemur pakaian basah di tempat jemuran.
Loh…loh…kok ada pakaianku juga sih? Walah….”Kok pakaian kotorku juga dicuci neng?”
“Ga papa mas… Tadi aku lihat numpuk di ember depan kamarmu. Jadi ya sekalian aja aku cuci!” sahutnya sambil tersenyum.
“Duh…calon istri yang rajin…!” kataku sambil memeluknya dari belakang.
Anget bre….
“Apaan sih Mas. Malu ah, ntar ada yang lihat lho….!” katanya memprotes, namun tidak berusaha melepaskan diri dari pelukanku.
‘Woi…jangan bikin iri yang masih jomblo donk…!” terdengar teriakan Renita.
Aku segera melepaskan pelukanku.
“Makanya, cari cowo…!” ujarku.
“Belum nemu yang cocok…!” sahut Renita.
“Halah…baru juga sebulan di sini, jelas aja belum nemu. Cari kek di tong sampah…!” kataku sambil ketawa.
“Duh…emang aku pemulung? Nyari cowo.kok di tempat sampah…!” kata Renita sambil manyun.
Asli…bibirnya menggairahkan banget kalo lagi manyun gitu…
Jadi pengin nguncir tuh bibir pake karet……
Jadilah siang itu kami bercanda bertiga. Saling ejek dan saling olok.
Tentu saja kekasih hati selalu membelaku, sehingga kesannya Renita dikeroyok….hahai…cucian dwech…
Malam sabtu merupakan malam santai, karena ga ada kuliah esoknya. Pengin balik ke rumah, tapi banyak tugas. Terpaksa deh, malam Sabtu aku pake buat ngerjain tugas.
Ditemani bidadari hati yang setia membuatkan kopi dan kadang memijiti pundakku, aku jadi betah ngerjain tugas. Apalagi kalo disuruh ngerjain Desi, pasti semangat lah…..
Fyuh…selesai juga akhirnya tugasku. Aku merentangkan tangan dan menggeliat. Rasanya pegal.juga berjam-jam menghadapi laptop.
Dengan penuh kasih sayang, Desi memijit pundakku. Dia berdiri di belakangku sementara aku masih duduk di kursi. Sesekali kepalaku menyenggol benda bulat yang kenyal di dadanya. Kayak nyundul balon rasanya….
Kami tersenyum… Perlahan wajahnya menunduk semakin dalam…semakin.dalam…dan semakin dalam…
Bibir kami bertemu dalam sebuah simphony cinta yang membara…TOK…TOK…TOK….
Ada yang mengetuk.pintu, membuat bibir kami berpisah.
“Siapa….?” tanyaku.
“Aku mas… Teh Desi di dalam ya?”
Oh…Renita ternyata. Ganggu orang aja deh.
Desi segera menuju pintu kamarku dan membukanya.
“Ada apa dek?” tanyanya…
“Hayo…lagi pada ngapain di kamar… !” tanya Renita sambil melongok ke dalam kamarku.
Aku pura-pura sibuk dengan laptopku.
“Ngerjain tugas…!” jawabku.
“Ngerjain tugas apa ngerjain yang lain….?”
“Ish..apaan sih Dek? Udah jangan gangguin mas Aji yang lagi serius kerjain tugas. Ada apa nyariin teteh?” tanya Desi.
“Mas Aji dah beres belum tugasnya?” tanya Renita ga nyambung.
“Bentar Ren .. Biar aku save dulu… Ntar diterusin lagi ga papa…!”
Padahal dah selesai….
“Ada apa?” tanyaku beberapa saat kemudian.
“Sini masuk aja dek..biar enak ngobrolnya..!” ajak Desi.
Kamipun duduk berhadap-hadapan di lantai kamarku.
“Gini teh, mas,… Semenjak aku menempati kamar di samping Teh Desi itu, perasaanku sering ga enak banget. Rasanya ada yang ngeliatin aku, tapi ga ada seorangpun di kamar itu. Trus, kalo tengah malam kadang ada suara kelotekan gitu.” cerita Renita.
“Ah…tikus itu Dek…!” kata Desi.
“Bukan Teh…. Ga ada tikus di kamar. Udah aku cari-cari tapi ga ketemu tikus tuh…!”
“Ada kejadian lain apa enggak?”
“Ada Mas… Aku kan naroh sepatu di pojokan mas, sama sandal-sandalku. Nah, setiap aku pulang dari kampus, selalu aja jadi berantakan. Padahal pintu dan jendela terkunci.”
“Nah…itu jelas tikus Dek .. Khan pintu dan jendela utuh terkunci?” kata Desi.
“Awalnya kupikir juga gitu Teh .. Sampai semalem aku mimpi didatengin sama sosok yang menyeramkan. Seperti nenek-nenek yang wajahnya mengerikan. Dia nunjuk2 rak sepatu teh..!”
“Dia ga ngomong apa2?” tanyaku.
“Enggak Mas… Cuman nunjuk2 gitu.”
“Hmm…kayaknya ada yang aneh deh. Yuk kita ke kamarmu…!” ajakku.
Kami berjalan beriringan menuju kamar Renita.
Sesampainyw di kamar Renita, dia masuk lebih dulu, lalu Desi, dan terakhir adalah aku.
Baru sekali ini aku masuk kamar Renita.
Dan begitu masuk ke dalam kamar, aku merasakan adanya sebuah aura yang lumayan kuat tapi tidak mengancam.
Herannya, aku tidak melihat sosok yang mengeluarkan aura itu.
Ketika aku mendekati tempat rak sepatu, aku merasakan aura itu semakin menguat.
Hmmm…kayaknya dari sini asalnya.
Ga ada makhluk yang kulihat…bikin penasaran aja.
Aku memindahkan rak sepatu itu dan mataku mencari-cari apa yang memancarkan aura kuat itu.
Saat itulah aku menangkap kilatan cahaya. Aku memperhatikan lebih seksama lagi.
Memqng ada sesuatu yang berkilat di situ, di pojok kaki almari pakaian dan rak sepatu.
Aku meraih benda itu dan mengambilnya. Agak sulit karena terjepit kaki almari.
Dengan sedikit kesulitan, akhirnya aku bisa mengambil benda itu.
Terasa sebuah getaran saat benda itu berada di tanganku.
Rupanya benda ini yang memancarkan aura yang agak kuat.
Aku mengamati benda itu, yang ternyata adalah sebuah cincin bermata ungu terang.
Mungkin ini yang disebut akik kecubung kali yak? Atau apalah…ga ngeh jenis-jenis batuan…hehe.
“Apaan itu Mas?” tanya Desi
“Oh. .ini..ada cincin bagus banget…!”
“Coba lihat Mas…!” Renita menghampiriku.
Aku tubnjukkan cincin itu pada mereka.
“Ih. .cantik banget . Buat aku ya Mas?” kata Renita.
“Iya… Cantik banget deh…!” sambung Desi.
“Ya ini yang udah bikin kamu takut Ren… Cincin ini ada jin-nya. Mungkin dia mau ngasih tahu kamu bahwa dia ada di dekat rak sepatu!”
“Duh….serem… Hii…takut. Lha itu cincin siapa Mas?”
“Ga tahu juga. Mungkin penghuni kamar ini sebelum kamu, atau mungkin yang sebelumnya lagi!” sahutku.
“Itu kalo dipakai Renita ga papa Mas?” tanya Desi
“Ga masalah, kalo khodamnya diambil. Kalo udah diambil, bakal jadi cincin biasa.”
“Mas bisa ngambil khodamnya?” tanya Desi lagi.
“Iya mas… Aku naksir berat sama cincin itu… !” kata Renita.
“Insya Allah bisa. Nanti malam aku coba deh ..!” kataku.
Kami masih ngobrol di kamar Renita sampai larut malam. Setelah itu aku dan Desi kembali ke kamar kami masing-masing.
Ga lupa cincin itu kubawa ke kamarku.
Di dalam kamar, aku duduk bermeditasi dan memusatkan pikiran pada cincin itu.
Aku menyalurkan energi ke seluruh tubuh, berjaga-jaga jika khodam cincin itu menyerangku.
Aku pusatkan konzentrasi pada cincin itu, mencoba menarik khodam yang ada di dalam cincin itu.
Belum sempat aku menarik khodam yang ada di cincin itu, sebentuk asap tipis keluar dari cincin itu. Setelah berputar-putar sebentar, asap itu berkumpul dan membentuk sesosok makhluk.
Asap itu membentuk sosok yang ramping…wah .jin cewe lagi nih..pikirku.
Zulaikha sudah bersiaga di dekatku.
Perlahan, sosok itu terlihat semakin jelas…
Dan seperti dugaanku, itu sosok jin cewe. Dengan pakaian ala keraton,
Perlahan sosoknya semakin jelas. Mulai dari kaki yang mungil, kemudian naik ke atas.
Pinggul yang lebar, lalu pinggang yang ramping.
Naik ke atas….dada yang membusung padat, seolah hendak melompat keluar dari kemben yang digunakan.
Kulit dada dan bahunya terlihat mulus tanpa cacat. Tahu sendiri gan…pakaian model keraton mengeksplore bahu dan sedikit dada.
Zulaikha dengan semena-mena menoyor kepalaku. Aku cuman bisa meringis…
Lalu mulailah wajah sosok itu semakin jelas..rambutnya yang panjang berwarna putih keperakan… Wah…mirip bule nih..pikirku.
Dan…..
Aku tersentak saat melihat wajahnya…
Zulaikha ngakak abis bre… Sampai tubuhnya membungkuk saking gelinya
Aku?
Rasanya geli dongkol gitu bre..
Sosok berbody aduhai itu ternyata berwajah nenek-nenek yang menyeramkan.
Penuh keriput, giginya ompong, tapi bibirnya merah merona…
Dia memandangku sambil sesekali matanya berkedip-kedip…dan lidahnya yang panjang menjilat bibirnya. Sampai sekitar bibirnya basah oleh ludahnya…..
Hampir muntah aku melihatnya. Dengan masih tertawa, Zulaikha berbisik padaku…
“Makan tuh nenek-nenek…. Minimal bodinya yahud….!”
Aku cuman bisa diam dicengin ma Zulaikha.
Aku cuma geleng2 kepala melihat ada jin kek nenek2 genit gitu.
“Siapa kau adanya Nek?” tanyaku.
“Ih..kok panggil nenek sih. . ? Ga liat bodyku?” sahutnya ganjen.
Aku cuman garuk-garuk kepala.
“Panggil aku Nyi Rambat!” katanya lagi.
“Nyi Rambat, tadinya ikut siapa?”
“Aku ikut pada seorang gadis,, namanya Rina. Tapi waktu dia lulus kuliah, aku tertinggal di sini!”
“Kenapa ga nyusul dia Nyi?”
“Dia pindah ke seberang pulau. Waktu aku mau menyusulnya, di laut ada perisai ghaib dan aku ga bisa menembusnya. Jadi aku kembali ke sini saja.” cerita Nyi Rambat.
“Begini Nyi… Temen saya suka samw cincin ini. Gimana kalo Nyi Rambat aku pindah saja dari cincin ini? Trus biar cincinnya dipake temenku?”
“Temenmu pasti cewe ya ..cie…cie…!” katanya….
“Iya Nyi… Mau ya nyi, sku pindah ke tempat lain?”
“Ga mau ah… Kalo boleh ikut kamu, aku bakal keluar dari cincin itu!”
Busyet dah…malah mau ngikut aku…
Ga bisa ngebayangin diikutin nenek2 seksi begini…..
“Aku dah punya tenen Nyi… Nih di sampingku..!”
“Gini aja deh .. Biarin aku tetep dalam cincin itu, dan aku janji akan melindungi yang memakai cincin itu…!” kata Nyi Rambat.
“Wah…nanti yang make ketularan genitnya Nyi Rambat… Enggak ah…!”
“Aku janji, ga bakal bikin dia jadi genit kok. Cukup aku aja yang genit…!”
“Boleh lah kalo begitu Nyi… Tapi Nyi Rambat kok ga marah mau aku pindah?”
“Mau marah gimana? Yang pertama, kamu ganteng. Yang kedua, auramu kuat banget…kalaupun melawan, aku ga bakal kuat melawanmu. Belum lagi temanmu yang galak itu…!”
Bujug dah…dimodusin jin nenek seksi…
Zulaikha menggeram marah dibilang galak. Dia udah mau maju menghajar Nyi Rambat, tapi aku tahan dia.
“Baiklah Nyi…. Silahkan masuk lagi ke dalam cincin ini.”
“Baik…. Terima kasih…!”
Perlahan tubuhnya menghilang menjadi segumpal.asap yang lalu masuk ke dalam cincin itu.
Ah…mungkin emang rejekinya Renita, dapat cincin dan penjaga yang lumayan kuat.
Sementara Zulaikha ngomong sendiri.
“Jin tua jelek, berani-beraninya dia ngatain aku galak. Awas aja nanti…!” gumamnya.
Emang galak kok….pikirku.
“Heh…mikir apa kamu?” katanya sambil menoyor kepalaku.
“Hehe…enggak kok…!*
“Huu…bilang aja kalo aku galak…!”
“Nah…itu tahu…hehe..!”
“Ih…nyebelin…!” katanya sambil manyun.
Aku senyum sendiri melihat tingkahnya yang kayak anak kecil.
Esoknya aku serahkan cincin itu pada Renita. Aku ga bilang kalo khodamnya masih ada.
Renita segera memakai cincin itu pada jari manis tangan kanannya.
Pas … Seolah cincin itu memang dibuat untuknya.
Sejak memakai cincin itu, aku melihat aura Renita lebih keluar dan semakin menarik saja.
Entahlah…itu memang nyata atau hanya perasaanku saja.