“tadi siang gue dikenali, dari temen jaman SMA dulu, di AA kafe, anaknya polos banget, dan ini kesempatan, haha..” tawanya licik.
Riza sadar yang mereka bicarakan tapi dia tidak begitu yakin, akhirnya dia memutuskan untuk melihat gadis malang tersebut, ia kemudian kembali ke kursinya, dan memandangi meja yang diduduki kedua pria tadi. Mereka hanya bertiga, dua orang pria dan satu wanita berambut panjang ikal coklat, itu bukan sherly, dia tak mau berburuk sangka dulu, karena yang berjanji bertemu atau pasangan-pasangan banyak sekali yang mengunjungi kafenya, jadi bukan hanya Sherlynya itu.
Apa yang kupikirkan? Sepertinya aku mulai gila sendiri, pikirnya sambil menyesap whiskynya.
Kali ini pandangan Riza tertuju pada wanita yang baru saja datang, ia merasa wanita ini tak asing baginya, tapi penerangan di bar sangat gelap ia tak bisa melihatnya dengan jelas. Jadi ia berpikir itu mungkin orang yang mirip sherly.
Wanita itu semakin mendekat dan ia yakin itu adalah sherly, ia memakai hot pants jeans hitam, T-shirt merah dan jaket kulit hitam, rambut pendeknya tergerai, dengan poni kebelakang di jepit, Riza terpaku memandangnya, karena sherly begitu memukau.
Sherly menuju meja tempat dua orang pria itu duduk, ia duduk disitu setelah bersalaman dengan semua. Riza terperanjat marah, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa mengontrolnya dari jauh, jika sesuatu yang buruk terjadi pada Sherly.
Mereka berbincang dan tertawa, sepertinya tidak ada hal yang janggal, tapi dibalik itu semua riza mengetahui rencana busuk pria itu. Sherly banyak sekali minum cocktail, Dido memang sengaja membuatnya mabuk, ia pun memasukan obat perangsang secara diam-diam tanpa diketahui Sherly, bahkan riza pun tak mengetahuinya, karena kursi tempat ia duduk lumayan jauh.
“aku akan membututinya! laki-laki brengsek!”, gumam Riza terlampau emosi.
Benar saja sherly sepertinya sempoyongan dalam berjalan pria itu membopongnya keluar bar bersama kedua temannya. Riza tak mau hal buruk terjadi, mengendap-endap mengikuti mereka.
Di parkiran mobil, Dido dan kedua temannya berpisah, dan ia memasukkan Sherly ke mobilnya, dan mereka pergi, tanpa mengetahui riza membuntutinya.
“kita mau kemana Do?”, tanya sherly lemas.
“kita istirahat sebentar ya di suatu tempat, kamu mabuk tidak mungkin bisa pulang ke rumah”, jawabnya licik,
“suatu tempat? Maksudmu?”, tanyannya menyelidik, “antarkan aku ke tempat inggrit”, tambah sherly memaksa,
matanya kunang-kunang dan pandangannya mulai berbayang, ia terus melawan rasa kantuk itu namun apalah daya dia akhirnya terkulai lemas.
Dido mengamatinya sambil menyetir mobil, dan tersenyum licik, matanya terus memandangi tubuh Sherly dengan buas.
Kemudian mereka tiba di sebuah hotel, dan menuju parkiran.
“kau akan kubuat bahagia malam ini Sher!”, katanya, tersenyum mesum.
Ketika ia keluar dari mobil, berdiri sesosok pria setingginya, matanya memancarkan amarah yang begitu besar,
Dido bertanya santai,
“ummm, maaf anda menghalangi jalan saya”, Ucapnya menggertak.
Riza memandang Sherly yang terkulai lemas di bangku mobil,
“dia tunanganku”,
“turunkan dia sekarang, atau kau akan kubuat menderita”, paksa Riza.
“apa yang ka…”, sebelum Dido sempat menjawab,
pukulan telak mendarat di leher kirinya.
***
Sherly terbangun siang hari, ia sulit untuk membuka matanya, kepalanya terasa berat karena obat perangsang ditambah ia terlalu banyak minum. Ia memandang sekeliling, ia berada di sebuah apartemen mewah bukan di kamarnya.
“aku dimana?”, gumamnya, ia coba mengingat yang terjadi tadi malam, hanya samar-samar, yang ia tahu bahwa Dido membawanya ke suatu tempat, oh.. apa aku di perkosa, ia segera melihat dalam selimut yang sejak tadi menghangatkannya , pakaian masih lengkap dan sepertinya tidak terjadi apa-apa.
“selamat pagi”, Riza menyapa, membawakan susu putih.
“Siapa kamu? Aku dimana?”, sherly menarik selimut ketakutan, raut wajah polosnya membuat Riza geli.
“minum ini, itu akan menetralkan obat yang kamu minum semalam, sebentar lagi temanmu akan datang menjemput”. Jelas riza.
“Obat? temanku?” siapa?.
Riza tak menjawab,
“kamu akan kubuatkan sarapan”, ujar Riza.
Sherly tak menjawab ia benar-benar kebingungan, banyak pertanyaan yang harus ia ketahui, tapi ia malu hanya terdiam di tempat tidur Riza, dan meminum susunya sedikit-sedikit, sambil terus mengingat-ngingat tentang pria ini, sepertinya wajahnya tak asing,
ohhh.. aku ingat, dia pelayan tampan di kafe AA, tapi bagaimana aku bisa disini? Pikirnya, dan itu membuat kepalanya makin sakit, ia memutuskan untuk tidak banyak memikirkan apa-apa dulu.
Bell membuat gaduh apartemen, sepertinya orang ini tergesa-gesa hingga menekan bell berulang-ulang seperti itu.
Riza tahu siapa yang datang, ia segera membuka pintu apartemennya, dan mempersilahkan masuk seorang perempuan.
Itu inggrit, ia langsung berhambur menuju kamar setelah di tunjukan oleh Riza.