“Semuanya sudah berkumpul?” Fey berkata dari tengah aula.
Setengah dari tempat duduk di sini sudah terisi penuh, para pejuang mimpi, beberapa pernah aku lihat dan sisanya aku baru melihatnya sekarang.
“Seperti yang Peter katakan padaku, bahwa mereka akan terus menyerang kita, karena mereka hanya tersisa lima orang saja, mungkin sekarang empat.” Fey berkata dengan pandangannya menyisir setiap penjuru.
“Sekarang mau tidak mau, kitalah yang menyerangnya terlebih dahulu.” Lanjutnya.
“Tapi master, Sam belum siap, ini terlalu cepat.” Winda sedikit memberikan saran.
“Ini terpaksa kita lakukan, Winda. Lebih baik dia belum siap tetapi kita hanya melawan lima orang saja.” Ucapnya.
“Aku sudah siap, Winda.” Ucapku penuh percaya diri.
Fey melihatku dengan wajah tersenyum bangga, sepertinya dia tidak salah memilih orang.
“Aku punya rencana.” Ucapku.
“Silahkan kemari, Sam.” Fey memanggilku.
Aku lalu turun mendekati Fey, kemudian aku ucapkan semua rencanaku.
“Aku ingin bertanya terlebih dahulu, siapa dari kalian yang bisa menyamar dengan baik menyerupai orang lain?” tanyaku dibarengi beberapa orang yang angkat tangan.
“Cukup banyak, mungkin kita hanya butuh dua orang saja, aku pilih Peter dan kamu, siapa namamu?” aku menunjuk satu orang.
“Namaku Steve.” Jawabnya.
“Kamu dan Peter menyamar menjadi dua orang dari mereka dan kita akan membuat Merlin marah kepada mereka dan membunuh mereka yang asli.” Ucapku.
“Apakah semudah itu?” tanya Peter.
Aku lalu melirik ke arah Fey, dan dia tersenyum lalu mengangguk.
“Percayalah terhadap rencananya.” Ucap Fey.
“Kemudian, dua orang yang lain bisa kita lawan sama-sama. Dan Aku, Winda dan Alex akan melawan Merlin. Dan Master, kau tetap di sini.” Ucapku.
“Tidak, aku akan ikut dengan kalian.” Ucapnya.
“Bagaimanapun ini tanggung jawabku.” Lanjutnya.
“Baiklah, Master, aku tak bisa menghalangimu.” Ucapku.
Lalu dua orang penjaga masuk dan mendekati Fey, mereka lalu berbicara terhadap Fey.
“Jumlah mereka sekarang tinggal empat, karena yang kita tahan telah mati.” Ucap Fey.
“Baik, kita akan menyerang mereka lusa.” Ucapku. “Bagaimana kita tahu bahwa telah lusa?” bisikku ke Fey.
Fey hanya melemparkan senyum kepadaku. Dia lalu melemparkan sebuah cahaya ke arah tengah aula, lalu gemuruh getar tanah yang aku pijak mengiringi munculnya sebuah jam pasi besar.
“Baik, kita aka menyerang sampai semua pasir di atas berpindah ke bawah.” Teriak Fey.
Fey lalu mengajakku ke ruang makan, dan mereka yang berkumpul satu-persatu mempersiapkan diri.
Aku, Fey dan Winda yang mengikuti kami kemudian duduk. Kali ini tak ada hidangan yang disediakan.
“Sam, aku minta kau menjaga Winda jika terjadi sesuatu hal terhadapku.” Ucap Fey.
“Baik Master, Apakah Master juga akan ikut melawan Merlin?” tanyaku.
“Aku akan menghabisi satu orang yang tersisa, lalu aku akan membantu kalian melawan Merlin.” Ucapnya.
“Aku tahu dimana jasad Merlin dia simpan, kalau kau bisa masuk kesana dan membangunkannya dan membunuhnya, tugas kita selesai.” Lanjutnya.
“Aku punya satu pertanyaan master. Apakah dengan Merlin mati, aku akan seperti manusia biasa kembali?” Ucapku.
“Tidak, karena ini bukan kutukan darinya, melainkan ramuan yang aku dan Bonnie buat.” Jawab Fey.
“Lalu cara menghilangkannya?” tanyaku.
“Aku sudah membuat ramuan tersebut, dan Winda sudah aku beritahu dimana tempatnya.” Jawabnya.
“Baik aku mengerti, sekarang tugasku semakin berat karena aku harus menjaga kalian berdua.” Ucapku.
Aku lalu pamit dari mereka dan aku sedikit berlatih ke tempat latihan. Sekarang aku sudah bisa menghabiskan banyak jenis latihan dalam waktu singkat, tetapi aku belum mengetahui kekuatan dari Merlin.
Kemudian aku pergi ke perpustakaan, dan saat melintas aula, seperempat pasir sudah berpindah.
Aku mencari buku tentang Merlin, mungkin Fey pernah menulis tentang dirinya. Tetapi yang aku dapat hanya sebuah buku catatan Fey yang terselip dalam tumpukan buku di sudut perpustakaan.
Aku bawa buku dengan ukuran saku kemeja dan tebal lima puluh lembar aku rasa. Aku lalu duduk di sebuah kursi dan sedikit membaca isinya.
Halaman pertama tertulis tahun, sekitar seribu sampai dua ribu tahun yang lalu buku ini dibuat, tulisannya sedikit pudar.
Halaman selanjutnya sudah hilang dan aku tidak tahu apa yang terjadi, namun beberapa lembar terakhir masih menempel.
Halaman buku pun telah habis. Aku lalu mengembalikan buku itu dan mencari buku kelanjutannya.
“Sedang mencari buku catatan lainnya?” tanya seseorang di sampingku.
“Iya, Winda.” Jawabku karena aku sudah mengenali suaranya.
“Sudah tidak ada lagi, Master hanya menulis buku itu saat waktu senggang dan setelah kejadian itu, dia terus menjaga dunia ini dari ulah Merlin.” Jawabnya.
“Padahal aku ingin tahu bagaimana kelemahan Merlin.” Ucapku.
“Kita ke kamarmu, aku akan menceritakannya.” Ajaknya.
“Kenapa tidak di aula saja?” tanyaku.
“Karena ini rahasiaku.” Jawabnya dan aku pun mengalah.
Setelah sampai di kamar, Winda lalu langsung berbaring di tempat tidurku dan aku hanya duduk di sisi tempat tidur.
“Jadi ceritakan hal yang kamu tahu tentang Merlin.” Tanyaku.
“Kamu hanya perlu menemukan jasadnya, membangunkannya dan bunuh.” Jawabnya.
“Lalu ramuan penawar itu?”
“Aku simpan di tempat yang aman.”
“Kenapa kamu tidak meminumnya agar bisa merasakan bagaimana rasanya mimpi?” tanyaku.
“Aku takut aku nanti darahku tidak bisa membuat ramuan seperti ayahku.” Jawabnya.
“Jadi darahmu bisa dibuat ramuan itu?” tanyaku.
“Iyah, makannya ini rahasia yang aku ingin bicarakan denganmu.” Ucapnya.
“Ayok kita latihan, Winda.” Ajakku.
“Aku ngg mau.” Ucapnya.
“Hah, saat seperti ini kamu tidak mau?” ucapku.
“Aku ingin merasakan kembali hal yang waktu itu, peluk aku, Sam.”
“Apakah kamu baru merasakan hal seperti itu?”
“Iyah, aku tidak mengerti hal seperti itu, aku selalu dipaksa untuk menjadi prajurit dan mentalku dididik untuk kuat.”
“Baiklah kalau begitu aku akan memelukmu lagi.”
Aku lalu berbaring di sebelahnya dan memeluk tubuhnya. Kami tidak pernah melakukan hal yang lebih dari ini, hanya sekedar memeluk tubuhnya dengan berbaring.