Dua tahun sudah Damayanti membina Rumah Tangga dengan Kartono dan telah memiliki anak lelaki Yang bernama Permana dia lahir 2 Januari 1989 dan tinggal di mess belakang rumah ibuknya , tiap hari bu Prapti datang membantu Damayanti untuk memandikan Permana yang masih kecil bayinya dan Damayanti masih takut memandikannya.
Bu Prapti : ” Begini kalau mandiin dedek bayi….jangan keras-keras memandikannya…nah sekarang kamu memandikannya…”
Dedek Permana diletakkan di kasur yang beralaskan plastik dan bu Prapti mulai membasuh Permana memakai waslap dan airnya hangat kuku, Kartono ikut mengamatinya dan mengambi sarapan sendiri karena Damayanti masih belajar mengelap dedek Permana dan dia menuruti perintah ibuknya bu Prapti . Damayanti lama-lama gemas pelihat putranya yang tetawa sambil tangannya memegang mukaYanti, bu Praptipun menggoda cucunya….” Dedek Permana…cakepnya….tak rewel di sabuni bunda Yanti…pinter…ciluk..ba….” gurauan bu Prapti membuat dedek Permana tertawa kecil. Damayanti sudah lancar memandikan dedek Permana dan dia segera menuju kantin Prajurit. memasakkan lainnya.
Kartono ” Bunda…ayah berangkat dulu ya…..” Kartono langsung mencium putranya yang harum minyak kayu putih.
Damayanti : Ayah nanti kan pulangnya sore…mau dimasakkan apa…? ”
Kartono : ” Apa saja deh…yang penting tak membuat kamu repot karena ada dedek Permana…”
Damayanti mencium pipi Kartono dan bilang: ” Hati-hati ya….oh ya…kalau ada waktu mampir ke rumah untuk makan siang…bagaimana….”
Kartono : ” Ya nanti kalau tak banyak tugas…pasti ayah akan mampir..ya sayang….da..da…Permana….” Kartono berangkat bersamaan tetangganya Paryono satu komplek.
Paryono : ” Senengnya punya anak pertama…cowok lagi….”
Kartono : ” Biar bapaknya jelek tapi anaknya cakep..he ..hehe…”
Paryono : ” Jelek gimana to….? wong malah gesit….he..he…he….”
Kartono : ” Gesit la wong badannya kecil …malah tinggian istrine….ha…ha..ha…”
Paryono : ” Tapi yang penting selalu tegas dalam mengemban tugas….”
Kartono : ” Kita nanti ke Banyubiru lagi…membersihkan lokasi tempat upacara penyerahan tugas baru….”
Paryono : ” Iya….sesuai Amanan AMD alias ABRI masuk Desa….”
Kartono : ” Untung kita masih ditempatkan di Wonotingal…cukup dekat dengan Banyubiru dan bisa seminggu pulang…tapi kasihan ya…Permana tak tinggal terus…”
Paryono : ” Pilih tugas dinas apa tugas istri… kan itu sudah tugas kita untuk membangun desa tertinggal anjuran pemerintah terutama Pak Jendral M.Yusuf ”
Kartono : ” Iya saat ini kita tidak sedang berperang…tapi membantu masyarakat desa menyelesaikan setiap penyelesaian…Selain itu, program ABRI Masuk Desa (AMD) juga membantu memaksimalkan potensi desa, karena desa merupakan sumber penyuplai bahan-bahan baku pangan nasional serta sebagai sumber ketenagakerjaan.
Mereka melakukan apel pagi dan menerima perintah pembuatan jembatan yang berada di desa-desa tertinggal , membangun mushola dan sebagainya…Kartono dan Paryono diperintahkan membantu membuat gorong-gorong perbatasan desa di Banyubiru…Paryono nyengingis dan toss mendapat tugas bersama selesai apel siang akan turun untuk mengambil perbekalan.
Sesampai dirumah Damayanti menyiapkan segala keperluannya dan Kartono yang mengecek isi ransel tersebut.
Kartono : ” bunda…cangkir belum masuk juga sendoknya…”
Damayanti : ” Iya…ni masih di bersihkan….ini kaos AMD sudah masuk semua…sepertinya sudah habis masuk semua di ransel ”
Kartono mengendong dedek Permana dan menciumnya berulang-ulang ….” Ayah akan sangat merindukanmu anakku sayang…” Kartono memandang dedek Permana tampak berkaca-kaca , Damayanti tak tega dan meringkuk di pungung suaminya, lantas Kartono berkata,” Jaga anak kita dan rawatlah dengan baik nanti kalau ada kesempatan pulang aku akan pulang dan membawakan uang untukmu. Persediaan uang masih ada kan di Almari…?” Damayanti mengangguk saja sambil meneteskan air matanya yang tertutup lengan bajunya . Kartono dan kompinya sudah berangkat menuju daerah lokasi barunya. Selama satu tahun Katono bertugas di Banyubiru dan berpisah dengan anak dan istrinya tapi masih bisa balik untuk menengok anak istrinya kalau ada izin dari pimpinannya.
Kartono : ” Alhamdulilah kita tak ada perang jadi ditugaskan ke daerah untuk membangun pemukiman yang kurang maju di pedesaan….di Banyubiru sudah selesai dan akan menunggu tugas selanjutnya..”
Damayanti : ” Itu si thole rewel …kangen sama ayah…”
Karono yang barusan pulang memeluk dedek Permana , Damayanti yang sering memanggilnya thole…membuat Kartono mengikutinya memanggil thole.Hujan turun dengan derasnya disertai petir dan di luar nampak gelap. ” Ini ada apa ya…kok…banyak abu beterbangan …ternyata Merapi sedang erupsi dan melancarkan awan yang bergulung-gulung. Kartono yang barusan pulang dari Banyubiru mendapat mandat dari pimpinan komandannya untuk menyiapkan diri mengevakuasi daerah yang terkena aliran lahar Merapi.
Merapi yang sering melakukan eropsi membuat bangunan di pedesaan pada ambrol terutama di Desa Dukun di Muntilan . Kartono diberangkatkan membantu masyarakat desa disana . Damayanti yang di rumah bersama Permana dan keluarga besarnya hanya bisa berdoa saja semoga suaminya selamat sampai selesai tugasnya.
Bu Prapti : ” Yang sabar…jangan sering menangis jadi istri prajurit harus tatag dan sabar…sering ditinggal pergi mengelilingi desa-desa tertinggal dan membantu masyarakat di sana agar ekonominya lancar “. Kartono memperbaiki jalan setapak yang diperlebar agar bisa angkot masuk desa Dukun Muntilan dan memudahkan pengiriman sayuran ke kota Magelang.
Prawiro : ” Mas Kartono…?! dipanggil pak Lurah mau diajak sukuran jalan bersama seluruh anggotanya….”
Kartono : ” Inggih pak Prawiro …ini masih tinggal memberikan aspal saja…yang kurang sepuluh meter…” Sambil menunggu temannya menyelesaikan jalan Kartono menyuruh yang lainnya untuk istirahat dan segera melakukan sukuran. Pak Lurah desa Dukun berbincang untuk minggu depan mengerjakan perbaikan pematang sawah dan memperbaiki pengairannya untuk dibuat pemeliharaan budi daya ikan , airnya yang begitu jernih membuat rasa nyaman melakukan kegiatan apa saja termasuk membuat empang selesai sukuran.
Pak Prawiro mengobrol bersama prajurit yang membantu jalannya gotong royong yang selalu disambut hangat karena selalu menolong rakyat kecil sambil makan makanan sukuran yang nikmat sekali meskipunhanya gudangan dan tempe serta gereh petek plus telur rebus yang amat sesuai dengan suhu cuaca desa Dukun yang sejuk. Kartono memandang seorang anak kecil yang sebaya dengan Permana, dia sedang menangis karena kena flu yang ingusnya meler di pipinya. anak yang berumur lima tahun itu meminta makan dan Kartono tak tega melihatnya lalu menyuapinya dengan telur dan tempe.
Kartono : ” Sopo jenengmu Leee…..? ” anak itu menjawab , ” Martono pak e….” dan seorang wanita mendekati yang ternyata ibunya.
Martono : ” Mak e…” serunya sambil berlari, wanita itu mengucapkan terima kasih karena sudah menyuapi anaknya yang lagi mriyang, batuk dan pilek. Kartono terbayang wajah Permana yang sekarang tak tahu entah sedang apa dia. Kartono sejenak matanya mengeluarkan air mata…yah Kartono rindu akan istri dan anaknya sampai menahan air mata kerinduan. Paryono memperhatikan Kartono dan dari kesatuannya mendapat kesempatan pulang karena sudah satu tahun berada di Desa Dukun. Paryono pamit kepada pak Lurah dan perangkatnya menaiki mobil kompi semacam truk untuk prajurit yang sudah menunggu di tepi jalan. Prawiro mengucapkan terima kasih dan jangan lupa mampir di Desa Dukun kalau pas ke Magelang dan membawakan oleh-oleh buatan istrinya sendiri yang namanya unthuk cacing yang rasanya gurih dan manis tapi tidak eneg serta beberapa keripik pisang hasil jerih payah perkumpulan pedagang makanan kecil yang berupa kripik pisang, kembang goyang dan masih banyak lagi.
Prawiro : ” Jangan lupa mampir…ngincipi sayur gambas dan kacang panjang serta kering tempe ”
Paryono : ” Inggih , terima kasih…sayure nikmat sekali…insyaAllah kami akan mampir kalau ada kesempatan ”
Kartono : ” Pak Prawiro…main ke Wonotingal di mess kami…akan terbuka lebar untuk sampeyan…”
Prawiro : ” Inggih suwun , cuma ini yang menemani perjalanan ke Semarang…matur nuwun segala bantuannya dan kembali bertugas di daerah yang masih menunggu…monggo… Pak Lurah mendekap semua prajurt yang telah membantu dengan iklas dan tanpa menyerah. Terima kasih prajuritku semoga amal dan uluran tanganmu menambah bakti kepada ibu pertiwi.
Mobilpun mulai berjalan pelan meninggalkan Dukuh Dukun, semua melambaikan tangannya termasuk prajurit yang masih melihat suasana Dukuh Dukun.