Bu Prapti senang sekali mendengar berita dari kesatuan suaminya yang akan bernama Walidin akan segera pulang dari Timor-Timur. Bu Prapti memeluk Damayanti karena ayahnya segera pulang. Yanti amat rindu sama bapaknya karena sejak masuk SMP tak pernah memandang ayahnya , ” Bapak….. Yanti rindu bapak….” tangis Yanti sambil memeluk Prapti yang bersiap menyamb ut suaminya bersama Giyanti dan lainnya. Mak Wiryo juga Maryam berada dikantin menyaksikan bu Prapti dan Giyanti yang nampak cantik-cantik hendak menjemput suami-suami mereka yang masih dalam perjalanan.
Walidin : ” Yo…Priyo…aku bakal pensiun sampai rumah nanti….kelihatannya…”
Priyo : ” Aku akan pindah ke Tegal tepatnya Slerok…sepertinya belum sih kalau pensiun….mungkin akan tetap di Wonotingal sebagai basis prajurit ”
Walidin : ” Kasihan Lukito…kakinya diamputasi karena tertembak di Timur Leste ”
Priyo : ” Sunaryo juga tertembak tangannya yang sekarang di cangklong…istrinya pasti mewek menyaksikan keadaan ini….tapi itu sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai prajurit yang setia pada negara dan mengemban tugas yang bertaruh dengan nyawa…masih ingat enggak waktu di Dili…peluru sliweran di mana-mana..dihutan…di perumahan rakyat yang kita duduki selalu diincar musuh ”
Walidin : ” Ya…kita hanya melindungi rakyat Timor Leste yang meminta perlindungan di Nusa Tenggata Timur ”
Terdengar suara sirine menggema di asrama Wonotingal dan masuklah truk-truk yang membawa prajurid kembali ke mess, Bu Prapti memeluk suaminya yang masih menggendong ransel di punggungnya . Semua memeluk pasangannya sambil tersenyum dan kembali ketempatnya karena Walidin berbaris kembali untuk menerima serah terima kepulangan prajurid.
Giyanti : ” Owh ..baris to..ku kira langsung pulang….” Walidin dan Priyo berbaris keregunya masing-masing karena ini merupakan angkatan pertama yang ditugaskan ke Timor Leste menyelamatkan para warga Timur Leste yang menginginkan gabung dengan Republik Indonesia. Apa yang dibicarakan komandan Prapti tak mengerti dan hanya menunggu sampai selesai upacara untuk kembali ke mess prajurid berkumpul dengan keluarga. Hendra dan adiknya Hendri menyambut kepulangan bapaknya dengan penuh tawa dan memberikan setumpuk pertanyaan.
Hendra : ” Bapak nanti berangkat lagi ke Timor Leste…?”
Walidin : ” Bapak tak tahu….kalau sudah tugas ya…harus berangkat….”. Prapti mempersiapkan makan malam bersama anak-anaknya tapi Yanti masih saja nglendot pada bapaknya.
” Oh ..ya..Hendra bagaimana sekolahmu…? ” lanjut Walidin
” Hendra baru ngelamar pekerjaan pak…” , jawabnya tanpa ragu-ragu seperti watak Walidin
” Mengapa engkau tak mencoba menjadi tentara saja…tahun ini ada pendaftaran lo Dra….” , jelas Walidin
” Tapi Hendra gak minat pak….” , dengan agak menyesal Hendra mulai beralasan
” Kenapa anakku tak mendukung bapaknya menjadi TNI …” , Walidin agak muram….
Prapti yang mendengarkan pembicaraan itu ikut menjawab ” Mereka masih berfikir ya…banyaklah alasannya dan kasihan sama Yanti karena khawatir kalau kesepian….”
Walidin : ” Kesepian….apanya yang kesepian…” Walidin tak habis pikir.
Prapti : ” Sudahlah pak….jangan kau paksa mereka dan santai dululah….kan baru saja pulang , mereka ingin curhat kali sama bapaknya…”
Walidin : ” Baiklah….aku juga akan istirahat beberapa hari di rumah…” sambil memeluk istrinya Walidin yang masih memangku Yanti putrinya.
Malam itu Walidin tidur ditemani istrinya dan Yanti…Hendra dan Hendri tidur berdua sekamar, karena memang hanya ada dua kamar tidur dalam mess keluarga prajurid. Walidin berteriak-teriak meminta tolong, ” Tolong….tolong…ada tentara Falintil menyusup….lari…lari….”, ternyata Walidin mengigau dan nafasnyapun terengah-engah, Bu Prapti membangunkan suaminya dan mengambilkan air minum agar suaminya lekas sadar.
” Pak….kok teriak…teriak Falintil siapa Lin itu…cantikkah dia…..?” tanya bu Prapti cemburu dan minta kejelasan
” Lin….maksudnya Fatintil tentaranya Fretilin….besok pagi saja…aku ceritain bapak masih mengantuk ” , Walidin sambil memegang pahanya tidur lagi. Prapti memperhatikan suaminya yang memegangi pahanya….dia ingin melihatnya tapi takut kalau suaminya marah dan Prapti kembali tidur memeluk Walidin suaminya yang berada di tengah antara Prapti dan Yanti . Hendra bangun mendengar igauan bapaknya sampai pagi mereka bercerita tentang ayahnya yang selalu memegang pahanya.
