Tiap hari hujan turun terus menerus mengakibatkan tanggul meluber dan tak mampu menahan gerakan air sehingga mengakibatkan fatal pintu air yang ada di Banjirkanal Barat bedah. air itu masuk ke perumahan disekitarnya dan membahayakan penduduk setempat, daerah Pusponjolo Timur disambar air untung ada sungai kecil yang menampungnya di samping perumahan sehingga banjir masih bisa diatasi sedangkan di Ngalian karena tak dilengkapi sungai pengontrol dan hanya selokan kecil-kecil saja mengalami bencana tak mampu menahan debit air yang besar dan air mengobrak-abrik rumah dan seisinya, waktu itu terjadi pukul 23.15 sudah ada orang yang ngorok , semua rumah membunyikan kenthongan dan petugas kelurahan membunyikan sirine tanda bahaya agar masyarakat menyelamatkan diri secepatnya.
Bu Padmi bingung air bah sudah menghantam kaca jendela rumahnya dan ambyar kedalam rumah, listrik padam dan almari ambruk untung surat-surat penting sudah terselamatkan dan dimasukkan dalam tas kresek lalu dimasukkan ke kopor selanjutnya dilemparkan ke ternit atap.
Dengan baterai bu Padmi mencari anaknya Waluyo yang sekolah SMA ternyata Waluyo sudah berada di atas Kanopi rumah bersama adiknya Indah yang masih duduk dibangku SMP, Menantunya yang masih punya bayi menangis meminta tolong..mendengar tangisan istri kakaknya yaitu Mintarsih atau Mimin Waluyo turunke air lagi mencari kakaknya yang ada di samping kusen pintu kakinya memanjat bufet dan tak kuat membuka pintu karena air menutupinya.
Mulut Waluyo menggigit hape sebagai lampu dan mencoba membuka pintu yang berat sekali untung dedek bayinya tidur dan digendong di depan oleh Mimin, Waluyo menarik daun pintu dan menarik meja kayu di kakinya untuk mendekatkan kakinya agar kakaknya Mimin bisa berpindah ke meja yang lebih tinggi. Berat sekali pintu itu di buka untung bu Padmi datang sambil kakinya menarik kursi mendekat ke bibir daun pintu, dan mendorong daun pintu bersama Waluyo.
Mimin menangis karena air semakin meninggi dan bayinya bangun karena kakinya kedinginan masuk kedalam air. Sambil pegangan kusen pintu bu Padmi menarik kursi mendekatkan ke Mimin.
Mimin akhirnya bisa keluar dari kamar dan mengikuti Waluyo , dibelakang Mimin ada bu Padmi yang mengawasi cucunya, Mimin yang gemuk itu membuat susah gerakannya sehingga bu Padmi harus memeganginya pula. Waluyo sudah menyiapkan tangga untuk naik ke kanopi dan pelan-pelan Mimin naik ke tangga menuju kanopi dan diikuti bu Padmi.
Tubuh mereka kedinginan dan hujan mulai turun lagi, Mimin menangis bayinya tak mau menyusu untung ibu membawa kotak PPPK mengambil minyak kayu putih dan segera mengusapnya dari tubuh sampai kaki lalu membalut tubuh cucunya dengan sisa kain yang kering yang sempat diselamatkan cucunya akhirnya mau menetek lagi.
Di depan rumah ada mbah Roso naik almari dan berusaha ke kanopi bu Padmi , dan bertanya
” Bu masih muat untuk ngiyup saya…?” dan dijawab bu Padmi,
” Bisa Eyang , tapi yang sebelah kehujanan pripun ?” mbah Roso bingung tapi biarlah dari pada gak bisa istirahat, maka mbah Roso mau menerima tempat yang kehujanan, dan almari itu sudah ikut hanyut untung mbah Roso sudah di kanopinya bu Padmi yang beratap separoh itu.
Ibu membuka hape dan terdapat panggilan dari bapak dan anak lelakinya Bariyanto suami Mimin belum sempat memencet hape sudah berbunyi, ternyata pak Saman suami bu Padmi menelepon terus dan ibu mengangkatnya,
” Bu….! peye bocah-bocah ..? kenapa hape mati terus..? bagaimana rumah kita…?” Ibu malah menangis karena kedinginan,
” Pak kabari adik sampeyan Sariyah yang di Halmahera kita minta bantuan seadanya air sudah setinggi tiga meter hampir mendekati kanopi, kalau tengok ke sini bawakan sesuatu seperlunya….air kenceng banget pak….”
Bu Padmi tangisannya semakin kenceng dan Mimin sesenggukkan, Waluyo melanjutkan pembicaraan
” Pak lakukan sesuatu air semakin meninggi dedek bayi kedinginan, perut lapar semua. Indah sama kak Mimin berpelukan dengan ibu juga, ini Waluyo sama eyang Roso yang rumahnya sudah runtuh dan lemarinya kebawa air pak…cepat tolong kami pak ”
” Yo lee….sabar bapak tak minta pertolongan ditunggu yo le ..”
Bapak bingung sepulang dari pabrik dan meminta bantuan dari kantor kalau ada perahu karet akan dipinjam, dia juga menghubungi bu Sariyah meminta pertolongan apa saja yang penting.
Bu Sariyah menghubungi bu Tatik siapa tahu ada sedikit kain atau baju bayi untuk cucu kakaknya, kabar duka itu langsung cepat menyebar dan bu Tatik membawakan selimut serta kain juga selendang beserta popok dan baju panjang bayi , bu Sariyah membungkusi makanan ramesan dibungkus kertas minyak dan dimasukkan ke ember selanjutnya diangkut ke angkot juga biskuit dan air mineral ada beberapa yang ikut mau membantu, Aris dirumah dan banyak yang membantu dengan mengirimi baju dan selimut tebal, ada yang memberi bubur kacang hijau dan kue terang bulan dari teman-teman bapak.
Pak Bambang menjemput pak Saman di Gajah di Pabrik Sandatrek lalu mereka berangkat menuju Ngalian sebelumnya mampir Posko PMI dan menanyakan perahu karet, karena amat darurat maka petugas jaga itu ikut pak Bambang dan bu Sariyah sambil membawa perahu karet, tiem pertama sudah berangkat pukul 24.30 ketika sampai ke Ngalian mas Giarsi dari PMI menurunkan perahu karet dan melaporkan kepada rekannya mas Lucky agar dicatat tugasnya.
Dari mas Lucky mengatakan “Makanan biar disini dan akan dibagikan yang membutuhkan saat ini kita mengambil orang-orang yang perlu ditolong dan pak Pak Saman tahu lokasinya biar sebagai penunjuk jalan.
Perahu satu yang dipimpin mas Nyoto sudah sampai di pos pertolongan dengan membawa tujuh anak kecil dan satu manula diterima oleh mbak Aminah untuk didata dan diberikan minuman serta makanan selanjutnya mereka diperiksa dokter Rosiawati dan dibantu mbak Susi untuk beristirahat.
Dari Babinsa mengirimkan perahu karet lima buah diserahkan PMI dan meminta masyarakat membantunya menunjukkan orang-orang yang terjebak. Mas Giarsi bersama pak Saman menuju rumah penduduk, air yang begitu deras membuat mas Giarsi semakin tertantang, banyak barang yang mengapung dan dihindari karena ini melawan arus jadi pak Saman ikut mendayungnya pula.
Pak Saman menelepon istrinya dan sedang menuju ke rumah dengan berperahu karet. Bu Padmi menunggu perahu itu sementara baterai yang ada di tangannya semakin meredup. Mbah Roso pucat dan kelaparan, hape Waluyo sudah mati dari tadi, ketika terlihat ada lampu besar menuju rumahnya bu Padmi langsung membangunkan Mimin dan Indah, mbah Roso langsung mengucap puji sukur, perahu itu merapat dan mas Giarsi menunjuk Mimin dan Indah serta mbah Roso selanjutnya bu Padmi dan Waluyo.
“Sekarang kita tak perlu mendayung tetapi kita mengarahkan perahu ini agar tidak menabrak barang yang ada di depan kita pak Saman” begitu kata mas Giarsi dan dijawab pak Saman ” Gih mas…Bismillah …” laju perahu karet itu cepat sekali dan mbah Roso ketakutan memeluk kaki pak Saman, Indah dipeluk Waluyo dan Ibu memeluk Mimin.
Pak Saman mendengar suara pak Susilo dengan beberapa orang dan pak Saman mengatakan ” Iya habis ini saya jemput pak Susilo” cepat sekali mereka sampai di pos pertolongan. Mbak Aminah melakukan identifikasi dan memberi mereka minum serta makan, mbah Roso meminta kopi kalau ada dan ternyata ada mbah Roso senang sekali, sambil di periksa dokter bayinya Mimin terkena hipotermia dan segera dilarikan di Puskesmas Pandanaran yang ada inkubatornya, Mimin melihat bayinya dan Bariyanto menemaninya.
” Sabar yo jeng…Annisah pasti baik-baik saja” begitu suaminya Mimin memberikan semangat istrinya. Pak Saman menjemput pak Susilo dan keluarga mereka sekarang sedang makan. Bu Sariyah memohon agar keluarganya bisa pulang ke rumahnya dan dokter memperbolehkan kecuali bayi yang masih di rawat di Puskesmas .
Bu Sariyah menghubungi Bariyanto dan menjelaskan kalau keluarga sementara akan dibawa ke Halmahera sampai keadaan aman termasuk mbah Roso, pak Saman pamit sama pak Susilo sekeluarga dan pamit sama Mas Giarsi, mas Lucky, mbak Aminah, mbak Susi dan dokter Rosiawati mereka orang-orang yang berjiwa penolong di PMI Kota Semarang.
Pak Saman dan keluarga sudah sampai di rumah bu Sariyah, Aris sudah menata ruang belakang yang dekat cuci pakaian dan memasak , untuk tidur sementara, Bariyanto dan Mintarsih tidur di Puskesmas. Ibu senang sekali ternyata Aris ikut peduli pada keluarga mas Saman kakaknya bu Sariyah.
Mereka minum kopi hangat dan mengganti pakaian mereka dengan yang bersih. Bu Padmi masih termenung dan merasa sedih bila ingat kejadian barusan yang menimpa keluarganya dalam waktu singkat dan Bu Sariyah menghiburnya serta mengajak mereka bersyukur karena Allah memberikan keselamatan kepada kita semua.