SUDOKU (Mainkan atau MATI!) Episode 3

Bab 3

“Gue gak mau berakhir seperti Alisa.”

Semua orang yang masih tersisa di ruangan itu sontak saja mengarahkan pandangan pada asal suara, tepat pada Risa yang terlihat mengepalkan tangan. Gadis itu baru mengeluarkan suara setelah ruangan kembali sunyi.

“Kita harus menangkap pelakunya!” lanjut gadis itu.

“Tentu saja. Setelah pelakunya tertangkap, gue gak akan mengampuni mereka,” ujar Monika sambil melirik ke arah dua gadis yang dia pojokkan sedari tadi. Risa yang tak terima, membalas dengan tatapan tajam ke arah Monika. Sedangkan Emily masih diam seperti tadi.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menangkapnya?” Dave memandang satu persatu orang yang ada di sana, menuntut jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan.

Semua orang lagi-lagi hanya terdiam, tak memiliki jawaban atas pertanyaan itu.

“Mungkin, jika salah satu dari kita mendapatkan amplop itu, kita akan bisa menangkap pelakunya,” celetuk Risa yang membuat semua orang kembali mengarahkan pandangan ke arahnya. “Tapi, kira-kira siapa yang berikutnya?”

***

Mata almond menatap heran pada dua orang yang terlihat tengah berseteru di depan kafe. Pemilik mata itu mengalihkan pandang, ketika salah satu waiters menghampirinya dengan membawa segelas jus yang ia pesan.

“Pesanannya, Mbak.”

Kian tersenyum setelah mengucapkan terima kasih. Gadis itu kembali menatap depan, tepat pada dua orang pemuda yang masih saja berseteru. Ia membelakkan mata ketika salah satu dari pemuda itu menggeser posisi, hingga Kian dapat melihat dengan jelas siapa orang itu. Pandangan mereka bertemu, mata hitam milik orang itu menatap Kian datar, sebelum kembali mengarahkan pandangan pada pemuda di depannya.

Cukup lama keduanya berseteru, entah karena apa. Hingga salah satu dari mereka pergi dari sana. Kian menundukkan pandangan, ketika netra hitam kembali menatapnya. Gadis itu menaduk-aduk jus dalam gelas dengan sedotan, bertingkah seakan tak melihat perseteruan tadi.

Decitan kursi terdengar, sontak saja Kian menoleh ke arah sumber suara, tepat pada kursi yang hanya terpisah oleh meja bundar di depannya.

“Lo Kian ‘kan?” tanya orang itu. Kian mengernyitkan kening mendengar pertanyaan itu. “Kenapa?”

“Sepertinya ingatan Anda sangat baik dan buruk secara bersamaan, Tuan Ares,” jawab gadis itu.

“Ingatan gue selalu bagus, tapi nama lo gak penting buat diingat.”

Kian hanya tersenyum tipis, kembali mengarahkan pandangan pada minuman di depannya, mengabaikan Ares yang hanya diam memperhatikan gadis itu.

Gadis itu tak heran jika pemuda sekelas Ares lupa dengannya. Siapa juga yang ingin mengenal gadis yang bisa masuk kampus ternama atas nama beasiswa tak mampu. Tapi yang membuat Kian kesal adalah sikap pemuda itu yang dingin dan angkuh.

“Berapa lama waktu yang lo butuhkan buat ngabisin jus itu?” Kian menghela napas, memandang tanpa minat pada Ares yang tengah duduk sambil melipat tangan di depan dada.

“Maaf, apakah itu penting?” sahut Kian dengan sebuah senyum tipis yang terukir di bibir tipisnya, yang membuat Ares berdecak sebal karenanya.

Pemuda itu bangkit dari posisi duduknya, memandang ke arah Kian yang kembali fokus pada minuman di meja.

“Kita akan sering bertemu nanti,” ujar pemuda itu sebelum melangkah pergi, meninggalkan Kian yang hanya terdiam memandang punggung lebar yang semakin menjauh.

“Aneh.”

Getaran yang berasal dari ponsel di sakunya menghentikan langkah Ares yang sudah sampai di depan pintu keluar. Sebuah panggilan masuk atas nama Reza terpampang di layar. Tanpa minat pemuda itu memencet tombol hijau, meletakkan benda pipih berwarna hitam tepat di telinga kanannya.

Mata hitam membelak sempurna ketika telinga dan otak mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut Reza.

“Gue akan segera ke sana,” ujar Ares sebelum mengakhiri panggilan dari Reza.

Pemuda itu kembali masuk ke dalam kafe, langkahnya terhenti di depan Kian yang masih setia berkutat dengan jus di meja. Kian mendongak ketika merasa ada yang memperhatikannya, gadis itu mengernyitkan kening ketika melihat Ares berdiri di depannya dengan raut wajah sedikit khawatir. “Lo bawa motor, ‘kan?” tanya Ares yang membuat Kian semakin mengerutkan kening.

“Kenapa?”

“Mana kunci motor lo!” minta Ares tanpa menjawab pertanyaan Kian.

Kian hanya diam, melirik ke arah kunci motor miliknya yang tergeletak di atas meja. Ares yang mengikuti arah pandang Kian sontak saja menyambar kunci motor tersebut.

“Eh, kamu mau ngapain?” teriak Kian ketika melihat Ares yang keluar kafe dengan membawa kunci motornya. Setelah meletakkan uang yang pas sesuai harga minumannya, Kian berlari menyusul Ares yang ternyata sudah naik di atas motornya.

“Kamu mau ngapain?”

“Naik atau gue tinggal!” Kian membelakkan mata mendengarnya. Ares memang menyebalkan dan tak tahu diri.

“Tapi itu mo—”

“Naik!” potong Ares cepat dengan nada membentak, yang membuat Kian mau tak mau menaiki motor tersebut.

Kian mendengus sebal, kedua tangannya berpegangan pada motor bagian belakang agar tak jatuh. Untung saja ini motor matic, jadi Kian tak perlu repot-repot harus berpegangan pada Ares.

Motor melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang sepi. Kian tak bisa membayangkan jika jalanan ramai, mungkin saja Ares akan menabrak pengendara lain dengan kecepatan seperti ini.

“Kita mau ke mana?” teriak Kian sekencang mungkin agar Ares dapat mendengarnya, di tengah embusan angin kencang.

Tak ada sahutan, Ares hanya diam dan tetap melajukan kendaraan itu meski dia mendengar teriakan tersebut. Kian menghela napas, percuma saja dia berteriak kencang ketika teriakannya hanya dianggap angin lalu oleh pemuda yang tengah fokus mengendarai motor miliknya.

Ares memang sangat menyebalkan.

Kian mengernyitkan kening, ketika motor yang ia tumpangi berhenti di sebuah rumah besar dengan pagar yang menjulang tinggi sebagai pengaman depannya. Kian turun dari motor yang disusul oleh Ares, setelah pemuda itu memastikan motor Kian berdiri sempurna.

Gadis itu hanya mengernyit bingung, menebak-nebak pemilik rumah di depannya itu. Ketika Kian masih berkutat dengan pemikirannya, Ares membuka pagar lalu tanpa permisi masuk begitu saja.

Kian yang melihat itu hanya mengikuti Ares, setelah mengambil kunci motornya yang masih tergantung di lubang kunci.

Seperti tadi, lagi-lagi Ares membuka pintu yang bercat putih di depannya tanpa permisi. Mungkin ini rumah Ares, pikir Kian saat itu.

“Ini, rumah ka—”

Belum sempat Kian menyelesaikan ucapannya, sebuah figura besar dari kaca terlempar ke arah mereka berdua setelah pintu terbuka sempurna. Kian menjerit karena kaget, kaca figura pecah berkeping-keping, berserakan di lantai pijakan, tepat di depan kaki mereka berdua.

Apa yang terjadi sebenarnya?


SUDOKU (Mainkan atau MATI!)

SUDOKU (Mainkan atau MATI!)

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Cerita ini mengandung unsur thriller, horor juga misteri. Akan banyak adegan pembunuhan di dalamnya. Kekerasan dan misteri adalah bagian penting dari cerita ini. Jadi, penulis berharap pembaca bijak dalam mengambil isi yang disampaikan dalam cerita.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset