Dukun itu mengitari meja pendek yang penuh dengan sesajen dan dupa. Aku sempat melirik, melihat ada sebuah benda berbentuk tabung tertutup, dan aku yakin itulah wadah untuk menyekap Menik. Karena ada pendaran aura tipis yang menyelimutinya, seperti pelindung.
Aku sudah berhadapan dengan dukun itu…
Senjata telah terhunus… Kami siap bertempur kapan saja.
“Mau apa kau membuat keributan di sini, bahkan membunuhi jin peliharaanku?”
“Aku mau mengambil gadis cilik yang kau sekap itu…!” kataku sambil menatap matanya.
Sekilas dia melirik tabung itu, dan itu membuatku semakin yakin bahwa tabung itu berisi Menik.
“Dia itu apamu, sehingga kau mati-matian ingin mengambilnya dariku?”
‘Bukan apa-apaku… Tapi dia adalah adik dari jin sahabatku. Dan perlu kau tahu, yang membantai peliharaanmu adalah kakak dari gadis kecil itu…!”
“Bedebah… Kau terlalu ikut campur urusanku… Terimalah kematianmu….!” teriaknya sambil mengayunkan kerisnya padaku.
Di dalam remang cahaya ruangan itu, kerisnya menyebarkan aura yang menekanku.
Aku segera menyilangkan tombakku untuk menangkis tebasan keris itu…
TRAANNGGGGG….
Benturan yang terjadi menimbulkan suara yang cumiakkan telinga. Bukan itu saja, benturan itu juga menimbulkan medan energi yang menyebar ke segala arah.
Secepat energi itu tersebar, aku segera mengaktifkan mode perisai energi, supaya tidak terpengaruh energi yang keluar dari benturan dua senjata itu.
Tapi tetap saja aku dan dukun itu terpental ke belakang.
Senjata kami sama kuat rupanya…
Maka, aku meningkatkan tenaga dalam untuk kualirkan pada tombak Kyai Cemeng… Semoga dengan saluran tenaga dalam itu, aku bisa mementalkan serangan keris itu.
Serentak kami maju menyerang..dan akibatnya, beberapa kali senjata kami beradu. Dan benar saja, dengan dialiri tenaga dalam, tombakku bisa mementalkan keris itu saat terjadi benturan.
Merasa di bawah angin, tampak dukun itu meningkatkan energi batinnya sehingga kerisnya terselimuti awan hitam yang tebal…
Aku belum menyalurkan energi batinku ke tombak, masih tenaga dalam saja. Aku ingin tahu, apa aku masih bisa menghadapi keris itu atau tidak…
Saat dukun itu kembali menusukkan kerisnya padaku, dengan sekuat tenaga, kuayunkan tombak di tanganku dari bawah untuk menghalau keris itu…
TRANNGGGG….
Selarik cahaya hitam melesat ke atas..
Aku perhatikan, keris dukun itu terlepas dari tangannya dan menancap di belandar rumah itu.
Dukun itu tampak terkejut…
Kehilangan senjatanya, tak membuat dukun itu ketakutan.. Dia memejamkan mata dan mulutnya berkomat-kamit.
Sebenarnya, saat itu adalah saat yang tepat untuk menyerangnya, tapi aku tak mau menyerang orang yang sedang tidak siap.
Sementara dia memejamkan matanya dan merapal mantera, aku mendekati meja itu dan mengambil tabung itu, dan kusembunyikan di kantongku.
Salah sendiri dia merem….
Aku kembali memperhatikan dukun itu… Tubuhnya bergetar dan perlahan membesar… Wah…ilmu apa lagi ini?
Tubuhnya meninggi hingga lebih dari 2 meter.. Aku harus mendongak untuk melihatnya…
Dengan mudah dia meraih kerisnya tadi dan mencabutnya.
Sambil menggeram, dia mulai menyerangku.
Jangkauan tangannya lebih panjang sekarang…ditambah panjang kerls itu, aku harus lebih waspada.
Aku berhasil menghindari serangan pertamanya…
Tapi kalau dibiarkan terus, bisa bahaya buatku.
Segera kuperkuat energi pelindungku, dan kusalurkan energi batin ke tombakku.
Tombak menjadi bertambah hitam gilap.
Dan saat dukun itu menyerangku, aku tusukkan tombakku ke tubuhnya.
Selarik tenaga berwarna hitam meluncur dari tombak dan tepat mengenai tangannya yang memegang keris. Karena memang itu yang kuincar.
Dia berteriak keras…dan kerisnya kembali terlepas. Sekali lagi kutusukkan tombakku ke tangan satunya lagi… Tapi dia berhasil menghindar di tengah rasa sakit yang mendera tangan kanannya.
Dukun itu tampak sangat marah…ia memukulkan tangan kirinya yang terbuka ke arahku… Selarik cahaya merah memancar dari tangannya.
Aku menusukkan tombakku, dan selarik warna hitam menghadang pukulan merah itu.
BLAARRR….
Akibat benturan dua pukulan itu, menyebabkan ledakan yang menggetarkan rumah itu.
Kami sama-sama terhentak mundur…
Kami saling tatap sejenak dan timbullah getar getar cinta… Abaikan…
Kemudian serentak kami saling serang dengan sengitnya.
Untunglah si dukun ga bisa ilmu beladiri, sehingga beberapa serangannya bisa kuhindari.
Mau kubalas dengan tonbak, takutnya si dukun bisa mati…malah kena kasus kriminal entar. Mau tangan kosong, si dukun besarnya minta ampun…
Tapi kusimpan juga tombakku, dan bermain dengan tangan kosong…
Walaupun musuh besar, tapi gerakanku jauh lebih gesit…
Serangannya beberapa kali selalu kuhindari, dan berkali-kali pukulanku masuk mengenai tubuhnya, namun seolah tak dirasakannya.
Aku nyaris kehabisan akal…
Berpikir caranya menghajar bagian vitalnya, agak dia bisa kukalahkan.
Sambil menghindari serangannya, aku berpikir, mencari titik lemahnya.
Ah kenapa ga aku serang daerah itu?
Saat dukun itu menyerangku, aku bergeser ke sampimgnya, dan sebelum dia sempat berbalik, kutendang belakang lututnya dengan keras.
Segera dukun itu terjerembab dengan satu lutut di lantai..
Saat itu pula, dengan tenaga dalam yang kusalurkan ke tanganku, kuhadiahkan pukulan uppercut ke rahangnya. Kepalanya terdongak ke belakang dan terjengkanglah tubuhnya.
Segera kususuli dengan pukulan bertubi-tubi agar dia ga bisa bangkit lagi.
Akhirnya, dukun itu pingsan dan tubuhnya menyusut ke ukuran semula.
Aku bangkit dari atas tubuhnya sambil menghela nafas lega…
Lalu mengatur nafasku yang ngos-ngosan… Kebanyakan nikotin nih…
Aku ikat kedua tangan dukun itu dan mendudukkannya bersandar dinding.
Aku melihat pertempuran Nyi Anjar dan Ki Sardulo dengan 2 jin itu belum selesai…
“Hentikkaaannnn…..! Atau dukun ini akan mati di tanganku…?” teriakku menghentikan pertarungan itu.
Mereka yang bertempur segera berhenti…. Nyi Anjar dan Ki Sardulo, mendekat ke sisiku.
Saat itulah masuk Zulaikha dan Saloka….
Zulaikha segera menghampiri dukun itu dan ingin menghajarnya, namun bisa aku cegah…
Aku mengambil tabung tertutup itu, membacakan ayat suci untuk menetralisir aura pelindung tabung itu, lalu dengan membaca Basmallah, kubuka tutup tabung itu……
Keluarlah segumpal asap dari tabung itu dan perlahan membentuk sosok gadis kecil yang tengil…Menik.
Begitu dia keluar dari tabung, aku pikir dia pasti akan menangis dan memeluk mbakyunya sambil mewek…
Kenyataannya, jauh berbeda…
Dia malah cengengesan sambil melihat semua yang hadir di situ.
“Hehe… Aku yakin bakal diselamatkan oleh mbakyu dan teman-temannya… Ternyata benar…!”
BLETAAKKKK….
“Aduh…apaan sih mbakyu ini… Sakit tahu?”
“Kamu ini bikin orang khawatir saja… Setelah selamat malah cengengesan gitu… Ga ada terima kasihnya…!” omel Zulaikha pada adiknya itu.
Dan yang terjadi selanjutnya adalah, perang mulut antara Zulaikha dan Menik.
Aku tinggalkan mereka dan pulang dengan Ki Sardulo Seto sebagai penunjuk jalan….