Ringing sms masuk ke ponsel hening, saat hening buka ternyata sms dari bima.
” Ai, aku loh di depan hotel mu, ayo mangan gudeg”.
Hening menatap isi sms itu dengan prasaan yang campur aduk. Hening berfikir jika ini kesempatan untuk bicara pada bima.
“baik lah, saya keluar”.
Hening meraih jaketnya lalu melangkah keluar.
Di depan hotel bima sudah menunggunya di atas motor.
Hening: saya sedang tidak ingin makan gudeg tapi saya ingin bicara”.
Ujar hening to the point. Bima yang melihat wajah hening begitu serius merasa bingung.
Bima: ” baik mau ngomong apa to ai, sambil Makan yo ai?”.
Hening: ” kita harus bicara, saya sedang tak ingin makan!”.
Hening mengulangi ucapannya tegas.
Bima: “Baiklah”.
Bima semakin bingung, dia melajukan sepeda motornya menyusuri jalan Yogyakarta.
Hening mulai merasa aneh karena bima belum juga menghentikan sepeda motornya.
Hening: ” ini mau kemana jauh banget?”
Bima: ” Kamu bilang terserah, jadi yo kamu diam saja”.
Hening: “Iya tapi ini sudah terlalu jauh, kita mau kemana?”
Protes hening pada bima.
Bima: “parangtritis!”.
Jawab bima singkat diantara deru motornya.
Hening: “Kamu gila mas, itu jauh!”.
Pekik hening, tapi bima tak memperdulikan suara hening, bima semakin memacu sepeda motornya keluar dari kota.
Setelah hampir 1 jam perjalanan, bima menghentikan sepeda motornya di tepi pantai. Hening segera berlari sambil berteriak meluapkan kekesalanya di antara suara deburan ombak. Bima hanya memperhatikan hening dengan mata berkaca-kaca.
Hening: “untuk apa kita kesini, untuk apa ? ??!!”.
Suara hening meninggi. Bima tidak berkata apapun hanya tatapan matanya begitu sayu.
Bima: ” Ai.. saya…”
Bima sejenak terdiam dia membuang pandanganya lurus. Hening menatap pria yang pernah sangat dia cintai itu.
Bima: ” Ai, Meskipun ini menyesakan setidaknya sekarang kuyakini ini adalah cara yang paling bahagia untukku bisa bertemu sama kamu lagi ai. Kamu tahu Ai, aku tak pernah benar-benar siap untuk kehilangan kamu. Ai tahu aku juga berat menyimpan rasa yang kupendam begitu lama. Kamu tahu Ai aku bingung saat kamu pergi dari sisiku ai”.
Suara bima bergetar,
“Kamu tahu ai, sejak lama aku simpan rapi-rapi prasaan aku ai. Tak pernah sekali pun berani kuungkap sama kamu yang sesungguhnya, karena aku tak begitu percaya diri bisa kamu cintai ai, aku loh wong biasa ai, mahasiswa biasa sing pas pasan ai. Kamu lihat ibu sama bapak kami keluarga biasa ai ndak seperti keluargamu, akue malu sebagai laki-laki ai, kuliah ku ae mandek-mandek ai. Maafkan aku ai. Beberapa kali ingin kuhapus kamu dari ingatanku tapi selalu saja akhirnya kembali merenggut seluruh perhatianku”.
Hening tetap diam terpaku, dia tak sanggup berkata apapun, hanya linangan air matanya.
Hening: “… Aku kecewa padamu mas. Sebenarnya aku tidak benar-benar ingin pergi awalnya. Sebenarnya aku pun tidak yakin untuk melangkah lebih jauh awalnya. Tapi keadaan dan rasa memaksaku menjauh. Ingin tahu sebesar apa rasa pedulimu.
Aku tak berharap apapun mas. Andai kau lebih peka. Aku hanya mau tahu sedalam apa arti katamu itu, yang dulu, dan masih ku simpan”.
Bima: ” Ai……”
Hening: “Aku kecewa mas. Saat ka mulai mundur Karena keadaan katamu? Lagi-lagi itu yang jadi kambing hitam mu. Jangankan kau mencegahku, menolehpun tidak saat aku pamit. Hanya sempat ku dengar basa-basi yang sungguh teramat basi di hati ini.
“hati-hati di jalan,” kalimat singkat itu makin meyakinkanku. Tampak seolah memang menginginkan aku pergi dan menjauh. Sungguh aku kecewa. Seolah kalimat itu mewakilimu mengantar jawaban atas sejuta tanyaku tentangmu.
Bima: ” Ai….”
Bima mencoba menyala hening tapi hening tak memperdulikan suara bima.
Hening: “…Ah,aku mengerti… Aku tak kan berharap lebih lagi padamu. Terimakasih untuk basa-basimu selama ini.
Oh, aku keliru ternyata kau sempatkan memanggilku lagi hari ini. Entah itu karena basa-basi lagi atau kau hanya tak tega melihat langkah mundurku yang agak lunglai. Kau tahu mengapa aku lunglai? Ya, karenamu yang kemarin berhasil membuatku kecewa setengah mati…”
Tangis hening tak terbendung lagi, tubuhnya terguncang oleh isaknya yang semakin berat.
“Kamu tahu mas, caramu menyakiti istrimu juga semakin menyakiti ku mas.
Aku sudah terlanjur terluka karenamu. Kau tahu? Aku sudah sangat kecewa! Sudah! Dan aku tak dapat kembali seperti sebelum hari kemarin datang. Kau terlambat, aku sudah kecewa! karena rasa kecewa itu seperti daun kering, setelah kering takkan bisa kembali hijau seperti dahulu mas.
Bima benar-benar tak sanggup melihat hening jatuh lunglai di pasir. Dia berusaha menopang tubuh hening tapi hening menepisnya.
Don’t touch me….!!”
Sergah hening. Dan bima pun berlutut disamping hening.
Bima: “Aku salah ai, aku tahu tapi aku ga iso lali ai…”
Hening: “lupakan saya mas, mbak Nawang membutuhkan mu mas, dia istri mu, dia pilihan kamu mas..”
Bima: “Aku wes coba ai tapi sulit ai,,,. dia sudah berbohong sejak awal ai, dia sudah tau aku cinta sama kamu, aku ndak sengaja melakukan itu pada dia ai,,,”.
suara bima tertahan, dia menutup wajahnya dengan kedua tanganya…
mereka berdua saling diam cukup lama, hanya bunyi deburan ombak yang memecah sunyi…..