“Benarkah?” membuka bukunya lagi, dan sampai di halaman terakhir. “um..,” suara ketukan terdengar dari samping kaca mobilnya. Dia terkejut sampai menjatuhkan buku merah itu ke bawah. Yang mengetuk mobilnya adalah salah satu pekerja yang membereskan rumah, Ryan keluar dari mobilnya. “ada apa pak?”
“Ini pak, rumputnya sudah saya bersihkan. Terus soal pohonnya?” Ryan baru menyadari bahwa di halaman rumah ini juga ada sebuah pohon manga yang sudah rimbun, ketika rumput sudah dipotong habis barulah kelihatan wujud pohonnya.
“Ditebang saja pak batang-batang yang sudah meninggi, tapi jangan ditebang habis,” pekerja yang dia beritahu mengerti, lalu Ryan kembali ke dalam mobilnya mencari buku merah yang dia jatuhkan. “mana yah?” mencari ke kolong bangku depan, dia tidak menemukannnya. “perasaan tadi ga jauh dari sini,” masih di bangku tempat dia duduk sekarang tangannya mencoba meraih kolong bangku pengendara. Saat tangannya mulai masuk, dia merasakan tangannya seperti ada yang menarik. “ah!” dia beranjak lalu membuka pintu mobil sebelahnya. Melihat ke arah kolong, dia takut ada sesuatu di sana. Ternyata yang dia lihat adalah buku merahnya. Dia mengambilnya, menyimpannya ke dalam tas. Perasaannya menjadi tidak enak saat membacanya disekitar rumah.
Hampir dua jam berlalu, para pekerja sudah selesai membereskan rumah. Teras yang bersih, lantai yang sudah mengkilap, dinding yang sudah di cat ulang di beberapa bagian. Para pekerja yang merokok beristirahat berkumpul di teras luar, sedangkan sisanya yang tidak duduk-duduk di ruang depan. Lalu Ryan melihat rumahnya yang kini seperti baru, dia melihat semua ruangannya satu-satu begitupun dengan lantai atas. Terutama kamar utama yang didalamnya terdapat furniture bekas pemilik sebelumnya. Dia memasukinya, kamar ini begitu mewah jika bersih seperti ini. Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki dari tangga, sepertinya akan naik ke atas.
Suara itu semakin dekat, hingga terdekat di pintu kamar ini. Ryan langsung membalikan badannya untuk melihat siapa yang datang.
“Iya pak ada apa?” tidak ada siapa-siapa di sana, dia mengira bahwa itu adalah salah satu pekerja. Dia keluar, lalu melihat lagi. Semua tampak kosong, karena penasaran dia turun lalu bertanya kepada pekerja yang sedang berkumpul. “Maaf, tadi ada yang ke atas ga?” para pekerja saling menatap satu sama lain, mereka saling bertanya tetapi tidak ada yang berjalan ke atas.
“Kenapa pak?” salah satu pekerja bertanya kepadanya.
“Oh…engga, tadi kaya ada yang ke atas. Kalau ga ada ya sudah, dilanjut pak makan-makannya,” Ryan mencoba berpikir positif bahwa suara barusan karena terbawa sugesti akibat membaca buku merah barusan.
Malam datang, Ryan mempersiapkan diri untuk bekerja besok. Dia membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja kerjanya. Entah dari mana datangnya, buku merah yang dia simpan di tas kerja sekarang ada di atas meja.
“Lho…, bukannya?” dia mengambilnya, lalu muncul niat untuk membacanya lagi. “buku apa sebenarnya ini,” dia duduk di belakang meja kerjanya. Membuka halaman pertama, ada sebuah kalimat yang dia sudah baca sebelumnya. Lalu membuka halaman setelahnya.
“19 Januari, aku baru berani menuliskannya sekarang. Setelah beberapa hari aku mengalami beberapa kejadian yang aneh. Lebih anehnya lagi, suamiku tidak mengalaminya dan dia malah tidak mempercayaiku. Semenjak hari pertama perasaanku sungguh tidak mengenakan, saat itu aku sedang menikmati teh hangat di balkon rumah. Kemudian aku terasa seperti dilempari batu kecil dari bawah, aku coba tuk melihatnya. Tidak ada siapa-siapa di sana, bahkan aku menggunakan lampu senter dari ponsel. Hasilnya tetap sama. Aku kira semua sudah selesai, tetapi aku masih merasa seperti dilempari sebuah batu. Aku putuskan untuk ke bawah, aku sudah bilang kepada suamiku bahwa aku dilempari namun tanggapannya dingin. Aku keluar rumah, berjalan ke tempat aku bisa melihat balkon dengan jelas. Di sini aku menyenteri halaman rumah, saat aku sedang menyorot,” terdengar suara bantingan dari pintu apartemennya, Ryan yang sedang serius membaca teralihkan perhatiannya. Dia mengecek pintu apartemennya.
Membuka pintu apartemen dan melihat keluar, “Hm…,” dia menutupnya lalu berjalan menuju meja kerjanya. Tetapi dia merasa seperti menginjak sesuatu. Dia melihat ke bawah, “buku ini? bagaiman…,” dia berlari ke arah meja kerjanya. Buku itu tidak berada di sana, pelan-pelan dia keluar. Mengamati buku yang sekarang sudah tergeletak di depan pintu apartemennya. Dia mengambilnya lalu duduk di sofa untuk melanjutkan membacanya.
“saat aku sedang menyorot, terdengar suara anak kecil yang sedang tertawa. Aku menoleh kebelakang, kesamping, aku tidak menemukannya,” tulisan pertama berakhir seperti itu.
Ryan menutup buku merah itu, kini dia sedang berpikir. Jika kejadiannya seperti itu maka kehidupannya nanti tidak akan tenang. Lagipula dia sudah membeli rumah itu, tidak mungkin jika pembelian rumah dibatalkan. Dia teringat akan buku merah itu saat rumah akan dibersihkan. Apalagi buku merah ini cukup tebal, jika terisi semua dengan cerita maka akan banyak lagi kejadian yang aneh. Namun kembali lagi, dia ingin mencoba berpikir positif. Bisa saja apa yang terjadi kepada pemilik sebelumnya tidak terjadi padanya.
Waktu berlalu begitu cepat, Ryan dan pasangannya menikah. Pernikahan berlangsung dengan haru. Setelah menjalani serangkaian bulan madu mereka berdua pindah ke rumah yang sudah dibeli oleh Ryan sebelumnya. Rumah ini masih tampak segar walaupun pembersihan terakhir sudah lama berlalu. Ryan mengisi rumahnya dengan furnitur modern minimalis. Selain itu juga mereka menambah anggota baru penghuni rumah, yaitu seorang asisten rumah tangga yang bernama Sutri. Umurnya baru menginjak kepala empat. Kebetulan tantenya Sutri bekerja di rumah Dian. Mereka menyebutnya dengan panggilan bi Sutri.
Karena mereka berdua bekerja sehingga acara syukuran rumah baru bisa diselenggarakan pada hari minggu. Ryan dan Dian tidak mengundang tetangga, jarak terdekat tetangganya saja 200 meter, lalu perumahan ini orang-orangnya sangat individualis. Mereka mengundang anak yatim sekaligus pemberian santuan kepada anak yatim tersebut. Dian yang dibantu bi Sutri mengurusi semuanya, dari persiapan makan hingga dekorasi. Waktu sudah semakin dekat bi Sutri izin untuk bebenah diri.
“Bu, maaf saya izin ganti baju dulu. Masa nanti pengajian pakaian saya seperti ini,” dengan logat jawa yang khas.
“Iya Bi silahkan, pekerjaannya sudah beres kok,” dengan penuh keramahan.
Setelah maghrib acara dimulai, Ryan sangat tenang karena kekhawatirannya tidak terbukti dan memang benar kejadian yang tertulis di buku merah itu tidak menimpanya. Karena sudah beberapa hari tinggal di rumah ini, dia maupun istrinya tidak mengalami kejadian aneh. Syukuran memang dikhususkan sebagai rasa syukur karena telah diberikan limpahan rezeki.
Bi Sutri keluar dari kamarnya, dia tampak lesu dan mukanya pucat. Mungkin karena terlalu lelah mengerjakan pekerjaan, dia menjadi seperti itu. Dian sudah meminta agar bi Sutri istirahat saja di kamar, namun bi Sutri hanya menganggukan kepalanya pelan. Acara berlangsung khidmat dan berakhir ketika penyerahan santunan ke anak yatim. Ustad yang memimpin doa juga berpesan agar Ryan dan Istrinya selalu menjaga sholatnya. Muka bi Sutri semakin pucat saja, Dian benar-benar tidak tega melihatnya.
“Bi…sudah-sudah, biar saya saja yang beresin ini. Bibi istirahat yah,” lagi-lagi jawaban Sutri hanya mengangguk. Dia berjalan pelan menuju kamarnya.
“Cape banget yah keliatannya, sini aku bantuin,” Ryan berinisiatif membantu istrinya membereskan rumah.
Saat sedang membereskan rumah tiba-tiba pintu kamar Sutri terbuka kencang, dia keluar kamar terbirit-birit.
“Pak…Bu..acaranya sudah selesai?” nafasnya terengah-engah.
“Lho, bi Sutri udah mendingan sekarang? Tanya Dian.
“Mendingan? Maaf toh Bu, tadi saya pas mau ganti setelan malah ketiduran di kamar. Pas saya bangun udah jam segini, takutnya acara udah beres. Taunya beneran udah beres,” perkataannya ini malah membingungkan Ryan dan Dian. Karena mereka melihat sendiri bahwa bi Sutri ikut dalam acara syukuran barusan, apalagi Dian sempat berbicara dengannya.
Ryan tidak percaya apa yang terjadi, tidak mungkin bi Sutri membohongi keluarganya. Karena memang dia sangat terlihat berbeda, saat mengikuti acara syukuran dan saat keluar dari kamarnya barusan. Untuk mengalihkan pembicaraan, Ryan meminta bi Sutri untuk membantu istrinya membereskan rumah.
“Berarti yang barusan siapa? Bagaimana kalau nanti Dian bertanya? Aku juga belum memberitahunya kalau furnitur di kamar atas punya pemilik sebelumnya, dan juga sebuah buku merah yang aku temukan,” Ryan langsung teringat akan buku merahnya. “jika pemilik sebelumnya mengalami hal serupa, bukan tidak mungkin di buku itu akan ada cara menangkalnya!” buku merah itu dia simpan diapartemennya dan tidak pernah dia baca lagi semenjak hari itu, hari di mana dia membacanya untuk pertama kalinya.