“Nanti aku jelaskan, sekarang bisakah kamu menemui tuan dan nyonya Bradesmith? Kalau bisa bawa mereka turun, jangan sampai mereka melihat hal ini lagi.”
Lampu kamar Julie mulai berkedap-kedip, detektif Ryan berjalan menuju pintu kamar. Tiba-tiba lampu mati dan saat lampu menyala Christy yang merasuki Julie sudah berdiri di depan pintu kamar ini.
“Na…na…na,” sambil menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
“Ba..bagaimana bisa?” kata detektif Ryan yang kini berhadapan dengan Julie.
Detektif Judy tidak bisa menggerakan tubuhnya karena terpaku melihat Julie yang bisa melepaskan ikatan pada tangan dan kakinya. Lalu Julie dalam genggaman Christy menghempaskan detektif Ryan sampai terpental mengenai tembok di samping tempat tidurnya. Benturannya sangat keras membuat detektif Ryan tidak sadarkan diri.
Kepala Julie menengok ke arah detektif Judy sedangkan badannya tidak mengikuti, “Kamu selanjutnya…,” badannya bergerak patah-patah untuk menyelaraskan kepala dan badannya.
Dengan reflek cepat detektif Judy mengeluarkan pistol dan menodong Christy, “Jangan coba-coba, atau…atau…,” ragu untuk mengucapkannya.
“Lihat,” membuka sedikit bajunya dan memperlihatkan luka yang masih basah ketika terkena tembakan waktu itu. “apa kamu tega melukainya lagi, atau apa kamu berani?!” matanya semakin tajam. Dia tidak menapak lagi tapi melayang saat ingin mendekati detektif Judy. Detektif sendiri sudah dalam posisi siap namun dia ragu untuk menembaknya. Christy mendadak diam, “tidak…tidak ada gunanya menyakitimu, aku harus menyakiti perempuan ini lebih hebat,” membalikan badannya lalu keluar dari kamar ini, pintu terbuka dan menutup sendiri dengan keras.
Detektif Judy menghampiri detektif Ryan, melihat apakah dia masih sadar atau tidak. “Ryan…detektif?” mengoyang-goyangkan bahunya namun detektif Ryan tidak bereaksi. Lalu detektif Judy memeriksa denyut nadinya, dia masih hidup. “syukurlah.”
Detektif Judy ingin mengejar Christy, namun pintu kamar ini terkunci sendiri. Dia mendobraknya berkali-kali namun tidak berhasil. Dengan terpaksa gagang pintu kamar ini harus ditembak, pintu berhasil terbuka dan fokus detektif Judy adalah ke orang tua Julie alias pasangan Bradesmith. Dia khawatir kalau Christy akan menyakiti mereka berdua atau lebih fatalnya membunuh mereka. Detektif Judy keluar, tiba-tiba semua lampu di lantai ini mati. Keadaan menjadi sangat gelap.
Informasi yang didapat dari tuan Bradesmith, lantai atas ini khusus pasien yang keadaannya sudah sangat gawat. Jika ada satu pun pasien di lantai ini sudah dipastikan Julie tidak akan dipindahkan ke lantai atas. Dengan menggunakan aplikasi senter dari ponselnya, detektif Judy dapat melihat dalam kegelapan. Walaupun daya lihatnya terbatas.
“Tuan…Nyonya Bradesmith, apa kalian bisa mendengarku?!” teriak detektif Judy sambil menyoroti lorong ini.
Tidak ada jawaban dari tuan maupun nyonya Bradesmith, detektif Judy kembali melakukan penyisiran untuk mencari Christy. Dia berjalan pelan dan sangat memperhatikan langkahnya. Suara tertawa anak kecil terdengar, detektif Judy menyoroti lampu senternya ke arah sampingnya, atas dan belakang namun tidak terlihat apa-apa. Hampir sudah detektif Judy mencapai ujung lorong ini, ada seseorang mengintip detektif Judy menyorotinya.
