Marlene, Alvin, Clarissa dan Sebastian mereka berlarian menghindari beberapa mayat yang mengejarnya, kali ini mayat-mayat berjalan itu sudah tidak lagi “hanya” berjalan namun “berlari”. Mutasi yang signifikan dibanding zombie yang menyebar di area kota.
Di kapal ini masih memungkinkan beberapa orang yang mungkin bertahan hidup diluar hitungan dari mereka berempat. Hewan peliharaan yang dibawa ke kapal ini pun menjadi korban mutasi, mereka menjadi hewan yang super buas, yang paling ditakutkan adalah doberman kecepatan larinya melampaui kecepatan lari orang dewasa dengan taring yang dibalut lendir.
Kelincahan Marlene dalam menghadapi para undead memang bisa dinilai sangat baik, gesit dan cepat tanggap, Sebastian tak diragukan lagi sangat memahami semua sela kapal, ketrampilan mekanik elektronika tetap dikuasai oleh Alvin dan yang terakhir adalah bidang penanganan luka diserahkan kepada Clarissa.
Kombinasi dari ketrampilan masing-masing sepertinya sangat cukup untuk bertahan dalam kondisi genting seperti ini.
Masih tersisa dua jam lagi menunggu kedatangan helikopter yang akan menjemput mereka semua. Bukan hal yang mudah bersembunyi dalam dua jam terakhir, pasukan pemangsa masih berlarian mengejar mereka, bantai yang dapat dimusnahkan dan lari jika tidak memungkinkan, hanya itu strategi terbaik. Lebih gilanya lagi semua mayat ini sekarang seperti memiliki kemampuan berfikir, jadi persembunyian tertutup seperti apapun tetap saja mereka mampu menembusnya. Yang mereka butuhkan hanyalah makan dan minum, itu adalah mereka manusia dan makhluk lain yang masih memiliki nyawa.
Sekarang mereka di deck utama, hembusan angin tengah malam menjadikan tubuh sedikit lebih kaku dan kurang leluasa untuk bergerak, beberapa kali Clarissa hampir tertangkap dan dimangsa mayat-mayat itu namun Sebastian dan Marlene selalu bisa menyelamatkannya.
Sekitar 7 zombie cerdik itu mengejar mereka dalam sebuah lorong menuju ruang mesin. Sialnya masing-masing dari mereka membawa senjata, potongan pipa, kapak dari kotak emergency dan entah yang lainnya apalagi.
Mereka tau bagaimana menghindar dan memikirkan strategi layaknya manusia yang memiliki akal fikiran. Beberapa pipa uap panas ditembak Sebastian agar zombie-zombie gila itu dapat berhenti mengejar terhalang uap panas.
Mereka berempat memasuki ruang utama pengontrolan mesin dan ruang konrol semua system kapal. Pintu-pintu tertentu di block oleh Alvin agar beberapa zombie yg masih di dalam tidak dapat keluar dari sana, akal yang cerdik.
“Aku rasa memang ini yang perlu kita lakukan, semua pintu utama sudah berhasil aku kunci dari system, sekarang bagaimana caranya kita bisa kembali ke atas dan menunggu helikopter datang?” Ucap Alvin,
“Ada lubang angin yang bisa menghubungkan kita ke atas, kurasa kita bisa lewat sana, ukurannya pun cukup untuk kita merangkak” Sebastian memberikan opini,
Marlene dan Clarissa setuju mengenai hal itu.
Perjalanan dilanjutkan, diluar system control room masih terdengar zombie-zombi itu mencari akal melanjutkan pengejaran mangsanya. Terdengar suara gesekan besi, pukulan dan entah apalagi, begitu berisik.
Sampai di depan saluran lubang angin, pertama Marlene berhasil masuk, disusul Clarissa dan Alvin, saat hendak Sebastian menyusul masuk, zombie yang tadi mengejar mereka berhasil melewati uap panas yang menghalanginya dan mengejar lagi. Kaki sebastian yang belum sempat sepenuhnya masuk ditarik oleh salah satu mayat itu. Beruntung dia berhasil menembak tepat dikepalanya dan melanjutkan perjalanan naik.
“Go.. Go…!!!” Teriak Sebastian,
Alvin dan 2 wanita yang bersamanya berhenti melanjutkan merangkak keluar.
“Kalian bergegaslah, aku perlu menghentikan mereka disini, mereka masih berusaha membuntuti kita dari belakang,” Sebastian memberikan arahannya,
“Tapi..” Ucap Clarissa saat mereka semua berhenti sejenak mellihati Sebastian dengan akal gilanya.
“Tidak ada kata tapi, lebih baik 3 orang selamat daripada tidak sama sekali” Bentak Sebastian,
Mereka melanjutkan merangkak keluar kecuali Sebastian. Saat Ketiga orang bisa mencapai deck utama terdengar beberapa kali tembakan dari lubang angin, begitu menggaung dan mengganggu gendang telinga.
“Masih tersisa 47 menit lagi, semua pintu sudah di dalam status sealed”
“Aku harap kita bisa selamat menunggu jemputan, aku sudah terlalu lelah” Sambung Clarissa setelah Alvin berucap.
“Aku tidak yakin Sealed nya aman, Vin” Marlene memandangi ke satu arah,
Marlene memperhatikan salah satu pintu yang terlihat seperti sedang berusaha di dobrak.
“Brakkkkk…” Pintu itu terlepas dari engsel besi beratnya.
Mereka bertiga terbujur kaku melihat pemandangan yang tak disangka, sisa baju robek yang masih melekat di badan makhluk itu adalah baju polisi dengan nama dada “Albert C.”
Bukan karena itu adalah Albert, lebih tepatnya mereka terbujur kaku melihat Albert dengan tubuh yang satu setengah kali lebih besar daripada sebelumnya, kelima jari tangan sebelah kirinya menjadi cakar dengan panjang kurang lebih dua kali dari ukuran jari pada umumnya, matanya merah darah, otot-otot dan urat ditubuhnya terlihat menonjol di sekujur badan, sedangkan jari tangan kanannya menjadi sulur-sulur seperti urat dan itu semua sangat panjang melilit sebongkah mayat sangat erat.
Belum selesai mereka gemetaran melihat pemandangan itu, disusul dari belakang Albert keluar dua ekor doberman yang mendampinginya.
“Tuhan… apalagi ini?” Alvin ketakutan,
“Lariiiii…………………” Teriak Sebastian muncul begitu saja dari lubang angin dan memecahkan keadaan.
Mereka bertiga lari, Sebastian tepat sasaran dilempar mayat yang digenggam Albert dengan sulur-sulurnya. Sebastian terpental jauh, satu ekor doberman mengejar Alvin dan para wanita itu, sedangkan satu lagi berlari ke arah Sebastian.
“Dor… dorr…” suara senapan yang ditekan pelatuknya oleh Marlene menembaki doberman yang mengejarnya sampai anjing buas itu berhenti melangkah dan terjatuh.
Albert dengan wujudnya yang sekarang lebih memilih mengejar 3 ekor mangsanya daripada satu ekor lainnya yang sedang sibuk dengan binatang buas bertaring itu. Sialnya Clarissa terjatuh, wajar dia tidak selincah Marlene dengan ketangkasan lapangan. Alvin dan Marlene tak cukup waktu untuk menyelamatkan wanita berambut pirang itu.
“Sekoci..”
“Sekoci?” Tanya Alvin,
“Iya sekoci, kita bisa turunkan Sekoci dan melarikan dari sini, itu lebih aman”
“Tapi Clarissa dan Sebastian? Lalu bagaimana dengan helikopternya?”
“Tidak ada waktu lagi memikirkan mereka, yang lebih utama adalah selamat” Marlene ketus.
Mereka melanjutkan lari menuju tempat kapal kecil darurat yang dimaksud. Albert belum terlihat mengejar lagi dari belakang mungkin sedang asik menikmati daging Clarissa sebagai sarapan tengah malam dan minuman hangat di tengah dinginnya dini hari.
Berhasil, mereka berhasil menuju kumpulan beberapa Sekoci luncur, ternyata Clarissa sudah ada disana.
“Ayo… cepat, sebelum Albert mendekat” Teriak Clarissa,
Alvin dan Marlene berhasil naik ke atas kapal darurat, disusul Clarissa. Lagi-lagi Clarissa menjadikan keadaan makin darurat, kakinya dililit Albert dari kejauhan. Marlene beberapa kali berusaha menembaki sampai akhirnya mengalihkan sasaran ke urat yang melilit kaki Clarissa.
“Craaatt…”
Darah mengucur berwarna kehitaman, lilitan Albert berhasil terputus. Seperti ekor cicak, urat itu menggeliat tak beraturan dan berhenti perlahan.
Alvin mengambil paksa senapan Marlene dan menembak pengait sekoci, mendadak mereka meluncur cepat dengan gesekan keras membuat kapal sedikit kehilangan keseimbangan menuju ke laut lepas terpisah dari kapal besar yang hampir membunuh mereka semua.
Marlene menyalakan mesin baling agar Sekoci berjalan menjauh, juluran urat-urat Albert mencoba paksa meraih mereka tapi terlalu jauh dari jangkauannya.
Nafas dapat mereka hela dengan sedalamnya, memperlihatkan ekspresi lega dari masing-masing wajah sampai akhirnya mereka mendengar teriakan memanggil dari suara seorang pria tak jauh dari kendaraan mereka di laut lepas itu. Itu Sebastian, dia selamat.
“Lalu bagaimana kau bisa mencapai tempat sekoci terlebih dahulu? Padahal kau tadi sempat hampir menjadi santapan Albert?” Tanya Marlene kepada Clarissa,
“Aku berhasil melarikan diri, disebelahku tepat ada pintu yang terbuka dan didalamnya adalah ruangan kosong, saat Albert hampir mengejarku ke dalam ruangan itu aku membuka jendela dan keluar dari sana, aku sudah berfikir sekoci adalah pelarian terakhir. Saat itu Albert sedikit terhenti karena tidak mungkin dia bisa keluar juga melalui jendela itu. Aku yakin kalian juga kesana, makanya aku menunggu kalian.” Jelas Clarissa,
“Aku melompat dari atas kapal, doberman tadi melompat kearahku beruntung dia meluncur masuk ke arah lubang angin dan masuk kesana.” Lanjut Sebastian.
“Bammmmmm……!!!!” Suara benturan keras terdengar, kapal besar itu menubruk sebuah karang laut.
“Lalu? Kemana tujuan kita sekarang?” Tanya Alvin,
“Pulau terdekat, semoga masih ada kota atau desa yang belum terinfeksi” Jawab Marlene.