Hendra : ” Hendri…apakah kamu taqk merasa aneh jalannya bapak….? ”
Hendri : ” Iya…gara-gara memangku Yanti tadi sore…..kenapa ya…..?”
Pagi hari Walidin sarapan bersama anak-anaknya .
Hendra : ” Pak sebenarnya perang di Timor Timur itu terjadi perang apa sih….katanya Indonesia merebut pulau Timur…?”
Walidin : ” Perang di Timor Timur atau negara Timor Portugis atau sering disebut Timor Lesate itu adalah perang saudara…antara partai UDT , Fretilin dan Apodeti . Partai UDT yang menginginkan bergabung dengan Indonesia , sedangkan Fretilin adalah tentara didikan Portugis dan memiliki senjata juga trampil tak menginginkan bergabung . Apodeti dan UDT melarikan di NTT yang dikejar Fretilin dan meminta perlindungan Indonesia . Hal ini membuat Negara Indonesia prihatin karena Portugis berpaham komunis. Bangsa Indonesia tak menginginkan bangsa berpaham komunis memasuki Indonesia dan mendatangkan prajurit yang setia pada Bangsa Indonesia untuk mengusirnya jangan sampai masuk Indonesia dan Portugis sudah memasuki perbatasan NTT ( Nusa Tenggara Timur ) . Melihat situasi Timor Leste yang semakin kacau dan pergerakan pasukan Fretilin yang berhaluan komunis serta keinginan masyarakat Timor Leste yang ingin bergabung dengan Indonesia, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Maraden Panggabean mengeluarkan keputusan pada 4 Desember 1975 di Kupang untuk merebut Dili ….ya kira-kira seperti itulah kan bapak hanyalah prajurit yang harus siap tempur kemana saja demi keamanan negara ”
Hendra : ” Jadi tugas bapak hanya berperang dan berperang saja….”
Walidin : ” Iya….karena memang sudah menjadi tugasnya…lain dengan mereka yang berpangkat lebih tinggi…seperti Mayjen TNI Leonardus Benny Moerdani atau dikenal LB Moerdani dia itu orang top berpangkat mayjen lain dengan bapak yang sebagai prajurit perang dan selalu tampil paling depan sebagai tameng melindungi tentara berpangkat tinggi ”
Hendra : ” Wah…menakutkan…bisa mati dong pak….? ”
Walidin : ” Mati itu urusan Tuhan….kalau badan kita sehat dan kuat akan hidup sampai Tuhan mengambil kita….”
Hendra : ” Bapak tak takut mati….? ”
Walidin : ” Mati…? demi negara bapak rela mati….”
Hendri : ” Teman bapak tadi kok tidak tidur disini…? ”
Walidin : ” Om Priyo maksudmu…? Dia kembali lagi ke Surabaya …dan dia sekedar ingin tahu saja keluarga bapak di Wonotingal…”
Hendri : ” Jadi Om Priyo sudah kembali lagi ke Surabaya….?”
Walidin : ” Iya benar….om Priyo seorang komandan peleton yang bertanggung jawab kepulangan kami…sampai di tempat…”
Hendra bersama Walidin bapaknya berangkat ke diler motor karena ingin membeli sepeda motor
” Motor ini kenang-kenangan dari Timor Leste…motor ini akan kita pakai untuk keperluan kita….” kata Walidin.
Prapti : ” Berarti bisa ngantar semuanya dong…..”
Hendra dan Hendri belajar naik motor Honda sampai bisa jalan sendiri, Walidin kecapekan dan membenarkan duduknya.
Prapti : ” Bapak kenapa….? kok pahanya dipegangi…..” karena kawatir dengan keadaan Walidin.
Walidin : ” Ayo bapak tunjukin sesuatu…..” Walidin di kamar menunjukkan jahitan bekas tembakan ketika di Dili…melihat bekas luka jahitan bu Prapti melongo…” Bapak kena tembak to…….? ” Walidin hanya mengangguk.
Prapti : ” Sudah sembuh …tapi kok masih sakit…..? ”
Walidin : ” Kalau kecapekan terasa nyeri saja….om Priyo juga kena tembak di bahunya sebelah kiri…”
Prapti : ” Jadi…, om Priyo juga sakit seperti bapak….?”
Walidin : ” Gak apa…..hanya kalau untuk angkat beban senjata sebelah kiri tak kuat dia…untung saja sebelah kiri , jadi masih diandalkan dia…..”
Walidin : ” Makanya kita dipulangkan biar lekas sembuh..” lanjutnya.
Prapti : ” Jadi….mereka yang dipulangkan kena tembak pak…?”
Walidin : ” Iya….entah itu dikakinya…, betisnya atau jari-jari tangan atau kakinya ..”
Prapto : ” Kalau pak Narmo sebelah kita kena apanya pak….?”
Walidin : ” Narmo jempol kakinya hilang…..oh iya Narmo akan beli motor dan sudah aku pesankan pada dilernya…aku mau ke rumah Narmo sekarang bune….! ”
Segera Walidin keluar dan menemui pak Narmo dan menceritakan kalau masih ada Honda bebek, Narmo bersama yang lainnya menuju diler di Mataram. Rata-rata yang membeli motor yang mendapat luka dikakinya.