Suara ledakan memecah keheningan desa ini, aku melihat Winda, Fey dan yang lainnya sedang melawan Merlin sebelum aku memasuki sebuah pintu, pintu yang menuju sebuah labirin.
“Sialan, labirin, kita berpencar.” Teriakku.
Kami lalu berpencar mencari dimana jasad dari Merlin. Kami berpisah di setiap persimpangan labirin ini, sampai kami kembali ke titik awal dan tidak menemukan apa-apa.
Kami mencoba lagi, tetapi sama, kami kembali ke titik awal. Tak menyerah kami mencoba dengan benar-benar untuk menemukannya. Namun, sampai percobaan kami yang ke sepuluh, tetap nihil.
Asa kami seperti hilang, dan aku begitu kaget ketika seseorang yang membantu mereka yang melawan Merlin datang padaku.
“Sam, cepat, pasukan kita sudah mulai berkurang, dan kini Winda dan Fey sedang kerepotan.” Teriaknya.
Wajahku tertunduk, mataku terpejam menahan amarah ini, rasa bodoh karena tidak bisa menemukan dan membunuh jasad Merlin.
“Kalian semua, bantu mereka.” Ucapku masih dengan keadaan yang sama.
Aku lalu mendengar mereka telah pergi dan aku seorang di sini, aku berlutut ketanah dan aku meneteskan air mataku, sampai aku melihat sebuah keajaiban.
Aku melihat lingkaran di atas tanah yang aku pijak tidak basah tertetes oleh air mataku, aku lalu menyentuh tanah ini dan tanganku bisa menembusnya.
Aku lalu mencoba menembus tanah tersebut dan aku menemukan sebuah pintu, pintu dari kayu yang sudah dilindungi oleh mantra.
“Ayo cepat, Sam.” ucap Winda.
“Aku tak bisa menahan dia lagi.” Fey bergumam di dalam hatinya.
Aku kemudian mencoba untuk menembus pintu tersebut. Rasa sakit saat menembus pintu itu aku rasakan, entah karena memakai jubah ini, aku bisa sedikit demi sedikit menembusnya.
Hampir tenagaku habis dan rohku merasakan kesakitan yang hebat, aku akhirnya bisa menembusnya dan aku melihat sepuluh jasad tertidur di sini, aku lalu langsung menggerak-gerakan jasad Merlin, tubuhnya berbeda seperti rohnya, terlihat lebih tua dan lebih keriput.
Roh Merlin pun sedikit demi sedikit tertarik ke arah tubuhnya.
“Bagus, Sam.” Teriak Winda walau aku tidak mendengarnya.
Dengan meronta-ronta roh Merlin melawan, tetapi aku bisa melakukan hal yang tentu membuatnya akan terbangun dan akan aku langsung membunuhnya.
Tak disangka, saat itu Merlin masih mampu menembakan serangannya ke arah Fey, dan sayang, Fey tak mampu menahannya lalu tersungkur.
Sedikit demi sedikit mata jasad Merlin terbangun dan setelah dia bangun sempurna, aku tusuk tepat di bagian jantungnya.
Cahaya terang keluar dari dalam mulutnya, menembus ke atas dan membuat sebuah lubang, sedikit demi sedikit jasad itu sirna seperti debu dan aku kemudian memusnahkan semua jasad lainnya.
“Akhirnya.” Aku lalu kembali keatas.
Semua sihir dan matra dari Merlin sekarang telah musnah dan kami bisa tenang.
Saat aku keluar, aku terkaget karena Winda sedang menahan kepala Fey yang terbaring.
Sungguh aku tidak menyangka aku bisa melihat kejadian seperti ini, kejadian dimana sebuah roh sedang sekarat, tidak ada darah tidak ada luka namun begitu memilukan.
“Winda ayok kita kembali ke markas, kita bangunkan jasadnya.” Teriakku.
“Tapi dia akan mati.” Teriak Winda lebih keras.
“Lebih baik kita bunuh jasadnya, agar dia tidak musnah, Winda.” Tegasku.
Dia lalu memandangku dengan wajah yang penuh air mata dan mengangguk, kami lalu kembali ke markas dan aku menyuruh Winda untuk memberitahuku dimana jasad Fey di simpan.
Aku lalu menyimpan rohnya tepat di jasadnya, dan aku bangunkan dia, sebuah teriakkan melengking pilu keluar saat Fey terbangun. Winda lalu tidak kuasa dan dia lari keluar dari ruangan itu.
“Maafkan aku Master, terima kasih.” Ucapku lalu menusukan dengan pisau yang sama.
Cahaya terang keluar dari mulutnya dan menghancurkan bagian yang terkena sinar tersebut. Dan dia tersapu angin seperti debu.
Epilog
Setahun setelah kejadian itu, aku dan Winda menikah dan meminum ramuan untuk meluruhkan kekuatan tersebut. Sebagain besar para pengikut Fey telah tiada, karena mereka melakukan bunuh diri masal.
Tempat markas Fey dan Merlin sudah hancu dan sampai sekarang tidak ada yang mengetahuinya.
Aku kembali diterima menjadi pengantar paket dan Winda dia menjadi guru di dongeng di sebuah taman kanak-kanak.
Hari ini, adalah hari dimana bayiku lahir dan aku berharap agar dia tidak membawa kekuatan tersebut.
Aku sangat senang hari ini. Tapi, aku khawatir setelah melihat kedua bola matanya yang berbeda, dengan mata kiri berwarna merah dan mata kanan berwarna biru