“ cepat tang….….!” teriak ambu seraya memberikan isyarat agar aku mengikatkan tambang pada pergelangan tangan ita
“ tapi mbu….”
“ astaga tang…cepat…!”
Selepas dari perkataan ambu tersebut, aku langsung mengikat pergelangan tangan ita dengan menggunakan salah satu bagian ujung tambang, dan setelah itu, aku langsung mengikatkan ujung tambang lainnya pada kayu yang berada di sisi tempat tidur, dan hal ini, aku lakukan juga pada tangan ita yang saat ini tengah di pegangi oleh ambu
“ mbu….” gumamku begitu telah selesai mengikat tangan ita dan mendapati ita yang terus menggerakan tubuhnya secara tidak beraturan, untuk sesekali kedua kakinya terlihat menghentak secara kasar ke arah kasur tempat tidur
“ annnjiinggg koootoor…aakkaan tiibaa saatnyaaaa…aakkaan tibaa saatnyaaa….”
Tanpa mengerti akan maksud dari perkataan ita tersebut, aku dan ambu hanya bisa menatap ita dengan sebuah pengharapan akan adanya perubahan yang baik atas kondisi ita saat ini, hingga akhirnya seiring dengan waktu yang terus berjalan, perubahan yang baik itu akhirnya datang, kini selepas dari suara jeritannya yang melengking tinggi, ita memejamkan matanya layaknya seseorang yang tengah tertidur pulas
“ tang…sebaiknya kamu lapisi pergelangan tangan ita dengan kain lap….ambu khawatir, kulit tangan ita akan terluka karena pergesekan dengan tali tambang….” pinta ambu begitu mendapati kulit di bagian pergelangan tangan ita yang memerah akibat pergesekan dengan tali tambang, mendapati perintah ambu tersebut, aku segera mencari kain lap berupa pakaian bekas yang biasa di pergunakan oleh ambu untuk membersihkan rumah, hingga akhirnya setelah aku mendapatkan kain lap, aku langsung membagi kain lap tersebut menjadi dua bagian, lalu menjadikannya sebagai lapisan yang membatasi antara kulit pergelangan tangan ita dengan tali tambang
“ ya tuhan…ini benar benar sudah enggak normal…” gumamku dalam rasa mual akibat dari begitu menyengatnya aroma kotoran manusia di dalam ruangan kamar ita
“ kamu enggak kenapa napa tang….?”
Mendapati pertanyaan ambu tersebut, aku kini memilih untuk meninggalkan kamar ita lalu keluar dari dalam rumah, hingga akhirnya sesampainya aku di luar rumah, tanpa bisa untuk menahannya lagi, aku langsung memuntahkan isi perutku ini untuk mengurangi rasa mual yang saat ini tengah aku rasakan
“ gilaa…ini gilaaa…bagaimana mungkin ita memakan kotorannya sendiri….….”
Imajinasi liarku dalam membayangkan semuanya itu, telah membuatku kembali memuntahkan isi perutku yang tersisa, dan tanpa aku sadari, keberadaan ambu yang kini telah berdiri di pintu rumah dengan turut serta membawa sebuah lampu semprong di tangannya, mengantarkan perkataannya yang melarang aku untuk memasuki kamar ita, hal ini dikarenakan ambu hendak membersihkan kamar ita
Hampir setengah jam lamanya, aku berada di halaman rumah, udara segar yang kini terhirup masuk ke dalam paru paruku, sedikit banyak telah membantuku untuk menghilangkan rasa mual yang masih sedikit aku rasakan
“ sebenarnya abah kemana ya….” gumamku seraya menyalakan sebuah obor untuk menerangi halaman rumah, dan tidak berselang lama setelah gumamanku itu, terdengar suara teriakan ambu yang meminta agar aku masuk ke dalam rumah
“ abah kok belum pulang juga ya mbu…?”
Pertanyaan yang terucap dari mulutku ini, mengiringi keberadaanku yang kini telah memasuki kamar ita, saat ini, aku sama sekali sudah tidak melihat lagi adanya kotoran manusia yang mengotori ruangan kamar, sedangkan di sisi yang lain, tubuh ita yang pada saat sebelumnya terkotori oleh kotorannya sendiri, saat ini terlihat sudah bersih, bahkan ambu telah mengganti pakaian yang sebelumnya dikenakan oleh ita dengan balutan kain sarung
“ entahlah tang….mungkin abah kamu pulang agak malaman….” jawab ambu seraya membuat simpul ikatan di bagian dada pada kain sarung yang tengah dikenakan oleh ita
“ tadi itu…ambu terpaksa menggunting pakaian ita untuk melepaskan dari tubuhnya…terlalu beresiko jika ambu melepaskan ikatan tangannya, jadi untuk sementara waktu….biarkan ita mengenakan kain sarung ini….”
Beban berat yang ambu rasakan, kini sedikit terlepaskan seiring dengan helaan nafasnya yang begitu dalam
“ tadi itu atang sangat yakin mbu….atang telah melihat sosok perempuan tua seperti apa yang telah dilihat oleh mang ayip….”
“ ambu percaya dengan omongan kamu itu tang….karena tadi, ambu juga sudah mendengar sendiri ita berbicara layaknya seorang perempuan tua….”
Ada rasa bahagia yang aku rasakan begitu mendengar perkataan ambu yang sama sekali tidak menyanggah perkataanku itu, dan hal ini bisa menjadi titik awal yang baik bagiku untuk memberikan saran kepada ambu, agar ambu mengizinkanku untuk meminta bantuan kepada warga kampung dalam menyelesaikan permasalahan ita ini
“ apakah ini artinya ambu mengizinkan atang untuk meminta bantuan kepada warga kampung….?”
“ astaga tang…lagi lagi kamu menanyakan hal ini…walaupun saat ini ambu yakin adanya ulah mahluk ghaib yang menyebabkan ita menjadi seperti ini, ambu tetap harus mentaati keputusan abah….ambu enggak ingin salah langkah tang….….”
“ enggak akan salah langkah mbu…percayalah itu merupa….”
“ jangan memaksa ambu untuk melakukan sesuatu yang enggak ingin ambu lakukan tang….” ujar ambu memotong perkataanku, dan selepas dari perkataannya itu, untuk sejenak ambu terdiam, ekspresi wajahnya menunjukan bahwa pada saat ini ambu tengah memikirkan sesuatu yang terhubung dengan topik pembicaraan ini
“ ambu sudah sangat mengenal sekali tabiat abah kamu itu tang…jika abah kamu telah memutuskan sesuatu, jangan pernah kamu berpikiran untuk membantahnya, untuk sementara waktu ini, sebaiknya kita turuti dulu keputusan abah kamu itu…tapi jika dalam waktu satu atau dua hari ke depan, ita masih belum juga menunjukan perubahan…ambu akan kembali membicarakan hal ini kepada abah, dan semoga saja abah kamu dapat memberikan jalan keluar terbaik dari permasalahan ini….”
Perkataan yang terucap dari mulut ambu, kini menjadi akhir dari perbincangan antara aku dan ambu malam ini, dan kini seiring dengan malam yang beranjak semakin larut, aku memutuskan untuk menjaga ita sekaligus menanti kepulangan abah, namun sepertinya penantianku akan kepulangan abah malam ini, semakin terasa memudar seiring dengan terdengarnya kumandang azan subuh yang menandakan hari telah beranjak pagi
“ lebih baik sebelum sholat subuh…enggak ada salahnya jika aku memeriksa kembali mesin genset….yaa siapa tahu semalam itu memang ada yang terlewat untuk aku periksa….”
Dengan penerangan seadanya dari beberapa lampu semprong yang menyala di dalam rumah, langkah kakiku yang saat ini tengah berjalan ke arah pintu rumah, terpaksa aku hentikan begitu mendapati lampu rumah yang kembali menyala
“ ini aneh…benar benar aneh….” gumamku dengan pandangan menatap ke arah lampu rumah, hingga akhirnya setelah beberapa saat lamanya aku terdiam dengan pikiran yang menduga duga akan kemungkinan terjadinya kejadian ghaib lainnya setelah menyalanya lampu rumah, aku melihat ambu keluar dari dalam kamarnya, ekspresi wajahnya terlihat bingung begitu mendapati aku yang tengah terpaku dengan pandangan menatap ke arah lampu rumah
“ kamu sedang apa tang….?”
“ enggak sedang apa apa mbu…tadi atang baru saja membetulkan mesin genset….”
“ pasti kamu enggak tidur ya tang….?”
“ iya mbu…yaa sudah mbu…atang mau sholat subuh dulu…” jawabku seraya beranjak pergi meninggalkan ambu
Uap panas yang keluar dari sajian sarapan pagi yang telah di hidangkan oleh ambu di meja makan, terlihat menari nari di udara mengikuti arah hembusan angin, rasa lapar yang aku rasakan semenjak tadi malam, kini telah membuatku begitu lahap dalam menyantap menu sarapan pagiku
“ abah belum pulang juga ya tang….?”
Dalam ekspresi wajah yang menunjukan rasa keresahannya, ambu mengambil posisi duduk tepat di hadapanku
“ iya nih mbu…enggak seperti biasanya abah seperti ini….” ujarku seraya mereguk air teh hangat dari dalam gelas
“ semoga saja, hari ini abah kamu pulang tang….. ambu yakin di saat abah kamu pulang nanti, keputusan abah kamu itu pasti akan berubah begitu mengetahui kondisi ita saat ini…”
“ ya semoga saja mbu….karena atang khawatir, jika kita terlalu lama membiarkan kondisi ita seperti ini, atang yakin kondisi ita akan semakin memburuk….” ujarku seraya beranjak bangun dari kursi makan yang tengah aku duduki
“ kamu mau kemana tang….?”
“ atang mau membuka warung dulu mbu….”
“ sebaiknya kamu istirahat saja tang…dari kemarin itu kamu sudah kurang beristirahat…jangan memaksakan diri untuk membuka warung…”
“ atang belum begitu merasa mengantuk mbu….mungkin hari ini, atang akan membuka warung setengah hari, dan setelah itu atang akan beristirahat…..”
Selepas dari perkataanku itu, ambu berjalan pergi meninggalkan meja makan lalu memasuki kamar ita, mendapati hal itu, aku pun segera melangkahkan kaki ini keluar dari dalam rumah, lalu membuka warung, namun tidak seperti hari biasanya, aku merasakan pembeli pada hari ini sedikit menurun, karena dalam kurun waktu satu jam lamanya setelah aku membuka warung, tidak ada satupun warga kampung yang datang berkunjung untuk berbelanja, hingga akhirnya di saat rasa mengantuk mulai menghinggapi diriku, beberapa warga kampung yang biasa berbelanja di warungku ini datang berkunjung, termasuk juga mang ayip, namun kini belum sempat aku menanyakan kepada mereka atas apa yang akan mereka beli hari ini, para warga kampung itu termasuk juga mang ayip, memberitahukanku akan suatu hal yang terhubung dengan barang belanjaan yang telah mereka beli
“ ahh yang benar ceu…? masa iya sih minyak sayur itu berbau busuk, bukankah pada saat membelinya di sini, kondisi minyak sayur itu enggak berbau busuk seperti itu….?”
“ benar kang…masa iya sih saya berbohong….kalau saja minyak sayur itu enggak saya buang, mungkin hari ini saya akan menunjukannya kepada kang atang….”
“ nah…itu juga yang saya alami kang…padahal sewaktu saya membeli telur di warung ini, kang atang sendiri yang sudah memilihkannya…tapi saat saya mau menggorengnya…telur telur itu kok jadi busuk semuanya ya kang…” ujar mang ayip dengan ekspresi keseriusannya
“ wahh…kalau begitu sama dong…malah mungkin ini lebih aneh lagi, kang atang ingat dengan sabun cuci yang saya beli kemarin…?” tanya seorang warga kampung lainnya dan berbalas dengan anggukan kepalaku
“ sabun cuci itu baunya seperti kotoran manusia kang….gara gara itu, saya harus mencuci pakaian kembali…”
Rasanya sangat tidak mungkin, jika saat ini para warga kampung yang datang berkunjung ke warungku ini berniat untuk menipuku guna meraup keuntungan, dan kini begitu mendapati keluhan para warga kampung tersebut, aku berinisiatif untuk mengganti barang belanjaan yang telah mereka beli, walaupun hal itu sudah pasti akan membuatku merugi
“ maaf sebentar….coba kalian lihat ini….” ujarku sebelum aku memasukan barang barang belanjaan yang hendak aku ganti ke dalam kantong plastik, dan kini diantara wajah wajah yang memandangku dengan penuh rasa penasaran atas apa yang akan aku lakukan, aku memecahkan sebutir telur lalu memperlihatkannya kepada mang ayip, dan hal itu aku lakukan juga terhadap barang barang belanjaan yang saat ini hendak aku ganti, semuanya itu aku lakukan agar mereka bisa memastikan bahwa barang barang belanjaan yang saat ini aku ganti masih dalam keadaan layak untuk digunakan
“ baiklah kang atang…terima kasih…kami sama sekali enggak bermaksud untuk membuat kang atang rugi…”
Aku hanya mengembangkan senyum seraya mengatakan bahwa apa yang aku lakukan itu adalah sebagai bentuk tanggung jawabku sebagai penjual apabila ada yang merasa dirugikan ketika membeli barang belanjaan di warungku, mendapati jawabanku itu, akhirnya para warga kampung itu, satu persatu mulai beranjak pergi meninggalkan warung
“ mang…!” tegurku begitu melihat mang ayip yang hendak meninggalkan warung, mendapati panggilanku itu, mang ayip menghentikan langkah kakinya, lalu berjalan menghampiriku
“ ada sesuatu yang ingin atang tanyakan mang…”
“ pasti tentang perempuan tua menyeramkan itu ya…?” tanya mang ayip menduga duga
“ lebih tepatnya mang…atang mau menanyakan tentang ritual sesajian itu, apakah mang ayip mengetahui tentang tata cara pelaksanaannya dan apa saja yang harus atang persiapkan…..”
Untuk sejenak mang ayip terdiam, sepertinya saat ini mang ayip tengah mengingat ingat kembali sesuatu yang terhubung dengan ritual sesajian
“maaf kang….kalau saya boleh tahu, kang atang melakukan ritual sesajian ini karena alasan apa…?”