Aku mendongak ke atas…melihat di puncak genteng rumah itu, ada sesosok makhluk berbentuk sangat besar, sedang menghajar pagar ghaib kami.
Lapisan pagar terluar hampir jebol…benar-benar hebat makhluk ini.
Kekuatannya sungguh di luar dugaan…bahkan aku sampai hilang rasa percaya diriku. Tak terbayangkan bila aku berhadapan dengan makhluk itu.
Aku memusatkan penglihatanku supaya bisa melihat sosok itu dengan jelas. Namun kegelapan membuatku tak mampu melihatnya dengan jelas.
Angin masih bertiup sangat kencang, seperti badai yang besar.
Sekarang ditambah dengan kilatan-kilatan petir yang menyambar-nyambar
Saat aku melihat sekitar, ternyata hanya di rumah ini saja badai itu terjadi. Aneh…sangat aneh… Pohon-pohon dalam radius 50 meter tidak tampak bergoyang sedikitpun, sementara di rumah ini, badai mengamuk dengan dahsyatnya.
JDHUAARRR….
Lapisan pagar ghaib terluar jebol sudah.
Tinggal 4 lapis lagi yang tersisa. Hanya dalam hitungan menit, 1 lapis pagar jebol. Betul-betul dahsyat kekuatan makhluk itu.
ZRAATT….
Selarik cahaya petir menerangi kegelapan. Sosok makhluk itu terlihat jelas. Walau hanya sekejap, aku mendapat gambaran seperti apa sosok makhluj itu.
Tubuhnya tinggi besar, dan ada 1 tanduk di tengah dahinya. Tubuhnya dipenuhi sisik yang berkilauan.
Matanya hanya 1 sepertinya…
Ada ekor di belakang tubuhnya.
Aku memberi komando pada timku untuk bersiaga.
Tunggu….kenapa makhluk itu diam tak bergerak?
Diam seperti patung?
Aku masih menunggu… Tak lama ada pergerakan di sisi makhluk itu?
Tiba-tiba, muncul 2 makhluk bertubuh besar, di kedua sisi makhluk itu.
Belum terlalu jelas bentukannya.
Berarti ada 3 musuh sekarang, yang mulai menghajar pagar ghaib buatan kami.
Dalam 2 menit, 2 lapis pagar hancur lebur…
Tinggal 2 lapis lagi…tinggal menunggu waktu saja untuk bobol.
Benar saja, dalam waktu 2 menit, habis sudah pagar ghaib kami…
Ga perasaan banget dah… Kami buatnya dengan tenaga yang tidak sedikit, tahu-tahu dihancurkan.
Zulaikha, Saloka, dan anak buahnya melesat ke atas genting untuk menghadang mereka. Dua sosok yang datang belakangan menghadapi serbuan Zulaikha dan kawan-kawan.
Sementara, makhluk yang datang pertama, berusaha memasuki rumah, namun aku dan Ki Sardulo Seto segera menghujaninya dengan pukulan jarak jauh.
Kena telak, namun seakan tak dirasakan oleh makhluk itu. Namun perhatiannya beralih pada kami.
Aku bersiap siaga. Seluruh tubuhku sudah kulindungi dengan peeisai energi, walaupun aku ga yakin perisai itu mampu menghadang pukulan makhluk itu.
Makhluk itu kini mendatangi kami…
Aku segera menghadangnya, setelah kuminta Ki Sardulo Seto untuk menjaga di dalam rumah.
Begitu kami saling berhadapan, baru kuamati sosok itu.
Benar tubuhnya besar dan bersisik, bermata satu dan bertanduk 1.
Kakinya berbentuk kaki kuda…
Tingginya sekitar 2 meter lebih.
Aku mesti mendongak untuk melihatnya.
Tampak sepasang taring muncul dari dalam mulutnya.
Makhluk yang mengerikan…
Tak menyiakan waktu, segera kulepaskan pukulan dengan menggunakan tenaga stengah bagian.
Kena tapi ga berpengaruh apapun. Kutingkatkan lagi energiku hingga maksimal, kugunakan untuk memukulnya. Lumayan, sudah mulai bergetar tubuh makhluk itu terkena pukulanku.
Aku tambah semangat melancarkan pukulan demi pukulan sekuat tenaga. Makhluk itu terdorong mundur akibat serangan pukulanku.
Kutambah variasi serangan dengan melakukan upper cut menuju rahang makhluk itu.
Dan makhluk itu terpental dan jatuh.
Tapi dengan cepat makhluk itu bangkit lagi sambil menggeram.
“Grr. .manusia kerdil, mengapa kau menghalangiku mengambil tumbalku?”
“Siapa yang minta pesugihan padamu?”
“K*mpr*t, ditanya malah balik nanya. Dia adalah Sisil binti Fulanah!”
“Kenapa kau ambil tumbal orang yang tidak minta pesugihan padamu? Ga pantas…. Itu alasanku menghalangimu…!”
“Grr..menyingkirlah atau kau m a t i….!”
Aku tak menjawabnya lagi… Emang mau perang apa ngobrol? Segera kukeluarkan tonbak kyai cemeng.
Kukibaskan tombak ke arahnya, dan sebentuk energi gelap merangsek ke tubuhnya
DHUARR…
Terjadi benturan energi saat dia menangkis seranganku…
“Hoho…cuma begitu kemampuanmu?” ejeknya.
Aku tetap tenang walaupun hati panas mendengar ejekannya.
Dengan sepenuh tenaga aku tusukkan tombak itu pada makhluk itu, tapi sekali lagi makhluk itu berhasil menghindar dan dia membalas dengan tangan besarnya yang diayunkan ke arahku.
Belum juga ayunan tangan itu menyentuh tubuhku, aku sudah terlempar karena tekanan yang dihasilkan ayunan tangan itu.
WTF ….baru angin serangannya saja mampu melontarkanku, apalagi jika aku terkena pukulannya langsung?
Saat terlempar, aku mencoba mengerem laju lontaran itu dengan bersalto. Aku berhasil mengurangi laju lontaran itu dan mendarat dengan posisi berdiri.
Fyuh. ..ganas banget serangannya.
Aku simpan kembali kyai cemeng.
Aku himpun tenaga sepenuhnya ke kedua tangan…memaksimalkan energiku dan energi titipan naga wiru, aku merapal ilmu pukulan ajaran Ki Patih yang jarang aku gunakan.
Kedua lenganku berubah menjadi kebiruan… Setelah dirasa cukup, aku lontarkan sebuah pukulan mengarah ke matanya yang cuma sebiji. Kupikir, di situlah kelemahannya.
Makhluk itu menunduk dan menggunakan sebelah lengannya menutupi matanya. Tapi karena sedikit menunduk, pukulanku mengenai tanduk tunggal di kepalanya… Kususuli dengan sebuah pukulan dengan tangan kiri, kembali mengenai tanduknya…
Tanduk itu terpapas kutung oleh tenaga pukulanku
GROARRR. …
Makhluk itu meraung kesakitan. Darah hitam meleleh dari tanduknya yang terpotong oleh pukulan warisan itu.
Raungan makhluk itu mendebarkan jantungku…dan membuatnya berdebar lebih cepat.
Gerakanku terhenti sejenak, menahan tekanan akibat raungan itu.
Satu kesempatan emas terlewat… Andai aku tidak tergetar oleh raungannya, pasti sudah aku susuli dengan serangan berkutnya.
Karena gerakanku yang berhenti sejenak iti, hilang kesempatan menambah pukulan pamungkas.
Makhluk itu menggeram… Matanya menyala-nyala karena marah…
Makhluk itu menjejakkan kakinya, lalu tubuhnya membesar menjadi 2 kali lipat ukuran sebelumnya.
Aku tersentak mundur karena terkejut.
Aku sedikit melirik ke arena pertempuran lainnya. Nyi Anjar membantu Saloka, dan Ki Sardulo Seto membantu Zulaikha. Aku bernafas lega… Mereka belum akan kalah.
Kembali aku melihat makhluk itu yang sekarang berubah menjadi besar sekali.
Dia memqndangku dengan amat marah…matanya terasa membakar tubuhku… Panas….
Saat ukuran normal saja aku dah kesulitan melawannya, bagaimana dalam ukuran sekarang?
Tapi ada satu keuntunganku… Aku begitu kecil buatnya. Dan aku harus mengandalkan kelincahanku bergerak untuk menghindari serangannya.
Kembali makhluk itu menyerangku dengan pukulan dan tendangan. Kadang jemarinya yang sebesar pahaku, terbuka dan mencoba menangkapku.
Aku berlari menghindar, dengan kadang kala menyelinap di antara kakinya.
Selama beberapa saat aku masih bisa menghindar dari serangannya.
Tapi kalo cuma menghindar, mana bisa menang? Aku juga harus menyerangnya, tapi bagaimana?
Aku terus berupaya berpikir keras mencari cara untuk memenangkan pertarungan itu, sementara aku juga harus menghindari serangan-serangannya yang semakin cepat dan kuat.
Angin pukulannya mendampar bagai topan badai, dengan suara gemuruh yang menakutkan.
Terus menerus merangsekku bagai gelombang yang tak henti-hentinya menabrak karang…(lebay)
Aku semakin kelimpungan, semakin tetpojok dalam pusaran angin pukulannya.
Aku terjebak di tengah-tengah, hanya mengandalkan kelincahanku untuk berkellt kesana kemari.
Tekanan demi tekanan terus menerpaku, membuat dadaku sesak.
Rasanya sulit untuk bernafas sekalipun.
Sekelebat ingatan mampir di otakku. Memang begitu, saat kepepet, otak tiba-tiba jadi cerdas…
Aku teringat dengan keris emas pemberian Naga Wiru.
Segera kupanggil keris itu yang dalam sekejap sudah berada di tanganku. Keris yang aslinya kecil mungil itu, kini berubah menjadi ukuran keris seperti lazimnya. Pancaran warna kuning emasnya terasa menyilaukan.
Dengan mengalirkan energi pada keris itu, kusabetkan keris itu berkali-kali tanpa tentu arahnya.
Berharap semoga terjadi keajaiban…
Dan benar saja….
GROAARRR…
Raungan itu terdengar lagi, dan pusaran pukulan perlahan menghilang… Dadaku terasa lebih longgar..
Aku memandang ke depan…tampak makhluk itu memegangi pergelangan tangannya yang kutung karena terbabat oleh keris Naga Emas.
“Grrr…aku mengaku kalah kali ini. Aku akan pergi, kulepaskan tumbalku..!” katanya.
Huft…aku menghela nafas lega…
Lalu aku memandang pertempuran yang lain. Ternyata anak buah makhluk itu sudah kalah…
Tampak tim-ku berdiri dengan nafas terengah-engah dan badan penuh luka. Pertempuran paling berat yang kurasakan.
Aku termangu sejenak, dan itu menghilangkan kewaspadaanku.
“Awas…..!” teriak Zulaikha sambil melesat ke arahku.
Secara refleks, aku membalik dan melintangkan keris naga emas di depan dadaku.
DHUAGHHH….
Sebuah benturan keras melanda tubuhku.
Aku terlempar, jatuh berdebum di tanah dan….tak ingat apapun lagi…
Sebelum pingsan, aku ingat berkata satu kalimat…
“Aku kalah…..!”
Dan semuanya jadi gelap….