Kutelusuri koridor sekolah sedikit tergesa. Sebenarnya masih pagi, bangku-bangku juga masih kosong. Segera kulempar gulungan kertas ke laci meja nomor dua.
Kulihat dia datang, diraihnya gulungan itu seperti biasa, dan mulai bergerak lincah jemarinya menggoreskan pensil. Lukisan hitam putih yang indah.
Dan mulailah, barisan gadis cantik mengerubunginya.
Aku … dipojokan, pura-pura menunduk, membaca buku. Meski ada yang berdesir dalam sini. Dalam dada yang tak pernah berhenti bertalu, meski cuma melihat punggungnya.
Tapi aku suka ….
Suka melihatnya. Cuma punggung … hanya itu yang berani kutatap, dalam diam.
Menyukai seseorang tanpa berani mengungkapkan, tanpa berani mendekat, itu seperti bola salju. Semakin menggelinding semakin besar. Cinta ini memenuhi hati. Menekan dengan tidak sopan, hingga menyisakan sesak di dada.