SANTET – Dendam Berakhir Petaka episode 8

Chapter 8

“ sudah ta…sebaiknya sekarang kamu istirahat saja…tenangkan pikiran dan emosi kamu……jangan berpikir yang enggak enggak…” ujarku berusaha untuk memberikan rasa tenang kepada ita, sejujurnya saat ini, akupun merasa takut dengan situasi yang ada sekarang ini, ditambah lagi aku baru saja mengalami kejadian yang bisa dikatakan berhubungan dengan sesuatu yang ghaib, tapi melihat kondisi ita saat ini, sepertinya tidak ada pilihan lain bagiku selain aku harus melawan rasa takutku demi memberikan jaminan rasa aman kepada ita

Cukup lama juga ita terjebak dalam kegelisahannya, hingga akhirnya selepas ita yang mulai tertidur, aku memutuskan untuk menggelar tikar di lantai, lalu merebahkan tubuh ini diantara kekalutan pikiranku akibat berbagai macam kejadian janggal yang telah aku alami hari ini

“ ya tuhan…apa sebenarnya yang telah terjadi….mengapa setelah kejadian menghilangnya ita, berbagai macam kejadian janggal mulai bermunculan di rumah ini, termasuk perubahan sikap dan tingkah laku abah malam ini…..”

Ketiadaan jawaban yang bisa menjawab semua pertanyaanku itu, sepertinya kini telah membuatku terpaku dalam lamunan, hingga akhirnya seiring dengan detik waktu yang terus berjalan, rasa mengantuk yang aku rasakan secara perlahan mulai mengantarkanku dalam buaian mimpi, namun semuanya itu hanya berlangsung sekejap, kini aku kembali terjaga begitu merasakan adanya perubahan suhu udara di dalam kamar ita

“ aneh…dinginnya ini kok enggak seperti biasanya sih…” gumamku seraya melayangkan pandangan mata ini ke arah langit langit kamar, nuansa keheningan yang tercipta diantara suhu udara di dalam ruangan kamar yang terasa begitu dingin, kini terusik oleh suara rintihan ita yang mengisyaratkan rasa ketakutannya yang mendalam, entah apa yang tengah diimpikan oleh ita saat ini, namun yang pasti, di saat posisiku kini telah berdiri tepat di sisi tempat tidur ita, keinginanku yang ingin membangunkan ita guna mengeluarkan ita dari mimpi buruknya, telah berbuah dengan rasa keterkejutanku, karena secara tiba tiba ita membuka pejaman matanya lalu menjerit layaknya seseorang yang tengah dikejutkan oleh sesuatu

“ astagfirullah ta….!”

Tanpa berani menggerakan tangan ini untuk menyentuh tubuh ita, aku memilih untuk melangkah mundur ke belakang, karena aku merasa ada sesuatu yang janggal dengan tingkah laku ita saat ini, ekpresi wajah ketakutan yang begitu tergambar jelas di wajah ita sewaktu ita tertidur tadi, kini sudah tidak terlihat lagi, yang nampak saat ini adalah ekspresi wajah ita yang penuh dengan kemarahan lengkap dengan kedua sorot matanya yang begitu tajam dalam memandangku, seakan akan tengah menebarkan ancamannya

“ …akuu hadirrr…demi jiwa jiwa yang akan aku rengguttt….”

Mendengar perkataan ita tersebut, degup jantungku seperti berpacu dengan rasa ketakutanku yang kini seperti mematikan aliran darahku, bagaimana mungkin ita yang sebelumnya tengah berada dalam kondisi yang belum stabil, kini berceloteh layaknya seorang perempuan tua dengan suaranya yang berat dan parau, hingga akhirnya selang beberapa saat setelah perkataannya itu, ita kembali memejamkan matanya, dan di saat itulah aku seperti mendengar adanya suara langkah kaki yang berjalan secara perlahan dengan diiringi oleh suara ketukan kayu pada lantai rumah, dan semuanya itu terdengar dari arah luar ruangan kamar

“ sialll…ini benar benar gila…apakah mungkin seseorang yang tengah berjalan di luar sana adalah perwujudan dari sosok nperempuan tua yang tadi sempat berbicara melalui mulut ita….”

Ingin rasanya saat ini aku berteriak memanggil ambu dan juga abah guna mengeluarkan aku dari situasi yang menakutkan ini, tapi keteringatanku pada pembicaraan antara ambu dan abah yang pada akhirnya menghasilkan sebuah pertengkaran hebat, sepertinya telah membuatku berpikir ulang untuk melakukan hal itu, dan pada akhirnya kini aku mengambil keputusan untuk mengalahkan rasa takut yang tengah aku rasakan ini dengan cara memberanikan diri untuk keluar dari dalam kamar guna memastikan apakah suara langkah kaki serta suara ketukan kayu yang telah aku dengar itu memang nyata adanya

Selepas dari aku yang telah membuka pintu kamar dan berjalan keluar dari dalam kamar, untuk sesaat lamanya, aku hanya bisa berdiri terpaku diantara keheningan yang menyelimuti hampir seluruh bagian ruangan di dalam rumah, suhu udara yang terasa begitu dingin, kini seperti mematikan indera perasaanku untuk merasakan bahwa ada sesuatu yang memang telah hadir di rumah ini, dan tengah tersamar diantara ruang demi ruang yang terselimuti oleh keheningan

.…jangan tang….jangan melakukan suatu tindakan yang bodoh…lebih baik sekarang, kamu masuk kembali ke dalam kamar dan menemani ita yang tengah dalam kondisi enggak stabil…….

Bisikan demi bisikan yang terhembus dari kata hatiku yang paling dalam, kini membimbing pergerakanku untuk mengambil sebuah kursi yang berada di ruang makan lalu membawanya masuk ke dalam kamar, dan kini diantara keberadaan pintu kamar yang telah kembali aku tutup, aku menempatkan kursi tersebut di sisi tempat tidur ita lalu mendudukinya

“ ta…apa sebenarnya yang telah kamu lakukan di hutan kecil perbukitan itu…karena sangatlah enggak mungkin, semua kejadian janggal yang terjadi di rumah ini, terjadi begitu saja tanpa ada penyebabnya….” ujarku dalam hati dengan pandangan menatap ke arah wajah ita

Keesokan paginya, seiring dengan terdengarnya kumandang azan subuh, aku yang seharusnya tetap terjaga dalam menemani ita, kini mulai terbangun dari tidur lelapku begitu merasakan keberadaan tangan seseorang yang tengah menepuk nepuk bahuku

“ ambu….” tegurku begitu melihat keberadaan ambu yang tengah berdiri di sisi kursi yang tengah aku duduki

“ kamu kok tidur di kursi tang…ayo cepat bangun, sholat subuh dulu, nanti selepas sholat subuh, kamu lanjutkan lagi tidur kamu di kamar….”

Diantara senyuman yang mengembang di wajah ambu, ekspresi wajah ambu saat ini sepertinya mengisyaratkan bahwa saat ini ambu tengah kembali merasakan rasa sakit pada bagian kepalanya

“ sakit kepalanya kambuh lagi mbu…?”

“ iya tang….mungkin semalam ambu agak telat tidur…sudah sebaiknya kamu sholat subuh dulu….biarkan adik kamu beristirahat…”

Selepas dari jawabannya itu, ambu melangkah pergi meninggalkan kamar, dan kini diantara keinginanku yang ingin bertanya lebih banyak lagi kepada ambu mengenai pembicaraan antara abah dan ambu yang telah aku curi dengar semalam, sepertinya terbentur oleh kewajibanku untuk melaksanakan sholat subuh, hingga akhirnya setelah aku melaksanakan sholat subuh, tanpa berkeinginan untuk menunda nunda lagi, aku segera menghampiri ambu guna menanyakan akan kebenaran dari apa yang telah aku dengar semalam

“ kamu ini bicara apa sih tang, ambu sama sekali enggak pernah mengatakan hal seperti itu….”

Entah saat ini ambu tengah berbohong atau tidak, tapi dari ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh ambu, sepertinya saat ini ambu merasa bahwa apa yang telah diucapkannya itu bukanlah sebuah kebohongan

“ tapi mbu….”

“ cukup tang….jangan diteruskan lagi perkataan kamu itu…sekali lagi ambu tegaskan, ambu enggak pernah mengatakan bahwa abah kamu dulu pernah menjual tanah yang bukan miliknya, semalam itu ambu dan abah hanya membicarakan tentang kemungkinan abah menggadaikan tanah milik kita ini karena ada keperluan yang mendesak…”

Mendapati perkataan ambu tersebut, rasanya bukanlah hal yang bijak jika saat ini aku tetap memaksakan diri untuk membantah perkataan ambu, jadi dengan sangat terpaksa aku memutuskan untuk mengalihkan topik pembicaraan saat ini ke arah topik pembicaraan yang lain, namun masih tetap terhubung dengan topik pembicaraan antara abah dan ambu semalam

“ memangnya abah mempunyai keperluan apa mbu, kok mendadak sekali…padahal belum lama ini abah pernah mengatakan kepada atang, keinginannya yang hendak mengurus surat surat tanah, karena abah ingin membagikannya dalam waktu dekat ini….”

“ sepertinya terpaksa abah batalkan tang….”

“ abah…” tegurku diantara rasa keterkejutanku karena mendapati abah yang tengah berdiri tepat di belakang kursi yang tengah aku duduki, entah sudah berapa lama abah berdiri disana, tapi yang pasti, perkataan abah tersebut, kini telah memancing rasa keingintahuanku atas alasan abah yang dalam tempo sesingkat ini, membatalkan rencana awalnya untuk membagikan tanah yang dimilikinya kepada aku dan ita

“ lebih baik, untuk sementara waktu ini, kamu lupakan dulu keinginan kamu untuk memiliki tanah, karena abah sedang mempunyai rencana yang lain…” ujar abah seraya mengambil posisi duduk di sisi ambu

“ loh…atang enggak pernah mempunyai keinginan seperti itu bah…bukankah pada waktu itu, abah sendiri yang pernah mengatakannya….” bantahku dalam rasa kesal

“ benar tang…abah memang pernah mengatakan seperti itu, tapi untuk saat ini, abah meralat kembali perkataan abah itu….”

Selepas dari perkataannya itu, abah mengarahkan tatapan matanya ke arah pintu kamar ita

“ bagaimana dengan kondisi adik kamu tang…apakah sudah lebih baik…?”

Rasa kesal yang masih aku rasakan akibat dari perkataan abah yang terkesan menuduhku ingin menguasai tanah ini, kini telah membuat mulutku ini terasa sulit untuk mengucapkan kata kata, hingga akhirnya seiring dengan anggukan kepala yang aku berikan untuk menjawab pertanyaan abah tersebut, dengan tanpa berkata apa apa lagi, abah langsung berjalan memasuki kamar ita, namun belum beberapa lama abah berada di dalam kamar ita, terdengar suara isak tangis ita yang diiringi dengan kalimat makian yang terucap secara bertubu tubi dari mulutnya, entah apa yang telah melatarbelakangi ita melakukan hal itu, namun yang pasti, begitu aku dan ambu mendapati hal tersebut, aku dan ambu segera bergegas memasuki kamar ita, guna memastikan atas apa yang sebenarnya yang telah terjadi di dalam kamar, dan alangkah terkejutnya aku dan ambu begitu mendapati keberadaan abah yang tengah berupaya keras meredam amukan ita dengan cara memeluk tubuhnya

“ ita…! kamu kenapa ta…!”

Dalam ekspresi kepanikannya, ambu segera membantu abah untuk menenangkan ita, hampir beberapa kali terlihat ita mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan abah

“ kok kamu malah diam saja tang…cepat bantu abah….!” tegur abah yang sepertinya mulai merasa kewalahan dalam menahan pergerakan ita, namun kini belum sempat aku bergerak untuk membantu abah, terlihat ita mengarahkan gigitannya ke tangan abah, dan hal itu telah membuat abah berteriak keras seraya melepaskan pelukannya pada tubuh ita

“ “ pergiii…! cepat tinggalkan kamar ini….dasar lelaki tua enggak tahu malu….”

Seiring dengan perkataannya itu, sorot mata ita terlihat begitu tajam dalam memandang abah, jari tangannya tertunjuk ke arah abah sebagai isyarat agar abah meninggalkan kamar, mendapati hal itu, aku benar benar terkejut, karena aku tidak menduga, ita akan berlaku sekasar itu kepada abah, walaupun saat ini aku memang merasa kesal terhadap abah, tapi rasanya, aku tidak akan sanggup untuk mengucapkan perkataan sekasar itu kepada abah

“ istigfar ta…istigfar…” ujar ambu mencoba untuk meredakan kemarahan ita, keberadaan jari tangan ita yang tengah menunjuk ke arah abah, kini berusaha untuk diturunkannya

“ anak kurang ajar….! setan apa yang telah menguasai kamu itu….andai kamu itu bukan anak abah…”

Tubuh abah terlihat bergetar hebat diantara perkataannya yang kini terhenti, tatapan matanya memandang ke arah ita dengan penuh kemarahan, hingga akhirnya setelah beberapa saat lamanya abah terdiam dalam rasa amarahnya, kini abah memilih untuk keluar dari dalam kamar, dan entah apa yang akan dilakukannya

“ ta…kamu ini kenapa…sadar ta…sadar…itu abah kita…”

Selepas dari perkataanku itu, keberadaan tubuh ita yang masih berada di pelukan ambu, nampak terkulai lemas, sepertinya ledakan emosi yang telah dilepaskannya tadi, telah membuat energi ita yang masih belum sepenuhnya stabil, kini habis terkuras, mendapati hal itu, dengan sigap, aku segera memapah tubuh ita ke tempat tidur lalu merebahkannya

“ ta…istigfar ta…istigfar…kamu enggak pantas memaki abah seperti itu….”

“ dia bajingannnn…dia lelaki tua binatang…..!” racau ita dengan suaranya yang terdengar semakin lemah, hingga akhirnya berganti dengan suara isak tangisnya

“ mbu…bagaimana ini…ita kenapa…?”

“ ambu enggak tahu tang…apa mungkin ya tang…ita kerasukan…”

Dan kini diantara keterdiaman aku dan ambu yang tengah memandangi wajah ita yang terlihat begitu pucat, keberadaan abah yang telah berada tepat di pintu kamar, mengantarkan perkataan abah yang meminta, agar untuk sementara waktu ini, ita tidak diperbolehkan untuk keluar dari dalam rumah

“ bah…apa enggak salah abah bicara seperti itu, atang enggak setuju bah….karena atang menganggap, apa yang telah terjadi hari ini, enggak lebih hanyalah akibat dari kondisi kejiwaan ita yang belum stabil setelah kejadian buruk yang dialaminya…tolong abah jangan terlalu berlebihan…”

Ekspresi wajah abah terlihat menampakan rasa ketidaksukaannya atas perkataanku itu, dan ambu yang sepertinya sudah mengerti akan tabiat abah, mencoba menahanku untuk tidak berkata kata lebih banyak lagi

“ abah enggak butuh persetujuan kamu tang….selama kalian masih tinggal bersama abah, kalian harus mengikuti aturan yang abah buat….”

“ mengikuti aturan abah….? walaupun aturan abah itu enggak benar…?”

“ tang…!” lerai ambu seraya menghampiri abah, lalu membujuk abah untuk pergi meninggalkan kamar

“ enggak benar itu menurut pandangan kamu saja tang….apakah kamu tahu ita telah mengalami kejadian apa…?, dan jawabannya pasti kamu enggak tahu, menurut abah bisa jadi kejadian yang telah dialami oleh ita di latar belakangi oleh faktor kejiwaannya, dan abah enggak ingin kalau orang lain sampai mengetahuinya…”

“ ya tuhannn…apa sebenarnya yang ada di pikiran abah, kok bisa bisanya abah mempunyai pikiran seperti itu, kalau memang apa yang dialami oleh ita itu adalah karena faktor kejiwaannya, seharusnya ita sudah menunjukan tanda tandanya dari dulu, tapi kenyataan yang ada sekarang ini, ita menjadi seperti ini setelah ita mengalami kejadian yang mungkin membuatnya trauma…” gumamku dalam hati seraya memandang kepergian abah dan ambu meninggalkan kamar


SANTET – Dendam Berakhir Petaka

SANTET – Dendam Berakhir Petaka

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Enggan rasanya bagiku untuk menceritakan aib yang teramat kelam ini, namun di saat malam mulai menancapkan sisi kegelapannya dan di saat keheningan malam mulai menghadirkan suara suara tanpa raga yang silih berganti membisikan kisah kisah yang teramat sulit untuk aku terima dengan logika ini, aku hanya bisa terpaku dalam bisu dan membiarkan goresan tanganku ini mewakili jeritan hati dari suara suara tanpa raga itu…“ apakah mereka yang telah melakukan ini mbu….?” tanyaku kepada ambu diantara isak tangisnya yang terdengar begitu lirih “ entahlah tang…” “ atang yakin mbu…memang mereka yang melakukannya…”Untuk sesaat aku terdiam, bibirku bergetar hebat, semuanya ini mewakili rasa amarah yang begitu besar dihatiku ini“ atang bersumpah mbu, atang akan membalas semuanya ini….darah yang tertumpah…nyawa yang terenggut…adalah harga yang mereka harus bayar….”Sepenggal percakapan yang kini telah terpatri dalam catatan kehidupanku di dunia ini, kini telah menjadi awal sebuah petaka yang menyeretku pada sebuah pilihan untuk menyelesaikan permasalahan hidupku ini dengan jalan yang kelam…SANTET – Dendam Berakhir Petaka

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset