TING TONG!!!,
bell kamar Sherly memaksanya untuk bangun, kepalanya masih berat karena semalam terlalu banyak minum.
Ia berjalan ke pintu kamar hotel sempoyongan sambil memegangi kepala,
“permisiii.. Room servis!”, suara seorang laki-laki dari luar kamar,
“maaf pak, kembali lagi nanti siang”, jawab Sherly, “maaf mbak, aku membawakan pesananmu dari seseorang”, tegasnya,
akhirnya Sherly membuka pintu, pelayan itu memberikan segelas jus tomat mix Strawberry, Sherly hanya menerimanya dan kembali ke tempat tidurnya, sambil mengingat-ingat bagai mana cara ia pulang ke hotel dan siapa yang memesankan minuman favoritnya ini, ia tidak sadar tadi malam ia di bantu Riza sampai ke kamar hotel, tapi ia tidak yakin apakah itu mimpi atau apa, tenggorokannya terasa kering, ia mengambil air mineral di lemari sudut, kemudian jatuh secarik kertas, ia mengambilnya dan sepertinya dia mengenal tulisan itu..
“kunti lama tidak berjumpa, kamu tidak berubah, masih saja menyukai jus aneh itu. maaf aku hanya bisa membantumu dari dimensi yang berbeda, yang perlu kamu ketahui, aku masih ada di dekatmu..,
nb : kalau kita berjumpa lagi tolong cepat kembalikan buku matematikaku, aku memerlukannya
Riza”.
Sherly tersenyum, walau itu terasa mustahil, ia sepertinya mempercayainya.
Ia meraba surat itu, seakan sedang meraba barang berharga, di situ jelas tertera tanda tangan Riza.
“sepertinya aku mulai gila”, gumamnya tersenyum,
“maaf Riza aku menduakanmu”, tambahnya memandang langit-langit.
Memang tak bisa dipungkiri Anton membuatnya jatuh cinta hingga membuatnya seperti ini, ia menyukai Anton karena ia pikir sangat banyak kesamaan sifat antara Riza Dan Anton.
Esoknya Sherly memutuskan untuk pulang lalu menjumpai Inggrit, dan Anton/Riza, sampai hari ini ia tidak mengetahui bahwa Inggrit adalah adik Riza.
Sesampainya di Jakarta, ia berjalan menuju restoran ia melupakan sarapannya karna sibuk dengan kopernya, ia memesan semangkuk sup dan sedikit nasi putih.
“boleh aku duduk di sini?”, suara wanita mengagetkannya dari belakang, Sherly menoleh dan mempersilahkan Luna duduk dan memasang wajah keras.
Luna duduk layaknya putri raja, dengan pengawal di sampingnya,
“apa maumu?”, tanya Sherly ketus.
Luna membeberkan semuanya.
“kenapa kau pikir ia jujur bahwa dia bukan dirinya?”, tanya Sherly santai.
“Sorot matanya yang lembut, cara ia bicara, dari caranya tak mengenalku, SEMUANYA! Di… Dia bukan Antonku!”, jawabnya pahit, Terlihat menahan air matanya.
Sherly terdiam.
“jadi siapa Anton sebenarnya?”, tanya Sherly,
“aku tidak tahu, sepertinya dia terobsesi padamu, kau pasti masih mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu”, jelas Luna.
Tentu saja Sherly masih mengingatnya ketika itu Anton mengejarnya dengan susah payah.
**
Keadaan pemakaman di malam itu sangat mencekam, hujan deras hampir menenggelamkan seluruh penghuni alam bawah tanah, suara halilintar menggelegar dengan sekejap menerangkan kemudian kembali gelap, terus berulang.
sesosok tubuh yang baru saja di kuburkan bangkit merangkak sampai ke sudut pohon besar untuk berteduh, mayat Riza terduduk lemah, di penuhi lumpur, dan dibasahi hujan yang deras, kemudian ia berteriak.
“bukankah tadi aku baru saja mati karena meminum racun! Kenapa aku tidak mati saja TUHAAAANN!!!!”,
Anton yang berada di tubuh Riza berteriak memohon, tanpa di sadari ia berada di tubuh orang lain.
**
Inggrit menata kamar barunya, ia menaruh hiasan-hiasan di meja sudut, menata letak perabotan, dan membereskan semua pakaiannya, setelah selesai mengganti cat kamarnya menjadi ungu cerah.
“kamu ini masih gadis atau janda grit?”, ejek Riza, mirip lagu dangdut,
“apa maksudmu kak!? Ungu bukan berarti janda!”, bantah adiknya.
