Marlene sigap mengambil pisau buah yang tergeletak dimeja, memotong daging yang melihit lehernya. Chika melepaskan dua peluru ke wanita yang sudah bermutasi bentuk itu. Disusul langkahan kaki panjang mereka berempat untuk bersembunyi.
“Tidak ada tempat untuk kalian bersembunyi” Clarissa melilit kaki meja dan melemparnya ke arah pintu dan memperlambat mangsanya untuk keluar dari ruangan.
Alarm darurat di bangunan itu mendadak berdengung keras menanggapi kekacauan yang terjadi. Beberapa petugas dan pekerja berlari ke ruang makan untuk melihat kondisi kacau disana. Belum sempat mereka berucap apa-apa, monster itu mulai memuntahkan sejenis cacing-cacing seukuran jari tangan dan melompat-lompat menyerang mereka semua.
Alvin, Marlene, Chika dan Sebastian mulai mengibas cacing-cacing yang telah menempel di badannya menggunakan tangan mereka. Menjijikan beberapa orang yang datang bahkan sampai dimasuki mulutnya dan mulai merasakan kesakitan sampai terjatuh dan kejang-kejang.
Muntahan Clarissa mulai menyebar melalui lubang pintu, lubang angin, dan segala jenis jalan yang mungkin mampu mereka lewati. Sulur selanjutnya tepat mengenai perut samping kanan Alvin, darah mulai mengucur keluar dari sana kesadarannya mulai meredup sampai akhirnya Chika menembaknya lagi dan monster itu melepaskan mangsanya.
“Lari… Sekarang” Teriak Chika,
“Aku akan menahannya sebisaku” Lanjutnya lagi,
Sebastian dan Marlene membopong Alvin berpindah tempat dengan cepat melalui pintu, dibelakang terdengar beberapa kali tembakan, baru beberapa menit makhluk kecil itu menyebar namun semua ruangan sudah terlihat berantakan dan berserakan mayat-mayat.
“Alvin, lihat aku… kau bersamaku, bangun” Ucap sebastian sambil menepuk-nepuk pipi Alvin setelah mendudukannya di suatu ruangan sepi .
“Lihat aku, kau bersamaku, semuanya akan baik-baik saja, Alvin bangun” Lanjutnya,
Alvin mulai membuka mata setelah menahan sakit di perutnya.
“Marlene, kau jaga dia, aku akan melihat sekitar dan mencari obat luka” Sebastian keluar pintu dan menutupnya dari luar.
Keadaan semakin kacau, mayat-mayat mulai bangun dari tidurnya, gerakan mereka lambat namun dari seluruh pori-pori kulitnya keluar sejenis rambut yang bisa bergerak seperti ulat dan berwarna ungu gelap juga menutup seluruh tubuh mereka, lebih menjijikannya lagi ulat-ulat itu seperti terus bereproduksi dan berjatuhan sebanyak yang mereka inginkan.
Sebastian mengambil tabung pemadam, menyemprot cacing-cacing kecil itu dengan benda di tangannya, sedikit memperlambat gerakan mereka dan memberi kesempatan untuk berlari.
“Chika, kau selamat?” Sebastian bertemu wanita bergaun ungu yang tadi menyuruh dia dan teman-temannya untuk lari.
“Tidak ada waktu banyak, aku berhasil memancingnya ke ruang pendingin dan mengurungnya disana, aku rasa sebentar lagi dia akan datang setelah bisa mendapatkan jalan untuk keluar” Ucap Chika sedikit tergesa,
“Kita harus segera kabur” Lanjutnya lagi.
“Aku perlu obat untuk Alvin, dia terluka tak mungkin pergi dari sini tanpa bocah itu, dia sudah seperti adikku sendiri” sanggah pria tinggi yang mencoba mencari penanganan untuk temannya.
“Lurus lalu belok kiri disana ada ruang 304, itu ruang penyimpanan obat ada juga obat pereda nyeri dan kain kasa juga, ambil semua yang kau perlukan” Tunjuk Chika,
“Aku akan cek keadaan Alvin dan Marlene, dimana mereka sekarang?”
“Ujung lorong sebelah kiri, mereka disana” Jawab Sebastian sambil melanjutkan langkahnya menuju ruang yang ditunjukkan oleh Chika.
Sebastian dan Chika mulai terpisah dengan tujuan masing-masing.
Berhasil tanpa hambatan langkahnya menuju ruang 304, sayang di lantai lorong tujuan ruang yang dimaksud banyak sekali cacing-cacing itu berserakan seperti mengerumuni makanan, ditambah satu makhluk berselimut ulat-ulat berdiri tegap di tengah lorong.
Chika berhasil menuju ruangan yang dimaksud Sebastian, terlihat Alvin makin memucat kehabisan darah dan Marlene pun mulai khawatir dengan keadaan anak itu.
“Aku bertemu Sebastian, dia sedang mengambil obat-obatan untuk Alvin, sabarlah”
“Dimana Clarissa?”
“Dia bukan Clarissa lagi sekarang, aku sudah mengetahuinya sejak lama, dia adalah salah satu orang kepercayaan di Naberius Company asal Singapore untuk pengembangan bio-weapon, saat kepolisian setempat datang, kantor mereka telah kosong”
“Aku mengincarnya sejak adanya laporan dia di Banjarmasin dan aku ditugaskan menyamar sebagai perawat”
“Lalu kau ditugaskan siapa?”
“Ah sudahlah, tidak penting membahas itu sekarang” Tutup Chika.
Sebastian mencari akal melewati makhluk itu sampai ketika saat dia kebingungan mencari senjata terlihat tiga juluran urat melilit makhluk yang berdiri di sana dari pintu disebelahnya.
“No places to hide!!!” Suara ucapan keluar dari wanita yang mulai menampakkan dirinya dari balik pintu menggantikan posisi makhluk berurat yang menghalangi Sebastian di tengah lorong.