Ternyata 24 sks itu terasa banget beratnya. Untunglah hanya beberapa yang memiliki tugas banyak. Bayangkan kalo semua penuh tugas…wah..bisa kopyor kepalaku…Beberapa kali aku harus ke rumah Firda untuk belajar bersama atau mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Kebetulan, banyak matkul kita ngambil yang sama… Jadi kita bisa belajar bersama.
Dan setiap aku pergi ke rumah Firda buat belajar, aku selalu bilang sama Desi. Desi dengan kedewasaannya tak pernah melarangku. Anehnya…yang ribut malah adiknya. Aneh khan?
Tapi mungkin dia takut kalo kakaknya disakiti hatinya olehku, jadi dia sering protes kalo aku pergi ke rumah Firda.
Tapi Desi selalu bisa meredam emosi Renita. Pokoknya Desi the best lah…Suatu hari, saat aku pergi ke rumah Firda, ternyata sedang ada saudaranya yang datang. Seorang wanita cantik, dan kelihatannya tajir melintir. Di depan rumah aja kulihat ada mobil mewah. Entah apa merknya…yang kutahu harganya mahal banget tuh mobil.
Ditambah perhiasan yang memenuhi tubuh sintal tantenya Firda.
Umurnya kutaksir sekitar 38 tahunan. Tapi penampilannya, wah…ga kalah sama cewe-cewe teenage dah… Firda aja yang orang tuanya tajir, dandannya biasa aja.
Nah ini tantenya malah ngalahin penampilan Firda ..”Lo kok ga bilang sih kalo lagi ada sodara yang datang. Gue jadi ga enak hati lah…!” kataku saat kami duduk di teras.
“Emang kenapa? Kita khan mau belajar, ga usah bingung lah…!”
“Gue ga enak aja, takut ganggu. Khan ada tamu keluarga, jadi ga enak…!”
“Udah…cuek aja. Yuk kita mulai belajarnya…!”
Kamipun mulai membahas tentang bahan kuliah yang diberikan dosen tadi, dan mengerjakan beberapa tugas kuliah yang ada.
Sedang kami asyik belajar, tantenya Firda keluar dan menghampiri kami.
“Wah…lagi belajar bersama ya?”
“Iya tante …!” jawabku.
“Kok masih belajar bersama, kayak anak SD aja…hihi!”
“Ya..biar saling melengkapi saja tante, biar bisa paham!”
“Atau…jangan-jangan kalian pacaran ya?” tanyanya lagi.
“Ah…enggak tante. Kami cuma bersahabat kok… Kebetulan kami satu jurusan dan kenal dari semester 1..!”
“Tante apaan sih… Kita cuma berteman tante…!” kata Firda.
“Hihi…pacaran juga ga papa kok.” katanya sambil duduk di dekat kami.
Tantenya Firda ini bernama.Sisil…
Cantik banget lah pokoknya, dan up to date banget.
Bodinya wow… Kulit putih terawat. Walaupun usia sudah hampir kepala 4, tapi ga terlihat ada kerutan di wajahnya.
Walah..kok malah detil banget ya aku merhatiin dia.
Cuma satu yang kurang sreg di hati…ada aura gelap yang terpancar dari tubuhnya. Seolah ada kabut hitam yang melingkupinya.
Ah..sudahlah. Itu bukan urusanku.
“Kalian udah selesai belajarnya?” tanya tante Sisil.
“Belum tante….!” jawab Firda.
“Oke deh…terusin aja, tante masuk.dulu ya?” katanya.
“Silahkan tante…!” sahutku.
Saat aku menatap wajahnya, kulihat dia mengedipkan satu matanya padaku. Atau itu hanya perasaanku saja.
Ah…abaikan saja. Banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan.
Kami kembali fokus pada tugas kuliah kami.
Satu jam kemudian, kami selesai mengerjakan tugas, lalu kami duduk-duduk sambil ngobrol kesana kemari.
“Eh…tante kamu kesini sama siapa?” tanyaku kepo.
“Sendirian….!” jawab Firda.
“Lah…suami dan anak-anaknya?”
“Udah meninggal semua… Suaminya kecelakaan, anaknya tenggelam di kolam renang…!”
“Astaghfirullah….kasian banget ya?”ujarku bersimpati.
“Iya… Sekarang dia hidup.sendirian.. Mengurusi perusahaan peninggalan Om, sendirian.”
“Wah….punya perusahaan juga ya? Pantes…..!”
“Pantes apa?”
“Pantes tajir melintir…hehe…!”
“Iya, sekarang malah tambah tajir aja. Sejak suami dan anaknya meninggal, perusahaannya tambah maju dan berjaya!”
“Wah….pekerja keras rupanya. Jadi usahanya makin sukses…!”
“Entahlah…. Kadang aku sendiri heran, kok bisa-bisanya usahanya maju pesat, padahal dia ga pernah pegang manajemen lho…!”
‘Yah…mungkin emang rejekinya yang lagi lancar aja, jadi setiap.keputusannya membawa kebaikan buat perusahaan!”
“Mungkin juga….!”
Malam makin larut, aku segera pamit pulang.
Saat dalam perjalanan pulang, Zulaikha yang memboncengku memberitahukan sesuatu tentang tante Sisil.
“Wanita tadi punya pesugihan…!”
“Siapa…? Firda?”
“Bukan…tantenya itu tadi…!”
“Ah…jangan bercanda kamu…! Jangan nuduh sembarangan, nanti jatuhnya fitnah lho…!” kataku.
“Emang kamu ga merasakan aura gelapnya tadi?”
“Iya sih..aku rasakan. Kupikir karena dia punya pendamping dengan aura gelap…!”
“Kalo dia ada pendamping, pasti kamu.bisa lihat lah…!”
“Iya juga ya….?”
“Nah…aku tahu kalo aura gelap.itu adalah aura pesugihan. Aku yakin itu…!”
“Ya sudahlah…itu khan urusannya dia. Biarin aja!”
Percakapan kamipun selesai. Kami sampai di kost.
Ada Desi yang duduk di teras kamarku.
‘Belum tidur neng?” tanyaku.
“Nungguin Mas pulang dulu… Lagian belum.ngantuk…!”
“Duh…serasa punya istri saja nih.. Ditungguin pulangnya. Yuk bobok…!’
” Ga mau…mesum pikiran mas…! Belum halal mas…!”
“Hehe…bercanda Neng… Bentar ya neng, aku buat kopi dulu. Nanti aku tenenin ngobrol!” kataku sambil membuka pintu kamar.
Desi menggamit lenganku…
“Mas duduk di sini aja. Sini, tasnya aku masukin. Sekalian aku buatin kopi…!”
“Aduh…makasih banget sayang…!”
“Sama-sama Mas…!”
Akhirnya malam itu kami ngobrol sampai larut malam. Tentunya ada sedikit mesra-mesraan…tapi ga usah diceritakan. Kasihan para anggota klub jomblo….
Jam 12 kamipun masuk ke kamar masing-masing.
Tidur lah…
Esok harinya, kebetulan aku ada kuliah pagi, dan Renita juga. Jadi, ya aku mesti berangkat bareng sama Renita.
Sepanjang jalan, Renita nanya-nanya soal Firda…keponya keluar deh.
Aku jawab aja apa adanya. Belum puas kepoin aku, dia ngajak.sarapan di kantin, aku sih ayok ajah. Lagian belum sarapan juga. Di kantin aku melihat Firda yang lagi sarapan juga.
Kebetulan nih, sekalian aja aku kenalin ma Renita.
“Hai Fir… Sarapan lo?”
“Eh..elo Ji. Iya nih… Sama siapa nih? Gebetan baru?”
“Hush…kenalin ini Renita, adiknya Desi! Ren, ini Firda yang sering aku ceritain!”
“Oh…adiknya Mbak Desi. Calon adik ipar lo donk…!” katanya sambil mengulurkan tangan pada Renita.
“Firda…!” katanya
“Renita..!” sahut Renita sambil menjabat tangan Firda.
Aku dan Renita duduk semeja dengan Firda. Kedua cewe itu cepet sekali akrab… Apalagi kalo ngomongin gosip artis…wah kompak banget mereka.
Aku memperhatikan Firda…wajahnya masih cantik seperti biasa. Tapi aku melihat ada selapis kabut tipis menutupi wajahnya. Kabut yang mengandung aura gelap.
Aku jadi teringat pada cerita Zulaikha semalam, tentang tante Sisil yang punya pesugihan.
Aku jadi parno sendiri, membayangkan bahwa Firda bakal.jadi tumbal.
Aku mencoba menepis pikiran itu. Tapi ga bisa….
Aku memanggil Zulaikha, dan kusuruh dia memperhatikan Firda.
“Wah ..bahaya nih…!” kata Zulaikha.
“Kenapa… Ada yang salah?”
“Firda udah ditandain…!”
“Maksudnya…?”
“Dia sudah diincar sebagai tumbal berikutnya…!” kata Zulaikha.
Jeggeerrrrr……
Bagai petir terdengar di telingaku, bahwa Firda diincar bakal dijadikan tumbal yang berikutnya.
Apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan dia?
Aku ga bisa membayangkan, apa yang akan terjadi pada Firda yang udah ditandai sebagai calon tumbal pesugihan Tante Sisil.
Yang aku pernah dengar sih, orang yang dijadikan tumbal akan mati, tapi rohnya dibawa ke alam ghaib dan dijadikan pelayan atau benda lain di istana makhluk ghaib yang dimintai pesugihan.
Lah…salah Firda apa coba? Dia ga merasakan hasil pesugihan itu, tapi kok dia yang harus jadi korban.
Benar-benar tidak masuk diakal dan tidak adil sama sekali.
Jadi sebagai seorang teman yang baik, aku harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan Firda.
Tapi apakah aku akan mampu menghapus tanda tumbal pada dirinya?
Apalagi aku sama sekali tidak begitu paham masalah tumbal pesugihan.
Ini adalah hal yang baru buatku.
Hmm…jalan pertama yang harus aku lakukan adalah, aku harus mencari sebanyak mungkin informasi yang berhubingan dengan pesugihan ini.
Tapi…darimana informasi itu akan aku dapat? Dimana bisa mencari informasi itu?
Apakah mesti bertanya pada orang yang melakukan pesugihan?
Ga mungkin lah .. Mana ada orang yang ngaku bahwa dia menjalankan pesugihan?
Arghhhh…..bingung bingung…pusiiinnggggg…….
Aku memukul-mukul kepalaku sendiri di dalam kamar kostku. Zulaikha cuma diam memandangi kelakuanku yang absurd itu.
JDERR…JDERR….
Aku terkejut mendengar pintu kamarku digedor-gedor…
Siapa sih yang gedor-gedor pintu?
“Mas….mas Aji… Mas ga papa? Mas…bukain pintunya mas…!” suara Desi di luar kamar terdengar panik.
Wah…ada apa lagi nih?
Buru-buru aku membuka pintu.
Begitu melihatku, Desi segera menubruk dan memelukku, sambil menangis sesenggukan.
“Sstt….kok nangis Neng, ada apa?” tanyaku
Desi masih menangis di pelukanku. Aku elus-elus rambutnya yang panjang itu.
Beberapa saat kemudian, tangisnya mulai mereda, tapi dia masih memelukku erat… Wah…kan jadi enak…
Aku melepaskan pelukannya dengan lembut, memegang kedua pundaknya dan memperhatikannya.
“Kamu kenapa nangis Neng?”
“Hiks…mas ga papa khan?”
“Mas ga papa… Nih sehat-sehat aja…! Emang kenapa?”
“Hiks .. Mas dari tadi ga respon aku ketuk-ketuk pintunya. Hiks… Khan aku jadi panik Mas..!” katanya disela isaknya.
Aku hapus air matanya dengan kedua jempolku..
“Emang tadi kamu ngetuk-ngetuk kamar Mas ya? Bukannya gedor-gedor?” kataku sambil tersenyum.
“Aku ketuk-ketuk sampai lama ga disahutin, ya udah aku gedor2… Khan aku takut mas kenapa-napa!”
Aku menengok pada Zulaikha, dan Zulaikha mengangguk.
Bener Desi ngetuk2 kamarku tadi, dan aku ga denger.
Mungkin karena aku sedang fokus pada masalah Firda, jadi ga denger ada yang ngetuk pintu.
“Aduh…maaf ya Neng. Mas tadi ketiduran.. Capek banget badanku!” kataku berbohong padanya.
“Tapi mas ga papa khan? Wajah Mas kelihatan pucat gitu!” katanya sambil mengamati mukaku.
“Namanya habis bangun tidur, ya pucet gini Neng…!”
“Atau Mas lagi ada masalah? Cerita aja sama Neng. Mungkin Neng bisa bantu…!”
“Ga… Ga ada masalah kok. Cuman mas mungkin kecapekan tadi!”
“Atau mas mau Neng kerokin kalau masuk angin?”
“Makasih neng… Mas ga papa kok. Beneran…!” kataku.
“Huft…syukurlah kalo begitu. Neng jadi tenang… Tadi Neng udah panik banget lho Mas…!”
“Maafin Mas ya, udah bikin Neng khawatir… !”
Desi mengangguk sambil tersenyum padaku. Kucium keningnya dengan penuh cinta, walau pikiranku sedang kalut.
Aku ga pengin Desi khawatir padaku.
Dan aku terpaksa berbohong padanya… Kalau dia tahu masalahku, dia pasti bakal khawatir banget.
Akupun ngobrol dengan Desi, walaupun kadang fokusku agak terpecah.
Tapi aku berusaha fokus pada percakapan kami. Masalah Firda, biar kupikirkan nanti saja, kalau Desi dah balik ke kamarnya.
Skip….
Setelah Desi balik ke kamarnya, aku menghempaskan tubuh di kasur. Kembali berpikir tentang Firda dan masalahnya.
Gimana caranya aku mesti menyelamatkan jiwa Firda yang terancam.
Aku memutar otakku, tapi sampai ngebul saking panasnya, belum juga menemukan jalan keluar.
Mungkin karena kelelahan berpikir dan menemui jalan buntu aku tertidur.
Lupa belum sholat ‘Isya…
Sepertinya baru tertidur sebentar, ada yang menggoyang-goyangkan kakiku.
Aku terbangun dan melihat Nyi Among berdiri di tepi kasurku sambil tersenyum.
“Ibu….?”
“Bangun Nak… Sholat ‘Isya dulu. Kamu tadi lupa belum sholat lho…!”
Aku menepuk jidatku sendiri…
Saking bingungnya mikirin Firda, aku sampai ketiduran.
Kulihat hpku, wah sudah pukul 12 malam. Aku segera ambil wudhu dan sholat. Selesai dzikir, aku duduk di kasur berhadapan dengan Nyi Among yang ternyata menungguiku sholat.
Pasti ada yang mau disampaikan nih…pikirku.
“Nak…ada beberapa hal yang akan Ibu sampaikan padamu, berkaitan dengan masalah yang memusingkanmu tadi!”
“Ah…syukurlah. Apa itu Bu?” tanyaku.
“Begini nak… Temanmu yang akan dijadikan tumbal itu, akan diambil jika waktu perjanjian sudah tiba. Biasanya, waktu penyerahan tumbak itu adalah saat bulan purnama, atau pada malam selasa kliwon, atau malam jumat kliwon.” kata beliau padaku.
“Wah…berarti aku harus berjaga di hari-hari itu ya Bu?”
“Benar Nak, tapi bukan hanya berjaga saja Nak… Tapi kamu harus juga mempersiapkan mental dan ragamu sebaik mungkin. Tidak mudah menghadapi jin pesugihan, karena biasanya ilmu mereka teramat tinggi. Makanya jarang tumbal pesugihan yang bisa diselamatkan. Selain karena mereka tidak tahu kalau dijadikan tumbal, juga karena jin pesugihannya sangat sakti. Jadi jarang orang yang mamou menghadapinya.”
“Wah…berat juga ya Bu?”
“Benar Nak… Sangat berat. Tapi Ibu yakin, walaupun harus bersusah payah dan menghabiskan seluruh kekuatanmu, kamu akan bisa mengatasinya!”
“Benarkah Bu? Aku sendiri kurang yakin dengan kemampuanku Bu!”
“Kamu lupa, bahwa kamu sudah punya tambahan energi dari Ki Naga Wiru? Juga keris emas yang sudah diberikan padamu?”
“Apakah itu cukup untuk bekal melawannya Bu?”
“Ingat, masih ada energi milikmu sendiri yang selalu.kau tingkatkan dalam meditasimu. Lagipula, kau mempunyai Zulaikha, Saloka, Nyi Anjar, Ki Sardulo Seto dan pasukan macannya. Dan satu lagi, kamu masih mempunyai pendukung yang tak terkalahkan, yaitu Allah SWT. Selalu mulailah segala sesuatu dengan Bismillah, insya Allah kamu akan selalu dilindungi dari mara bahaya!”
“Iya Bu, semua pesan ibu akan aku perhatikan. Dan mohon doanya ya Bu?”
“Ibu tak pernah berhenti mendoakanmu Nak…!” kata Nyi Among sambil mengelus kepalaku.
Rasa hangat kasih sayang beliau memenuhi relung hatiku…
Aku memandangnya dengan mata berkaca-kaca. Beliau begitu mirip dengan almarhumah ibu yang selalu lembut dan sabar.
“Terima kasih Bu…!” kataku dengan suara tercekat karena rasa haru yang memenuhi dadaku.
Nyi Among hanya tersenyum sambil terus mengelus kepalaku.
“Satu lagi Nak… Kebetulan, malam selasa kliwon nanti, bertepatan dengan bulan purnama. Kemungkinan besar, saat itulah temanmu akan diambil. Masih ada waktu setengah bulan lagi. Persiapkan dirimu. Ingat, Ibu akan selalu di sampingmu.”
“Baik Bu…. Terima kasih…!”
Perlahan sosok Nyi Among memudar dan hilang dari pandangan.
Pikiranku lebih tenang sekarang…minimal masih ada waktu 2 minggu lagi. Aku juga mesti mempersiapkan diri dan meningkatkan energiku sendiri.
Aku mulai berhitung… Malam Selasa Kliwon masih 2 minggu lagi, berarti, malam Jumat Kliwon masih 24 hari lagi. Karena malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon terpaut 10 hari.
Fyuh…paling tidak Firda aman untuk 2 minggu ke depan.
Pikiranku jadi lebih lapang rasanya, kekhawatiran walaupun masih ada, tapi sudah berkurang banyak.
Berkurangnya tekanan dalam pikiranku, menyebabkan aku rileks dan tertidur lagi…