“Jadi begitu, air yang tadi aku minum adalah ramuan tersebut.” Ucapku.
“Iya, karena kamu telah meminumnya walau sedikit, sekarang kamu sudah memiliki kemampuan yang lebih.” Fey menjelaskan.
“Lalu, pertanyaanku tadi belum kalian jawab. Bagaimana kalian memperhatikan aku selama ini?” tanyaku penasaran.
“Kami bisa melihat mimpi setiap manusia, dan kamulah yang membuat kami merasa cocok untuk tugas ini.” Jelas Winda.
“Iya, kamu berbeda dengan manusia lainnya, Sam.” Ucap Fey.
“Jadi begitu. Lalu, kenapa kalian membutuhkan orang baru sepertiku?” tanyaku yang masih memiliki seribu pertanyaan.
“Mungkin jika aku bisa menciptakan manusia sepertimu, aku akan menciptakanmu sejak dulu.” Ucap Fey yang menambah kebingungan.
“Baik, sekarang kamu ikut Winda untuk mempelajari hal-hal yang harus kamu pahami.” Dengan isyarat tangan mempersilahkan untuk pergi.
“Baik, terima kasih untuk makanan dan aku masih banyak pertanyaan untukmu.” Ucapku kepada Fey.
“Winda tolong kamu ajarkan dia.” Ucap Fey.
“Baik, Master.”
Aku dan Winda lalu meninggalkan ruangan tersebut. Kami kembali ke aula dan dia menjelaskan beberapa hal padaku tepat di tengah aula.
“Baik anak baru, ini pelajaran pertamamu, jadi perhatikan aku sebaik mungkin.” Ucapnya kepadaku.
“Aku punya nama, Winda.” Kesalku dipanggil anak baru.
“Itu bukan masalah.” Ucapnya. “Lihat mereka yang sedang membaca buku itu, itu adalah buku mantra pelindung tempat ini, mereka yang membentengi tempat ini dengan mantra-mantra pelindung tempat ini dari serangan atau hal-hal yang tidak diinginkan.” Jelasnya sambil menunjuk.
“Lalu mereka yang sedang tertidur itu?” tanyaku penasaran.
“Mereka adalah penjaga yang menjaga beberapa tempat penting di sini.” Jawabnya.
“Menjaga bagaimana maksudmu?, mereka hanya tertidur di sana.” Tanyaku keheranan.
“Nanti kamu akan mengerti, sekarang mari kita belajar dasar-dasar mimpi.” Ucap Winda sambil menarik tanganku.
Aku lalu dibawa menuju ruangan lain melewati jajaran tempat duduk.
Aku belum tahu pasti tempat ini, namun yang aku lihat, ada lima jalan di antara tempat duduk yang meninggi ini. Satu jalan saat aku keluar dari ruangan seperti rumah sakit, dan satu jalan menuju tempat aku ganti baju dan ruang makan.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” ucapku kepada Winda.
“Mau bertanya apa?” jawabnya singkat.
“Mengapa hanya ada lima jalan dari aula?, maksudku, lima jalan antara deretan tempat duduk.”
“Iya memang, aku akan sedikit menjelaskan. Di setiap jalan itu kamu bisa menemukan satu pintu. Satu pintu tempat untuk penyembuhan, tempat kamu awal tersadar. Satu pintu menuju ruang ganti pakaian tadi dan ruang makan, tidak hanya itu, masih banyak tempat lainnya yang bisa kamu tuju dari pintu itu. Satu pintu menuju Ruang laboratorium dan perpustakaan, tempat menbuat ramuan dan menyimpan banyak buku di sana. Satu pintu yang baru saja kita masuki ini menuju tempat latihan bagi pemula sepertimu dan mereka yang ingin mempelajari ilmu baru.”
“Lalu satu pintu lagi?” tanyaku.
“Aku tidak tahu, setiap aku masuk ke pintu tersebut, hanya ruangan kosong yang aku dapat dan Master tidak pernah memberitahuku tentang ruangan tersebut.” Jelasnya.
“Lalu, pintu keluar dari tempat ini?”
“Nanti akan aku tunjukan.” Jawabnya singkat.
Setelah beberapa lama kami berjalan, kami berhenti di depan sebuah pintu kayu dengan tulisan yang tidak aku mengerti.
“Lihat pintu-pintu di lorong ini, itu semua adalah tempat kamu bisa belajar dan jika kamu tidak mengerti tulisan yang tertulis di pintu, nanti akan aku jelaskan.” Ucapnya sambil membuka pintu.
Kami masuk keruangan tersebut dan saat aku lihat ke dalam, hanya ada dua kursi saling berhadapan dan sebuah meja di sampingnya, namun ruangan ini cukup luas dengan dinding warna putih.
“Silahkan duduk di situ.” Ucap Winda.
Aku lalu duduk dan Winda pun duduk di hadapanku.
“Minumlah satu tetes air yang berada di meja sebelahmu.” Sambil menunjuk meja di sebelahku.
Aku lalu meminum satu tetes ramuan tersebut, aku lihat Winda meminum ramuan juga yang berada di sebelahnya.
Rasa mengantuk yang aku dapat setelah aku meminum ramuan tersebut, dan aku pun tertidur.
Tak lama, mataku kembali terbuka. Aku melihat hal yang tidak dapat dipercaya, aku melihat Winda sedang tertidur dan sosok mirip Winda menatapku.
“Ayo bangun, jangan kamu merasa heran, sekarang kamu sudah berada di dunia mimpi yang nyata.” Ucapnya.
Akupun lalu berdiri dan saat aku melihat ke arah tempat dudukku, aku sedikit terkaget karena ada tubuhku yang sedang tertidur.
“Jadi ini maksudmu dengan dunia mimpi yang nyata?” tanyaku.
“Iya betul, Sam. Kamu akan belajar beberapa hal sekarang.” Ucapnya.
Lalu dia menggerakan tangannya ke atas seperti mengangkat sesuatu, kemudian beberapa tiang kayu muncul dari lantai.
“Baik, ini pelajaran pertama. Di sini kamu tidak memerlukan mantra, tongkat atau apapun itu, yang kamu butuhkan adalah fokuskan fikiranmu untuk membuat sebuah cahaya dan kamu bisa menyerang seseorang yang jahat dengan cahaya itu.” Jelasnya.
Lalu Winda mempraktekannya dihadapanku. Sebuah cahaya muncul di depan jari telunjuknya lalu cahaya itu meluncur ke arah tiang kayu dan dia mengenai semuanya.
“Sekarang kamu yang coba.” Ucapnya.
Aku berusaha memfokuskan fikiranku, kemudian sebuah cahaya muncul tepat di depan jariku, aku lalu menembakannya ke arang tiang kayu, namun tidak semua mengenainya.
“Bagus, kamu sudah sedikit menguasainya. Jika kamu sudah terbiasa, kamu bisa langsung menembaknya.” Lalu Winda mempraktekannya.
“Pelajaran kedua, yaitu terbang. Kamu bisa terbang tanpa menggunakan alat apapun dan mantra apapun, cukup fokuskan fikiranmu untuk mulai terbang.” Winda menjelaskan dan kakinya sudah sedikit melayang.
Aku lalu mencobanya dan agak sedikit susah menurutku, hingga akhirnya aku pun bisa sedikit melayang.
“Kamu bisa mengarah kemana pun yang ingin kamu tuju, semakin tinggi maupun semakin rendah.” Lanjut jelasnya.
“Pelajaran ketiga, kamu bisa menembus sebuah benda baik itu tembok, kursi atau yang lainnya tetapi kamu tidak bisa menembus ke dalam tanah dan benda yang sudah dilindungi oleh mantra-mantra.” Jelasnya.
“Lalu apa ciri-ciri benda yang dilindungi oleh mantra?” tanyaku.
“Kamu akan bisa merasakan energi yang keluar dari benda itu.” Jelasnya.
“Baik, itu saja pelajaran dasar yang harus kamu tahu. Selebihnya kamu bisa belajar sendiri, kamu bisa mencoba setiap pintu yang ada di lorong sana dan ingat kamu tidak boleh memasuki ruangan dengan tulisan berwarna merah sebelum kamu menguasai kekuatan mimpimu.” Lanjutnya.
Aku pun mengangguk tanda mengerti, lalu Winda kembali duduk di kursi yang dia duduki sebelumnya, dan dia, tubuh Winda yang asli kembali bangun.
“Hei, cepat kamu masuk kembali kedalam tubuhmu.” Ucapnya kepadaku.
Aku lalu mencoba hal yang dilakukan Winda tadi, dan saat aku duduk aku lalu merasakan seperti bangun dari tidur.
Aku lalu bangkit dari tempat duduk, dan aku mencoba mempraktekan hal yang tadi aku pelajari.
“Sedang apa kamu, Sam? Kamu tidak bisa melakukannya di dunia nyata.” Ucapnya sambil tersenyum kepadaku.
“Oh begitu, aku baru mengerti sekarang.” Dan perasaanku semakin penasaran dengan hal ini.
“Dan hal buruk yang akan kamu alami sekarang adalah, kamu tidak akan memiliki mimpi lagi saat tidur.” Ucapnya.
“Maksudnya apa?” tanyaku.
“Jadi, setiap kamu tidur, tubuh aslimu akan tetap beristirahat namun rohmu akan tetap hidup di alam nyata.” Jelasnya.
“Jadi aku seperti tidak tidur maksudmu?”
“Iya, seperti itu, jadi saat kamu tertidur, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau, berlatih ilmu yang lebih, memasuki mimpi orang lain atau hal apapun itu.” Jelasnya.
“Jadi aku bisa melakukan hal apapun, hal yang baik maupun yang buruk?”
“Aku sarankan kamu jangan melakukan hal yang buruk. Dan satu lagi, rohmu akan telihat sama seperti tubuh aslimu, hanya kamu tidak berjalan seperti orang biasa melainkan sedikit melayang.” Ucapnya.
“Baik aku mengerti.”
“Ayo kita kembali ke aula.” Winda mengajakku keluar dari ruangan ini.
Kembali menyusuri jalan yang cukup jauh dari lorong ini menuju aula.
“Jadi kalian menyebut ruangan besar itu aula?” tanyaku.
“Iyah, tempat biasa Master berbicara kepada semua pengikutnya.” Jawabnya.
Setelah sampai di aula, aku di ajak duduk di bagian seberang dari para orang yang tertidur dan pembaca mantra.
“Tadi kamu bertanya pintu keluar?, lihat di atas sana.” Sambil menunjuk ke arah bangku deretan paling akhir dan tinggi. “Di situ lah kamu menemukan pintu keluar sesuai arah mata angin, dan untuk menuju ke sana, kamu bisa melalui tangga ini.”. sambil menunjuk tangga di sebelahnya.
“Aku masih memiliki banyak hal yang ingin aku tanya.” Jelasku.
“Aku mengerti, makannya aku ajak kamu kemari. Silahkan bertanya sesuka hatimu.”
“Apa saja yang telah kalian lakukan selama ini dalam melawan Merlin?”