“ mbu….ambu kenapa….?” tanyaku dalam rasa panik
“ ambu enggak tahu tang…mengapa tiba tiba hidung ambu mengeluarkan darah sebanyak ini…” jawab ambu seraya membalikan tubuhnya menghadap ke arahku
“ ya tuhann…mengapa bisa sampai seperti ini mbu….” ujarku dalam rasa tidak percaya atas kondisi ambu saat ini, nampak terlihat aliran darah segar, keluar dengan intensitas yang banyak dari salah satu lubang hidung ambu, mendapati hal itu, aku segera memapah tubuh ambu untuk keluar dari dalam kamar mandi
“ tengadahkan kepalanya mbu…agar aliran darahnya enggak keluar lagi…”
Sesampainya aku dan ambu di ruang makan, dengan segera aku mendudukan ambu di kursi yang berada di ruang makan, saat ini wajah ambu benar benar terlihat begitu pucat, dan aku merasa mungkin ini adalah efek dari terlalu banyaknya darah yang keluar dari hidung ambu
“ sebaiknya ambu tenang dulu, mungkin ini hanya mimisan biasa….atang akan mengambilkan daun sirih…”
Selepas dari perkataanku itu, aku segera berlari ke halaman rumah untuk mengambil lembaran daun sirih dari pohon sirih yang tertanam di halaman rumah, namun kini baru saja aku memetik beberapa lembar daun sirih, suara panggilan ambu yang terdengar memanggil namaku, telah membuatku menghentikan memetik daun sirih, lalu mengarahkan pandangan mata ini ke arah sumber dari suara panggilan ambu, nampak terlihat keberadaan ambu yang tengah berdiri tepat di pintu rumah, dengan pandangan menatap ke arahku
“ kamu sedang apa tang….?”
“ loh ambu…?” gumamku dalam rasa tidak percaya atas apa yang tengah aku lihat saat ini, bagaimana mungkin ambu yang tadi tengah berada di meja makan dengan kondisi yang kurang baik, kini telah berada dihadapanku dengan kondisi yang tidak memperlihatkan semuanya itu
“ gila…ini benar benar enggak mungkin….”
Tanpa berani untuk melangkah dari tempatku berpijak saat ini, aku hanya bisa memandang ambu dalam benak tanya, apakah mungkin sosok wanita yang tengah berada dihadapanku ini adalah sosok ambu yang sebenarnya atau bisa jadi sosok ambu yang tengah berdiri dihadapanku ini adalah sebuah sosok penampakan ghaib dari penghuni ghaib hutan kecil perbukitan yang sengaja mengikuti ita ke rumah ini
“ atanggg !!” teriak ambu seraya menunjukan ekspresi kekesalannya karena aku hanya berdiam diri dalam memandangnya
“ ambu…ini benar benar ambu kan….?”
“ tang…kamu sudah gila ya….kamu ini kenapa…?” tanya ambu dalam menjawab pertanyaanku, mendapati pertanyaan ambu tersebut, aku masih belum sepenuhnya meyakini bahwa sosok wanita yang tengah berdiri dihadapanku ini adalah ambu, hingga akhir di saat aku mengarahkan tatapan mataku ke arah kedua bola mata ambu, entah mengapa, kini aku meyakini bahwa sosok wanita yang tengah berdiri di hadapanku ini adalah sosok ambu yang sebenarnya
“ kamu ini sebenarnya kenapa tang….astaga tang…jangan membuat ambu takut….” ujar ambu yang berbalas dengan pelukanku pada tubuh ambu
“ tang…kamu ini kenapa sih…? apa sebenarnya yang telah kamu alami…?”
Mendapati pertanyaan ambu tersebut, tanpa berbasa basi lagi, aku mulai menceritakan seluruh kejadian yang baru saja aku alami
“ hahh…masa sih tang….?”
“ iya mbu…demi tuhan, atang enggak berbohong…” jawabku seraya mengajak ambu untuk memasuki rumah lalu menuju ke ruang makan
“ tadi itu atang mendudukan ambu di kursi itu….”
Terlihat ambu mengarahkan pandangan matanya ke arah kursi makan yang aku tunjuk
“ ini benar benar aneh tang…kita seperti terjebak dalam sebuah situasi yang sama namun dalam alur cerita yang berbeda, karena apa yang ambu alami, sangat berbeda dengan apa yang kamu alami…”
Selepas dari perkataannya itu, ambu mulai menceritakan kepadaku tentang apa yang telah dialaminya, dan menurut cerita ambu, sewaktu ambu keluar dari dalam kamar mandi dan berjalan ke kamar ita, ambu sempat menegurku dan mengatakan bahwa ambu hendak tidur di kamar ita, namun saat itu aku sama sekali tidak merespon perkataan ambu, selain itu, ambu juga menceritakan, bahwa saat ambu berada di dalam kamar ita, ambu mencium adanya bau busuk di dalam kamar dan juga ambu mendengar adanya seseorang yang telah membuka pintu rumah, di karenakan kedua alasan itulah akhirnya ambu memutuskan untuk keluar dari dalam kamar guna mencari keberadaanku, hingga pada akhirnya ambu mendapati keberadaanku yang tengah memetik daun sirih di halaman rumah
“ duh…sepertinya dugaan atang ini benar mbu….”
“ memangnya kamu menduga apa tang….?”
Selepas dari pertanyaan yang terucap dari mulut ambu, aku segera berjalan ke arah kamar mandi guna memastikan kondisi pintu kamar mandi, dan pada akhirnya aku mendapati kondisi pintu kamar mandi yang sama sekali tidak menampakan kerusakan
“ mbu…atang menduga, kejadian aneh yang atang dan ambu alami malam ini, pasti ada hubungannya dengan kejadian menghilangnya ita…” ujarku seraya menghampiri ambu
“ maksud kamu terhubung bagaimana tang…?”
“ maksud atang…selama ini kita belum pernah mengalami kejadian aneh di rumah ini, tapi semenjak menghilangnya ita dari rumah ini, untuk pertama kalinya, malam ini kita mengalami kejadian aneh di rumah ini, atang menduga…kejadian aneh yang kita alami malam ini adalah karena gangguan dari mahluk ghaib penghuni hutan kecil perbukitan yang merasa enggak senang karena wilayahnya dimasuki oleh ita…tapi…”
Di dalam keterdiamanku ini, aku mencoba untuk mengingat kembali perkataan dari ningtias dan juga kang ndan, karena perkataan mereka itu sepertinya sedikit terhubung dengan misteri penyebab menghilangnya ita
“ tapi apa tang…?”
“ tapi atang sedikit ragu mbu…karena di saat atang mencari ita ke sekolah, atang bertemu dengan ningtias, dan pada saat itu ningtias mengatakan bahwa ita merasa kecewa dengan seseorang tapi entah siapa…selain itu deden juga pernah mengatakan, bahwa saat mereka menemukan ita di hutan kecil perbukitan, ita mengucapkan perkataan, yang mereka enggak mengerti akan makna dari perkataannya itu….”
“ memangnya ita mengucapkan perkataan apa tang…?”
“…jangan..saya enggak akan menceritakannya…jangan bunuh saya…”
Mendapati jawabanku itu, terlihat ekspresi keterkejutan di wajah ambu
“ sepertinya kejadian menghilangnya ita ini, bukanlah sebuah kejadian biasa tang…ambu takut akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa ita, atau bisa juga menimpa keluarga kita….” ucap ambu dan berbalas dengan keterdiamanku
“ nanti….di saat abah kamu pulang, ambu akan menceritakan semua kejadian ini kepada abah, semoga saja, abah kamu dapat memberikan solusi yang pada akhirnya akan dapat mengembalikan rasa aman di keluarga kita ini…”
Detik waktu yang terus berjalan, tanpa terasa mengantarkan waktu menuju pukul setengah satu malam, rasa kekhawatiranku yang begitu tinggi atas kemungkinan terjadinya kembali kejadian ghaib di rumah ini, kini telah membuatku merasa sulit untuk memejamkan mata ini, untuk sesekali aku arahkan pandangan mata ini ke arah jendela kamar yang memang aku sengajakan dalam posisi terbuka lebar, curah hujan yang kini sudah terhenti, menyisakan hawa dingin yang membuatku meringkukkan tubuh ini di bawah balutan kain sarung yang aku gunakan sebagai selimut
…tok…tok…tok…
“ abah…?” tanyaku dalam hati begitu mendengar suara ketukan pada pintu rumah, keinginanku yang hendak beranjak dari tempat tidur guna membuka pintu rumah, terpaksa aku urungkan begitu mendengar suara ambu yang telah keluar dari dalam kamar ita, sepertinya saat ini, ambu telah mendengar juga suara ketukan pada pintu rumah
“ ada urusan apa sih bah, pulangnya kok sampai selarut malam ini….?”
“ biasa mbu…apalagi kalau bukan urusan warga kampung….ada apa mbu, sepertinya ada sesuatu yang mau ambu bicarakan ya…?”
Selepas dari perkataan abah, ambu mulai menceritakan kepada abah tentang kejadian yang telah dialami ita dan juga kejadian aneh yang ambu dan aku alami
“ menurut abah, apa yang telah ambu dan atang alami, adalah sebuah kejadian yang lumrah….jangan kalian menghubungkannya dengan kejadian yang telah menimpa ita….”
“ tapi bah….”
“ sudahlah mbu….kita sebagai orang tua, sudah seharusnya bersikap tenang, jangan menimbulkan kepanikan….…”
Untuk beberapa saat lamanya, abah dan ambu menghentikan perbincangannya, dan hal ini telah memancing rasa penasaranku atas kemungkinan abah dan ambu berselisih paham akibat membahas kejadian ghaib yang telah aku dan ambu alami
“ sebaiknya aku keluar kamar saja…siapa tahu kehadiranku di luar sana akan membuat mereka malu untuk bertengkar…” gumamku seraya beranjak turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju ke pintu kamar
“ bagaimana keadaan ita sekarang…apakah sudah siuman…?”
Pergerakan dari tanganku yang hendak memutar gagang pintu kamar, kini terhenti begitu mendengar kalimat pertanyaan yang terucap dari mulut abah
“ sudah bah….hanya saja sekarang ita sedang tidur, mungkin ita masih trauma dengan kejadian yang telah di alaminya…”
“ mbu….”
Entah apa yang melatarbelakangi abah menghentikan perkataanya, hanya saja saat ini aku berpikir, bahwa ada sesuatu yang penting yang hendak dibicarakan abah kepada ambu
“ ada apa bah…?”
“ mengenai tanah milik kita yang berada di kampung sebelah dan juga yang kita tempati sekarang ini, abah berencana untuk menggadaikannya…karena…”
“ ya ampun bah…apa abah enggak salah bicara…?” tanya ambu memotong perkataan abah, untuk sejenak abah terdiam, hingga akhirnya setelah keterdiamannya itu abah memberikan jawaban tentang kesungguhannya untuk menggadaikan tanah yang kami miliki ini
“ kalau memang itu sudah menjadi keputusan abah, ambu enggak bisa berkata apa apa lagi, hanya saja ambu membutuhkan jawaban jujur dari abah, memangnya tanah milik kita ini akan abah gadaikan untuk keperluan apa….?”
“ jangan terlalu jauh menanyakan hal itu mbu….ambu harus ingat, kepemilikan semua tanah ini adalah hasil jerih payah abah, dan abah berhak untuk menggadaikannya atau menjualnya…..”
Mendapati jawaban abah tersebut, untuk beberapa saat lamanya ambu terdiam, entah apa yang tengah dirasakan oleh ambu saat ini begitu mendapati jawaban abah yang terkesan sangat arogan itu, tapi yang pasti, saat ini aku merasakan rasa sedih sekaligus merasakan rasa marah melihat tingkah laku abah yang tidak seperti biasanya ini
“ memang tanah milik kita ini adalah hasil jerih payah abah…tapi abah harus ingat, walaupun peristiwa kecelakaan yang ambu alami telah merenggut ingatan ambu akan masa lalu ambu, namun ambu masih bisa mengingat masa masa awal pernikahan kita, dimana di saat itu…abah telah melakukan kesalahan yang patal, apakah abah ingat…abah bisa membeli tanah di kampung tetangga itu karena abah telah menjual tanah yang bukan milik kita secara diam diam….”
“ sudah berani lancang kamu mbu….jaga perkataan kamu itu…!”
Seiring dengan ucapan abah yang terdengar meninggi, aku bisa mendengar suara deritan dari kursi yang sepertinya telah dihempaskan oleh abah dengan cara mendorongnya, mendapati hal itu, keinginanku yang ingin melerai pertengkaran antara abah dan ambu, seperti terbelenggu oleh prilaku sopan santunku yang memang sudah diajarkan sedari kecil untuk tidak berlaku kurang ajar terhadap orang tua
“ jangan melawan mbu….jangan melawan…ikuti perkataan abah….”
Untuk beberapa saat lamanya, aku hanya bisa terdiam, menanti pertengkaran antara abah dan ambu terhenti, hingga akhirnya seiring dengan tidak terdengarnya lagi suara perbincangan antara abah dan ambu, aku memutuskan untuk membuka pintu kamar guna melihat keadaan di luar kamar
“ aku yakin…abah enggak akan melakukan sesuatu yang buruk kepada ambu….”
Keberadaan dari tatapan mataku yang semula masih terpaku dalam memandang ke arah kamar yang di tempati oleh abah dan ambu, secara perlahan mulai teralihkan, begitu aku mengingat akan kondisi ita saat ini
“ kalau memang malam ini, ambu enggak bisa menemani ita…sebaiknya aku saja yang menemani…”
Selepas dari keputusan itu, aku segera memasuki kamar ita, nampak terlihat keberadaan ita yang masih terbaring lemah di atas tempat tidur, hanya saja kondisi ita saat ini sepertinya sudah tersadar, hal ini diperlihatkan dengan terdengarnya suara isak tangis ita diantara kedua bola matanya yang masih terpejam
“ ta….” gumamku seraya mengambil posisi duduk di sisi ita, saat ini aku bisa melihat secara jelas butiran air mata yang mulai mengalir keluar dari kedua kelopak mata ita
“ alhamdulillah kamu sudah sadar ta….tapi mengapa kamu menangis….?”
Tanpa aku sadari, sepertinya pertanyaan bodoh yang terucap dari mulutku ini, telah membuat suara isak tangis ita terdengar semakin jelas, dan hal ini jelas menimbulkan rasa penyesalan dihatiku karena telah melontarkan sebuah pertanyaan tanpa mempertimbangkan akan kondisi kejiwaan ita saat ini
“ maaf ta…akang enggak bermaksud…”
“ ita belum mau mati kang…ita takut…..……”
“ kamu ini bicara apa sih ta….?”
Dengan tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab pertanyaanku itu, ita hanya menggelengkan kepalanya dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa penyesalannya