Mukanya sangat pucat kebiru-biruan, rambutnya tidak lagi beraturan. Sosok yang mengintip itu adalah Christy, dia tersenyum memperlihatkan giginya yang tajam. Christy menghilang dari balik tembok, detektif Judy berlari mengejarnya. Sampailah di lorong lain, berbeda dengan lorong sebelumnya. Di lorong ini sisi kiri dan kananya penuh dengan ruangan pasien. Detektif Judy mengintip isi ruangan itu melalui senternya, sama seperti kamar Julie dirawat. Posisi detektif Judy siap untuk menembak kapan saja, tangan kiri memegang senter dan tangan kanan memegang pistol.
Dia masih terus siaga sampai akhirnya ada sosok yang naik kebadannya dan langsung mengigit bahu kirinya. Detektif Judy berusaha melepaskan gigitan sosok ini, dia berhasil melepaskannya dengan tangan kanannya namun sayang ponsel yang berfungsi sebagai senter terlepas dan terlempar ke depan. Senternya menyorot ke atas, detektif Judy memegang bahunya. Dia merasa seperti memegang darah, saat mencium tangannya benar bahwa itu adalah darah. Berarti bahunya terluka sampai mengeluarkan darah.
Pelan-pelan terlihat sosok yang mendekati senter, mulutnya penuh dengan darah. Sosok yang mengigitnya tadi tidak lain adalah Julie yang dirasuki oleh Christy. Dia membuka mulutnya, warna giginya sekarang berwarna merah darah.
“Julie…jika kamu tidak memisahkanku dengan Lisa semua ini tidak akan pernah terjadi,” tertawa sambil memperlihatkan kuku-kukunya yang tajam.
“Argh…,” menahan sakit dibahunya, “hentikan sekarang disaat aku masih bisa menahan diri,” ancam detektif Judy.
Mengelap mulutnya, darah dari mulutnya tersapu kepipinya sehingga membuat pipi Julie semakin merah dengan darah. “Ya, ketika kamu sudah mati!” kembali menghilang dikegelapan.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh detektif Judy untuk mengambil senternya. Dia kembali menyoroti lorong ini. Tidak hanya ke kanan-kirinya saja tetapi kadang kebelakang untuk memastikan tidak ada serang seperti barusan. Sangat sulit mendeteksi gerak-gerik Christy, karena dia tidak menapakan kakinya ke tanah sehingga tidak terdengar suara hentakan kaki.
Detektif Judy jalan sedikit, terdengar suara tertawa keras diiringi serangan lagi ke bagian perut. Dia mengecek bagian perutnya, bajunya sobek bekas cakaran dan lagi-lagi mengeluarkan darah. Detektif Judy semakin terluka namun dia masih saja tetap ragu bahkan tidak berani menarik pelatuknya. Dia sangat merasa bersalah waktu itu karena sudah menembak Julie. Walaupun kondisi yang memaksanya namun dalam pikirnya jika dia bisa lebih sigap tidak perlu adanya penembakan.
Dirinya hampir menuju ujung lorong namun sosok Christy belum terlihat lagi melalui senternya. Kali ini suara anak kecil seperti memainkannya, “Ayo cari aku…aku masih bersembunyi…” suaranya membuat detektif Judy merasa kesal. Sudah berada di ujung tanduk detektif Judy tidak bisa menahan emosinya.
“Keluar kau! Kamu memang tidak pantas menjadi temannya Lisa!” teriak detektif Judy
“Hei…,” suara berbisik terdengar dari kuping kiri detektif Judy, ketika menoleh detektif Judy terpental lalu mengenai pintu dan terpelanting masuk ke dalam salah satu kamar pasien. Kerasnya benturan membuat pintu kamar ini terlepas dari engselnya dan detektif Judy terkena rak besi di samping kasur pasien.
Lagi-lagi ponselnya terlepas dari genggamannya namun pistolnya masih berada di tangan. Senternya menyorot ke pintu, sosok Christy terlihat jelas. Sekuat tenaga detektif Judy mengarahkan pistol ke arah Christy, pandangannya mulai kabur saat Christy mencoba mendekat. Tangannya gemetaran dan sangat sulit sekali untuk menarik pelatuknya. Christy semakin dekat, pandangan detektif Judy sudah menghitam dan dia akhirnya tidak sadarkan diri. Namun sebelum benar-benar kehilangan kesadaran dia mendengar beberapa bunyi tembakan, dia berharap suara itu berasal dari pistolnya.