Mereka menempati rumah modern minimalis di pinggiran kota, dengan suasana sejuk, nyaman, dan bersih. Vero juga datang untuk membantunya, mereka berdua bercakap-cakap di teras.
Bzzz.. Bzzz..
Ponsel Inggrit, Sherly meneleponnya.
“kaaaak.. Kakak.. Sherly meneleponku”, teriaknya, Riza menghampirinya di teras,
“hallo, Sher?”
“kamu di mana grit?”
“ehhh…. A.. Aku di… Di kampus”
“ke AA kafe ya, ada yang mau kubicarakan”
“sekarang?”
“minggu depan!! Ya sekarang lah, cepat, gak pake kura-kura”
“bye”
TUT.
Setelah merundingkan dengan Riza, Inggrit dan Vero menuju AA kafe mengendarai roda dua milik Vero.
…
Seseorang dengan nafas terbatuk-batuk memperhatikan mereka dari jauh, “aku akan mengambil kembali tubuhku!! Dasar pencuri sialan!”, ucapnya penuh kedengkian.
…
Vero meninggalkan Inggrit ketika mereka sampai di kafe, ia harus kembali ke kantor karena tadi ia hanya izin sebentar pada atasannya. Wajah Sherly hari ini sangat muram, seperti gadis yang datang tamu bulanannya di hari pertama.
Inggrit hanya tersenyum simpul melihatnya.
“kok mendadak banget, Sher. Ada yang penting?”, tanyanya cepat.
“ya ada yang janggal di hatiku , Grit, aku akan mulai bercerita!”, ungkap Sherly pelan.
Ia menceritakan semua yang ia rasakan selama ini, dan juga bercerita tentang pertemuannya dengan Luna di bandara, Inggrit hanya terus memperhatikanya dengan seksama, ia tak mau melewatkan satu hal pun sambil terus menyesap kopi hitam, dan menghisap rokoknya.
Inggrit tak tahu apa yang harus ia katakan, ia berpikir untuk tidak membuka rahasianya saat ini.
Tiba-tiba ia berhenti berbicara, ia melihat seseorang yang sangat mirip Riza baru saja menaiki taksi.
“Ri.. Riza?”, ujarnya pelan namun begitu terkejut.
Ia begitu saja pergi dengan tergesa-gesa, tanpa memperdulikan Inggrit yang memanggilnya berulang-ulang, ia berhambur ke mobilnya yang di parkir tidak jauh dari tempat duduknya tadi.
Pandangannya hanya pada taksi yang di naiki orang yang sangat-sangat mirip dengan Riza, ia melaju cepat tanpa ia tahu apa yang ia kejar sebenarnya.
tiba-tiba ia menghentikan laju mobilnya di jalanan perumahan yang sepi.
Ia baru saja membuang-buang waktunya, ia baru tersadar Riza sudah tiada, ia harusnya menerima itu sejak dulu, kepalanya bersandar pada kemudi, matanya berkaca-kaca menahan tangis.
“ya Tuhan, apa yang kulakukan, aku benar-benar sudah gila. Benar-benar sudah.. ”, ujarnya pelan.
Sherly kembali ke kafe, dan terduduk diam di depan Inggrit, Inggrit hanya terdiam melihat sahabatnya seperti itu.
Pandangan Sherly benar-benar seperti mayat, kosong, Inggrit memeluknya sebelum ia sempat menangis, menangis tersedu di pelukan Inggrit,
“mengapa Riza tidak pergi saja, Grit, kenapa ia selalu menghantui hari-hariku”, ungkapnya terisak-isak di antara tangisnya.
**
Riza membuka kafe terbuka tidak jauh dari rumahnya, ia mengambil sudut bangunan yang mengarah langsung ke panorama kota Bandung, Made mengerjakan semua proyeknya itu, untuk urusan ini Made sangat mahir, ia selalu punya ide cemerlang dalam mendekor sebuah kafe atau bar.
Bangunan itu berdiri di samping tebing yang curam, agar pengujung dapat melihat langsung dengan mata telanjang keindahan kota Bandung beserta bukit-bukit yang ada di depannya.
Sangat berbeda dengan AA kafe yang berada di tengah kota.
Inggritlah nanti yang akan menjadi manajer di kafe ini, karena ia kuliah di bidang yang sama dengan tugasnya di kafe.
Riza menghubungi karyawannya yang dulu pernah bekerja dengannya, semua mantan karyawannya antusias dan langsung menyetujui ketika Riza mengajak kembali untuk bekerja sama, karena mereka semua sudah muak dengan peraturan dan sifat arogansi dari pimpinan mereka yang di rekomendasikan oleh Luna.