The Red Dress episode 9

Chapter 9

“Apa..apa yang sebenarnya terjadi?” suaranya pelan.

“Tidak..tidak sekarang, aku akan kesana lalu bukakan ikatanmu. Setelah itu barulah kamu buka ikatanku, jelas?” Jonathan hanya mengangguk.

Dengan tubuh terikat kursi Jerry menggeser posisinya dengan menggunakan tubuhnya. Sedikit demi sedikit sambil mengintip pintu takut kedua pasangan itu telah kembali. Sekuat tenaga dia menggeraknnya hingga mendekati Jonathan, dia meminta Jonathan untuk berputar. Namun Jonathan hanya diam saja dia masih lemas dan trauma dengan mimpi barusan. Akhrinya Jerry bergerak sekali lagi menuju kursi Jonathan.
Mereka berdua saling membelakangi, Jerry dengan sigap langsung mencoba membuka ikatan Jonathan. Ikatannya tidak terlalu kuat sehingga dia bisa membukanya dengan mudah.

“Jo…Jo! Dengarkan aku, ikatan tanganmu sudah terbuka sekarang cobalah buka ikatan yang ada dikakimu,” Jonathan tidak bereaksi. “cepat Jo! Sebelum mereka datang!” Jonathan mulai bergerak, dibukanya ikatan di kedua kakinya. Dia bangun namun terjatuh, dirinya benar-benar merasa lemas.

Jonathan merangkak meraih ikatan Jerry, sekuat tenaga dia mencoba membukanya dan berhasil. Jerry mengangkatnya dan menaruhnya di kursi lagi. Lalu Jerry bercerita kenapa apa yang terjadi. Saat di lift security itu berusaha mencekiknya lalu menyikut Jonathan hingga pingsan. Jerry berhasil melumpuhkan security itu. Jerry menekan tombol turun karena dia merasa keadaan ini sudah di luar kendalinya. Bukannya turun mereka malah terperangkap di lantai yang sama padahal Jerry sangat yakin dia sudah menekan tombol menuju lobby.

Pintu lift terbuka, sekarang security yang ada di depan mereka jumlahnya banyak. Jerry jelas kalah jumlah dan tumbang, dia hanya kehilangan sebentar kesadarannya. Dia ingat ketika diseret oleh security-security itu, mereka membawanya ke suatu kamar. Lalu tuan Rico dan Marissa masuk, Jerry sedikit mengintip. Para security itu seperti diperintah oleh Marissa, mereka mengambil sebuah tali tambang dan mulai mengikat mereka berdua.

“Kamu ingin tahu kejadian selanjutnya, Marissa mengecup bibirku dengan halus, entah apa yang coba dia lakukan. Dia juga melakukannya kepadamu,” lanjut Jerry. “lalu mereka pergi begitu saja, dan kamu mulai berteriak-teriak sampai menangis. Mungkin itu caranya untuk menghipnotis orang-orang di sini? Entah lah,” Jonathan masih terlihat lemas. “kamu baik-baik saja Jo?”

“Kurasa, oh iya Jerry. Bisa kamu buka gorden itu? Sepertinya aku mengenal tempat ini.”

Jerry membuka gordennya, cahaya matahari langsung masuk dan menyinari kamar itu. Dengan tertatih-tatih Jonathan bangun dan melihat keluar.

“Ada apa?” tanya Jerry, “kamu melihat sesuatu?”

“Kita…kita berada di kamar Marissa sekarang,” melihat sekeliling. “aku kenal betul tempat ini, jangan-jangan…,” dia berjalan menuju ke sebuah pintu di kamar ini. Pelan-pelan dibukanya pintu ini, “astaga!” menjauh dari pintu, Jonathan muntah.

“Hei…apa yang…,” Jerry tidak bisa berkata apa-apa setelah mengetahui apa yang ada di dalam kamar ini, sebuah kamar yang lebih tepatnya di sebut kamar mandi.

Banyak mayat tergeletak tak beraturan di sini, mereka semua dalam kondisi yang mengenaskan. Bagaikan tulang belulang yang hanya dilapisi oleh kulit, bahkan mereka tidak mengenakan pakaian sehelai pun. Jerry meminta Jonathan masuk, dia ingin memastikan apakah mereka ini adalah korban dari Marissa atau bukan. Jonathan tidak bisa, dia tidak kuat melihat hal semacam itu.

“Jonathan, mereka semua cocok. Berjumlah tujuh orang,” Jerry berbicara keras dalam kamar mandi. Lalu dia keluar. “jika ini kamar Marissa kita sudah mendapatkan bukti yang sangat kuat,” dia merogoh saku celananya, ada yang tidak beres. “ponselku…dompet.”

Jonathan memeriksa saku celananya juga, “ponsel dan dompetku juga tidak ada.”

“Sial! mereka berdua sangat pintar,” mencoba merogoh kantong dalam jasnya. “mereka juga mengambil kunci mobil.”

“Lalu apa yang kita lakukan sekarang?”

Jerry mencoba berpikir tenang, dia duduk sambil memikirkan langkah selanjutnya. Pilihan utama adalah keluar dari hotel ini, tetapi bukan tidak mungkin semua personil hotel telah dihipnotis oleh Marissa. Melihat sudah lama dia menginap di hotel ini.

“Tidak ada jalan lain, kita harus keluar dari hotel ini secepatnya.”

“Bagaimana?” Jerry membicarakan rencananya kepada Jonathan.

Di luar security mendengar suara pintu yang sedang didobrak kencang dari dalam, merasa terganggu security pun masuk. Ketika dia buka, dia melihat Jonathan duduk rapih terikat namun kursi didepannya kosong. Dengan sekuat tenaga Jerry yang bersembunyi di balik pintu menghantam kepala security dengan kursi. Security itu jatuh pingsan, mereka berdua keluar dari kamar.

“Hanya seorang yang menjaga, kita harus tetap waspada. Pasti di area lift mereka sudah menyimpan satu orang security lagi,” Jerry dan Jonathan mulai berjalan menuju lift.

Lorong-lorong di lantai ini sangat sepi, tidak ada lalu lalang orang ataupun personil hotel yang terlihat. Jerry memeriksa area lift, dia mengintip dari ujung tembok. Benar saja, tidak ada satu orang security yang berjaga di sini. Merasa area sudah aman mereka berdua bergegas berjalan menuju lift. Jerry menekan liftnya namun pintu tidak terbuka, Jonathan mencoba membantunya namun hasilnya sama saja.

“Apa mereka mematikan lift ini?” kata Jonathan.

“Mungkin saja, lihat aku menekannya tetapi pintu tidak terbuka,” sambil menekan tombol pintu lift.

“Tidak ada jalan lain lagi, kita harus turun melalui tangga.”

“Kamu sanggup? Kita sekarang berada di lantai 48,” Jonathan menyanggupinya dan mereka mencari keberadaan pintu darurat.

Keadaan sunyi sepi, mereka berjalan pelan-pelan sambil meningkatkan kewaspadaan. Lalu tidak sengaja Jonathan mendorong salah satu pintu kamar, pintu itu terbuka padahal Jonathan tidak memegang kartu untuk membuka kamarnya. Rasa penasaran Jonathan muncul, dia mencoba membuka pintu diseberangnya sekali lagi dan pintu itu lagi-lagi terbuka.

“Ada apa ini? Apa mereka mematikan aliran listrik di hotel ini?”

“Tidak mungkin…ini masih waktu di akhir pekan kondisi hotel pasti ramai, kecuali jika mereka hanya mematikan aliran listrik di satu lantai saja, yaitu lantai ini.”

“Bagaimana dengan liftnya?” Jerry berpikir sejenak lalu dia meminta Jonathan memikirkan hal itu nanti sekarang fokus mereka adalah mencari pintu darurat.

Mereka menemukan pintu darurat, mereka berjalan cepat menuruni anak tangga satu persatu hingga mereka berhenti sementara di lantai 30. Mereka memutuskan untuk istirahat sejenak dan melemaskan kaki-kaki mereka.

“Aneh sekali…mengapa mereka mengambil dompetnya juga, kalau ponsel aku bisa memahami agar kita tidak melakukan komunikasi keluar, kalau dompet?” Jonathan bertanya kepada Jerry.

“Apa mungkin….”

“Mungkin apa?”

“Di saat kamu berteriak, sebenarnya kamu memimpikan apa?”

Jonathan bercerita bahwa mimpinya sangat aneh, semua korban digantung di sebuah aula dan dia melihat Jerry menjadi salah satu korbannya. Lalu banyak orang yang menonton, anehnya yang menonton itu adalah orang-orang yang kenal atau pernah ditemui oleh Jonathan, anaknya Michael Gloris bahkan muncul padahal dia baru menemuinya kemarin. Jerry mulai menganalisa dengan gayanya, dan dia menemukan sebuah kesimpulan.

“Di dalam dompet pasti tersimpan kartu identitas, kartu itu berisi berbagai informasi sang pemilik. Jika dugaanku benar maka Marissa dan Rico pergi ke alamat-alamat yang tercantum di kartu identitas tersebut. Bukan lain adalah untuk menghipnotis orang-orang terdekat kita, kamu sudah lihat kan bagaimana bisa seorang security menjagakan pintu untuk Marissa. Dia bahkan bukan seorang pejabat,” Jonathan termenung. “Jo..ada apa?”

“Ibu…ibu!” dia mulai berlari menuruni tangga itu dan Jerry mengikutinya, Jonathan khawatir jika terjadi apa-apa terhadap ibunya.


The Red Dress

The Red Dress

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2017 Native Language: Indonesia
The Red Dress adalah serial bertemakan horror yang merupakan lanjutan dari serial Sisters List.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset