Walidin mengajari naik motor pada anak-anaknya Hendra dan Hendri serta mengantar istrinya memasakkan di mess prajurid Wonotingal, dengan penuh hati-hati mereka belajar dan akhirnya bisa juga. Seharian mereka belajar bergantian sementara Walidin mengantarkan pak Narmo tetangga sebelahnya membeli sepeda motor bebek di Mataram. Sore hari motor itu sudah berada di rumah pak Narmo .
Walidin : ” Motor bebek ini sangat cocok buat wanita…tapi istriku tak mau belajar ”
Narmo : ” Ya…istriku juga tak mau belajar naik motor, katanya nanti kuwalat…aneh banget !! ”
Walidin : ” Pahaku cekot-cekot….kenapa ya….apa karena aku kemarin memangku ragilku si Damayanti….sekarang malah membiru…”
Narmo : ” Anakmu itu tingggi dan besar kok masih kamu pangku, periksakan di dokter saja Din….mumpung belum kasep…?!”
Walidin : ” Piye to…yang namanya kangen…sampai sekarang aku masih pingin membopongnya…..”
Walidin mengaduh kesakitan dan berkeringat…Narmo mengantar pulang kerumahnya dan dibantu Hendra yang siap berangkat karena diterima kerja di kantor pos Johar.
Hendra : ” Bapak kenapa pak Narmo….?”
Narmo : ” Tak tahu bapak….tiba-tiba saja mengaduh dan kejang-kejang…! ” Badan Walidin panas dan dia pingsan maka tetangga menghubungi bu Prapti yang sedang bekerja di mess Prajurid Wonotingal . Bu Prapti kebingungan mandengar berita dari Hendra anaknya yang menyusul di mess dengan motor barunya.
Bu Prapti : ” Bapakmu kenapa ‘dra…?”
Hendra : ” Bapak badannya tadi panas setelah berkeringat…” Hendra yang baru bisa naik motor ternyata sudah berani ngebut. Pak Narmo bersama Hendra membawa ke rumah sakit Elisabeth dan segera masuk ICU. Damayanti yang barusan pulang linglung melihat rumahnya yang penuh orang, hatinya berdebar karena rasa takut dan tiba-tiba dia dipeluk ibunya seraya berkata, ” Nduk…bapakmu masuk rumah sakit “. Damayanti menangis
” Mengapa bapak kok sakit mendadak….padahal kemarin janji mau muter – muter ” Damayanti gedrug-gedrug sepatunya dibuang ke dapur.
Prapti : ” Sing sabar nduk semoga bapak lekas sembuh ya…” Prapti memeluk Damayanti putri tercintanya yang menangis dan minta pergi melihat bapaknya. Tangisnya semakin menjadi ketika tatkala Hendra masuk rumah kalau bapaknya terpaksa mondok di rumah sakit.
Damayanti : ” Kak…Yanti ingin jenguk bapak sekarang….Yanti masih kangen sama bapak ” sambil mengusap ingus yang keluar dihidungnya
Hendra : ” Ya…nanti sore kita kerumah sakit…sekarang bantu ibu mengemasi pakaian bapak ya….?” Damayanti menurut perintah kakaknya Hendra. Hendra mengantar ibuknya besuk suaminya bersama Hendri yang memeluk bu Prapti karena takut naik motor.
Bu Prapti : ” Ibu dipeluk erat lo ‘dri….?! ” Hendri menurut saja keinginan ibunya yang ketakutan
Hendri : ” Tenang saja buk….jangan kuatir nanti tak peluk erat..ha..ha…”
Hendra : ” Ibuk peluk Hendra saja nanti kan Hendri memeluk ibu secara otomatis ” tapi dasar orang tua hobinya ngatur yaaaaah tetep saja ngatur..Selanjut nya mengantar Damayanti sambil membawa pakaian ganti untuk bapaknya.
Damayanti : ” Kak…ibu lupa membawa termos untuk bapak, Yanti bawa sekalian ya…”
Hendra : ” Ibuk lupa…karena bingung tadi goncengnya …ya sudah bawa saja ” Yanti membawa tas dan termos dikanan kirinya. Karena tak boleh ditungguin di dalam ruangan akhirnya Hendri yang rencana kena tugas jaga terpaksa pulang ke rumah . Damayanti tak bisa tidur teringat bapaknya yang hidung dan mulutnya dimasuki selang dan tangan kanannya di infus. Dalam doanya Yanti meminta ayahnya segera sembuh. Pak Narmo menanyakan keadaan bapaknya pada Hendri karena kakaknya kecapekan tangannya muter-muter motor sedari pagi dan masih mengantuk.
Hendri : ” Bapak ada diruang ICU dan tak boleh dijaga…kata suster yang merawatnya ”
Pak Narmo : ” Kok tak boleh menjaganya ….terus kalau ada apa-apa siapa yang urus..?”
Hendri : ” Maksudnya malam hari tak usah ditungguin karena bapak dalam pengawasan dokter setiap saat , tapi tiap hari kami akan memantaunya keadaan bapak..”
Pak Narmo : ” Rukun Warga akan menengok keadaannya besok sore…”
Hendri : ” Tapi bapak masih di ICU belum dipindahkan ke ruangan, kalau ingin tengok ya silahkan…kami tetap menunggu disana…menjaga keperluan bapak seperti obat-obatan yang diperlukan serta yang lainnya.
Pak Narmo : ” Iya mas yang sabar ya….besok sore kamu tetap akan menengoknya ” pak Narmo menepuk pundak Hendri yang kelihatan loyo.
Giyanti dibantu teman-temannya memasakkan di mess prajurid Wonotingal.
Kartono : ” Buk Giyanti, bagaimana kabar bu Prapti…kok sudah tiga hari belum ada perkembangan dari suaminya…? ”
Giyanti : ” Yo tanyakan komandan Lukman karena dia lebih paham…ibuk sih tahunya ngulek lombok ” Kartono sedih karena bu Prapti yang selalu membantunya menatakan sarapan libur dan belum bisa berkumpul lagi di mess Wonotingal.
Pak Priyo datang dari Surabaya hendak menengok Pak Walidin karena dapat laporan dari dinas, pak Lukman menyambutnya dan melihat para prajurid sedang berlatih sambil membicarakan sesuatu dan segera menuju rumah sakit Elisabeth. Walidin tersadar mendengar suara istrinya berbicara dengan komandan Lukman dan sersan Priyono , lalu memegang tangannya tapi pak Walidin pingsan lagi.
Bu Prapti : ” Bapak selalu pingsan dan bangun tengah malam dan pingsan lagi ” Perawat lalu menyuruh semua tamu keluar dan hanya dokter dan perawat yang masuk. Bu Prapti amat cemas dan meminta tolong pada pak Lukman dan pak Priyo.
Pak Priyo : ” Sabar ya buk…sebenarnya bapak belum boleh pulang tetapi bapak memaksa dan makanya saya dampingi sampai bertemu keluarganya ”
Bu Prapti : ” Tapi bapak tak apa-apa kan pak….?.”
Pak Lukman : ” Pak Walidin akan selalu kita perhatikan kesehatannya tak usah kuwatir ” Dokter Hasugian ahli bedah memanggil pak Lukman dan pak Priyo menjelaskan riwayat penyakitnya bu Prapti tak boleh mendengarkannya dan duduk diluar sendiri lalu ditemani Hendri yang baru saja pulang sekolah , Hendri Sekolah Teknik di dekat stadion Diponegoro.
Bu Prapti : ” Bagaimana kerjaan kakakmu Hendra…?”
Hendri : ” Kak Hendra diterima di kantor pos buk….dan sekarang masih di sana belum boleh keluar kantor…”
Bu Prapti : ” Alhamdulillah , Ya sudah…nanti adikmu dijemput ya…. ibu mau laporan di mess dulu…karena sudah tiga hari… ” Bu Prapti bersyukur beban yang berat sudah lepas dan mulai berdiri sendiri menata hidup.
Hendri : ” Inggih buk…” sambil memperhatikan komandan dan om Priyo yang amat serius sekali.
Hendri : ” Bapak kemana buk…?”
Bu Prapti : ” Bapak ada di dalam , sedang diperiksa dokter yang satunya…” . Hendri membelikan makanan yang dibawanya sewaktu masuk rumah sakit.
Hendri : ” Buk…makan dulu…ini Hendri beli di depan rumah sakit…Hendri laper banget…”
Bu Prapti : ” Kau makanlah dahulu…ibuk nunggu pak komandan…” . Hendri makan dengan lahapnya sementara pak komandan menuju keluar hendak berbicara penting.
Bu Prapti : ” Pripun pak Lukman….keadaan bapak..?”
Komandan Lukman : ” Sabar ya buk saya harus menemui dokter Nadia dulu ” . Pak Lukman dan Om Priyo menemui dokter Nadia spesialis penyakit dalam .
dr.Nadia : ” Bagaimana Pak…, apakah dokter Hasugian memperbolehkan…? ”
Pak Lukman : ” Iya buk…pak Hasugian mengijinkan pindah ruangan ” .
Hari itu juga pak Walidin dipindahkan ke ruang yosef beserta peralatannya dan infus serta pernafasannya ikut dimasukkan ruangan. Ternyata infeksi pahanya sudah menjalar ke jantung dan itu amat fatal sehingga dokter memberikan tempat yang nyaman buat keluarga dan itu disampaikan pada putra sulungnya Hendra pada saat jaga malam . Hendra menangis menciumi bapaknya … semua permintaannya dituruti yang ingin makan bakmi goreng ataupun kopi kental. Sambil mengelus kepala bapaknya Hendra memandu bacaan laillahailallah melancarkan jalannya kematian.
Walidin meninggal setelah menjalankan shollat isyak dalam pelukan Hendra putra sulungnya, om Priyo yang menemani Hendra mengurus semua kematian Walidin serta membawanya ke rumah duka. Bu Prapti memeluk suaminya sambil berutai air mata.
Yanti : ” Bapaaaaaakkkk…….tadi bapak katanya mau pulang…tapi kenapa malah meninggal….bapak Yanti masih kangen sama bapaaakk ..” tangisan Yanti membuat Hendra tak tega mendengarnya, memang Yanti amat merindukan bapaknya dan sosok ayah telah kembali tapi dalam keadaan tak bernyawa .
Narmo : ” Mungkin ini memang sudah suratan takdir kalau Walidin harus meninggal disini “. Atas permintaan keluarga Walidin dimakamkan di makam pemakaman umum Wonotingal