Yogyakarta episode 4

Part 4 [flashbacks]

karrena sudah mau akhir ceritanya jadi di kasih tahu perjalanan awal si bima dan si hening ketemu…. dan masuknya si nawang di kehidupan mereka…..

Di halte depan sebuah kampus di Yogyakarta. Hujan masih belum mereda sedikit pun, taksi tak satupun ada yang lewat. Sudah hampir lima puluh menit, hening melirik jam tangan. Entah sudah beberapa kali wajah-wajah penanti di halte itu berubah, ada yang menunggu, jemputan datang, pergi datang lagi penanti yang lainnya, jemputan datang lagi dan pergi lagi. Sementara hening, masih menjadi penanti hujan reda yang terpaksa setia.

Hening mengambil handphone dari dalam tas, membuka daftar panggilan terakhir nomor tertera di sana tentu saja nomor Dia. Hening hampir menekan tombol hijau.

“Dia pasti datang jika aku memintanya. Tapi itu gila, setelah apa yang kulakukan padanya dua minggu lalu…. haiss. Ya, daftar panggilan terakhir darinya pun tertera tanggal 20 january, dua minggu lalu. Dan selama itu tidak ada yang meneleponku, jadi yang meneleponku hanya dia. Ah, ada satu lagi nomer panggilan masuk terakhir adalah kemarin, dan itu dari sahabatku yang sekarang pasti masih di kantornya. Aku tidak mungkin memintanya menjemputku, atau akan ada ceramah panjang tentang ‘anak manja’ atau ‘ tukang jalan yang penakut,”

Hening setengah menggerutu dalam hatinya.

Sementara hening memandangi layar handphonenya tanpa melakukan apa pun, tiba-tiba benda mungil berwarna hitam itu bergetar, sebuah nama muncul di sana.

Bima.. Calling…

Mungkin setelah saat itu, hening harus percaya dengan telepati yang pernah neneknya ceritakan.
“saat kau memikirkan seseorang orang itu pun sedang memikirkanmu”.

“Hallo. Hhmm… aku sedang di halte, sudah hampir satu jam.—Apa? Suaramu tidak jelas, Bim… mas bima.—oh ya ya, tapi tidak usah, nanti merepotkan. Aku menunggu taksi. Ya aku tahu, taksi agak sulit di daerah sini karena depan jalan pasti tergenang air.—mmm… baiklah kalau kau memaksa.”

“Krekk tutututu. ..”

Sebenarnya hening mau saja mengiyakan di awal, tapi terbayang lagi apa yang sudah  dia lakukan dua minggu lalu padanya, harusnya dia membenciku. Tapi dia malah repot-repot menelepon dari rumahnya kotagede, sekadar bertanya apa hening sudah dapat taksi? Karena di luar hujan.

Harusnya hening  tak punya alasan untuk tidak mencintainya. Tapi hening, hati hening… bahkan sekarang hening tidak tahu di mana hatinya dilekatakkan oleh si pencuri itu. Orang lain, bukan bima, ya tentu saja. Dan jika hati hening tidak ada di tempatnya, bagaimana caranya hening memberikan hatinya pada orang lain?

dan tak berapa lama sosok pria memakai jas hujan, mirip alien muncul di hadapan hening, setelah menyerahkan jaket dan helm mereka meninggalkan halte…
**

Hening: “Harusnya kita langsung pulang.”

Mereka duduk berseberangan di sepasang kursi sebuah toko kue.

Bima: “Kupikir kau perlu cokelat panas, tea hangat atau semisalnya.”

Hening mulai membolak-balik buku menu seukuran buku tulis, seorang pelayan berdiri dengan tangan siap mencatat pesanan.

“Tapi hening…”

Bima: “Mungkin aku sok tahu. Tapi kau harus pesan sesuatu. Kau sangat suka cheesecake, kan? Di sini cheesecake-nya sangat enak. Dan cokelat panas atau yang lain?”

Hening mendesah, “aku coba cheesecake dan cokelat panas.”

Bima menoleh ke pelayan, “dua porsi ya masing-masing.”

“Cheesecake dan cokelat panas dua porsi masing-masing?” si pelayan memastikan sambil membaca catatannya.

“Ya.”

Bima membuka handphonenya semacam membalas sebuah pesan teks yang entah dari siapa. Hening membuka tas dan mengelurakan sebuah buku bersampul hitam, dengan ornamen tulisan berwarna emas dan putih.

Hening mengacuhkan bima, dan mulai melanjutkan bahan bacaannya.

Bima: “Buku cerita?”

Hening: “Ya.”

Hening menjawab malas tanpa memalingkan pandangan dari halaman buku.

Bima: “Cheesecake-nya agak lama ya?”

Bima seperti bicara sendiri karena kali ini hening tidak menanggapi.
“Seharusnya dia kesal dan mungkin menyesal sudah repot-repot menjemput dan menraktir kue”.

Fikir hening,  ketika hening melirik bima dengan ekor matanya.

Bima: “Aku tahu dari Nina kau suka suka makan cheesecake.”

Bima masih mencoba mencari bahan obrolan. Sebetulnya hening bukan tidak mau bicara padanya, hanya saja kejadian dua minggu lalu membuatnya malu. Dan… kejam. Ah, hening bahkan tidak menemukan kata lain yang lebih enak didengar.

Tak lama pesanan mereka datang, dan hening melipat kembali bukunya. Bahkan hening tidak berhasil membaca satu kalimat pun, hanya pura-pura membaca. Mengalihkan pandangan.

Bima, dia sahabat teman Mapala hening Nina. Nina memang pernah beberapakali menceritakan tentang sosok sahabat laki-lakinya namun hening tak pernah berpikir dia benar-benar punya sahabat laki-laki, dan setelah nina mempertemukan sekali dengan bima sewaktu di solo, Nina jadi rajin membicarakannya. Sungguh sebenarnya Bima, datang di waktu yang tepat saat hening sedang ingin melarikan diri dari sesuatu. Namun….

Bima: “Cheesecake-nya enak?

Hening: “Ya, lembut, dan… asin yang pas.”

Bima: “Kalau Tiramisu  artinya cinta, kau tahu cheesecake artinya apa?”

Hening hampir tesedak. “Arti cheesecake ?”

Bima: “Ya, aku pernah lihat Nina membaca sebuah buku, cerita tentang cheesecake, meski aku tidak terlalu suka membaca cerita. Nina terus-terusan cerita tentang penulisnya akhirnya aku membaca satu tulisannya.”

Hening kembali tersedak, ah, yang ini bohong. Hening hanya ingin tersedak lagi tapi tidak terjadi, supaya percakapan itu tidak berlanjut.

Bima: “Kau membacanya?”

Hening: “Ya, sampai habis.”

Bima: “Lalu?”

Hening: “Apanya?”

Bima: “Menurutmu?”

Hening: “Menurutku, aku harus meminta Nina mengenalkanku pada penulisnya. Yang sepertinya sangat suka makan kue.”

Bima: “Bukan, maksudku soal ceritanya, cerita yang ditulis.”

Dia selalu saja bisa membuat hening berbalik antusias, entahlah dia menyimpan sihir macam apa.

Bima: “Aku tidak terlalu mengerti sisi cerita bagus dan tidak, hanya saja setelahnya aku langsung pergi ke toko kue dan membeli beberapa potong cheesecake. Nina selalu bercerita tentangmu, banyak sekali, bahkan bertahun-tahun sebelum aku melihatmu, semacam aku sudah mengenalmu tanpa harus melihatmu.”

Hening: “Pasti itu membosankan.”

Bima: “Sayangnya, tidak.”

Mata Hening setengah mendelik. Lalu mereka saling memandang sebentar, lalu masing-masing kembali menunduk ke arah potongan cheesecake masing-masing. Dan beberapa saat sepi, bahkan suara garpu yang mengetuk piring pun seperti ikut teredam. Hanya sesekali terdengar suara tampias hujan di kaca jendela.

Hening: “Buku cerita ini sudah kubaca hampir dua minggu tapi belum juga selesai. Hm… 600 halaman, lebih.”

Dan setelah kalimat itu meluncur hening merasa salah memilih topik. Bima, seorang yang sangat ilmiah hening pikir dia takkan tertarik dengan buku dongeng bersampul hitam.

Bima: “The… the Thirteenth Tale.” Dia mulai mengeja judulnya dari buku yang masih tergeletak di meja.
“Mungkin kau bisa menceritakan sedikit padaku isi bukunya? Ya, sambil menunggu hujan reda.”

Hening: “Aku membelinya di bazar buku murah, karena suka dengan covernya yang hitam. Kupikir di lemari bukuku masih jarang buku bercover hitam.”

Lalu hening mulai menceritakan buku karya Diane Setterfield ini pada bima, tentang Vida Winter sang pendongeng ulung namun tak pernah mampu menceritakan dongeng tentang hidupnya sendiri hingga suatu saat dia bertemu seorang penulis biografi muda.

Bima sesekali mengangguk meski hening tahu betul dia agak bingung, tapi dia tidak memotong sedikitpun, dia akan bertanya saat hening memberi jeda saat bicara. Sesekali matanya tetap melihat hening yang sibuk mendongeng dan dia menyesap cokelat panasnya.…

“Aku suka settingnya dan alurnya, menarik. Kau suka baca buku cerita? Hm.. kupikir tidak.”

Bima: “Ya, aku jarang membaca buku, karena agak malas melihat deretan huruf-huruf dengan jarak sempit, kertas buram berlembar-lembar dan tebal. Namun kalau diceritakan kupikir jadi lebih menarik.“

Hening: “Mungkin kau suka membaca buku biografi orang-orang sukses?”

Bima: “Ah tidak juga, aku lebih suka, membaca… SMS.”

Dan mereka tertawa.

Bima: “Lalu bagaimana dengan Margaret Lea?”

Hening: “Oh ya, dia sementara tinggal di rumah Mrs. Winter untuk mewawancarai, mengumpulkan data tentu saja untuk bahan tulisan biografinya. Kau tahu, Lea juga punya masa lalu, bahkan di cerita ini juga ada cerita tentang hantu gadis di balik kabut. Pokoknya enamratusan takkan mudah membuat bosan, banyak potongan dongeng di dalamnya.”
Hening antusias, kemudian sadar bahwa dia mulai mirip seles panci. “Hm… maksudku, untukku menarik.”

Bima: “Lalu?”

Entah apa lagi yang harus hening ceritakan, sepertinya hening sudah terlalu banyak bicara. Tapi hening masih saja terus bicara. Bahkan sejenak hening melupakan kejahatan terbesarnya pada bima dua minggu lalu. Hingga akhirnya cheesecake sudah habis di piring masing-masing dan cangkir cokelat panas pun sudah kering, hujan tinggal tersisa gerimis beberapa helai saja.

Mereka bersiap bangun dari kursi, tapi hening menahan lengannya.

Hening: “Kenapa kau masih mau repot-repot memikirkanku, menjemputku, duduk di sini dan mendengarkanku. Menceritakan semua hal yang mungkin membosankan untukmu? Padahal…”

Bima: “Karena cinta selalu mau mendengarkan.”

Bima kembali duduk, “sepertinya masih ada yang mau kau bicarakan.”

Hening mengeleng pelan, matanya hangat. “mas bim, aku minta maaf.”

Bima: “Lagi? Mengapa kau berpikir perlu berkali-kali meminta maaf padaku?”

Hening: “Karena aku sudah memarahimu waktu di solo, dan… apa ada yang lebih jahat dari ini?”

Bima: “Mungkin aku yang kurang peka? Dengar ai, suka tak selalu manis, seperti cheesecake yang asin namun orang-orang tetap mau menikmatinya, ada rasa enak yang menyelip rahasia di setiap potongan kue yang tidak selalu manis. Begitu juga suka. Sesuatu yang membuat kita bertahan untuk tetap menikmatinya. Dan bukan salahmu belum menyukaiku, kan? Setiap orang boleh memilih untuk menyukai siapa pun. Bisa mendengarkan kau bicara padaku itu sudah cukup menyenangkan. Kau tahu, kau seperti cheesecake.”

Jantung hening berdebar, ini debaran yang mungkin berbeda saat pertama bertemu bima menyatakan sukanya padanya. Jika setelah ini hening  akan jatuh cinta lagi, mungkin orangnya adalah dia.

Hening: “Hmm.. Cheesecake ini akan lebih banyak mendongeng untukmu.”

Bima: “Kupikir itu janji yang bagus.”

**
Hening tersenyum dalam fikirannya
“Apa kau sudah bertemu seseorang yang rela berlama-lama mendengarkanmu mendongeng? Aku… mungkin, hampir.”…

bima: “minggu depan aku sama teman-temanya mas tinus mau ke Merapi, Ai mau ikut..?”

Hening: “Hah aku.?”

hening menunjuk Hidungnya.

Bima: “Iya mau ikut nanti tak jemput, bawa alat pribadi ae”.

Hening: “Oke oke saya ikut.”

Bima: “Ya udah ayo ngko hujan makin deras”.

Lalu mereka segera melanjutkan perjalanan mengantar hening pulang.


Yogyakarta

Yogyakarta

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2016 Native Language: Indonesia
Perkenalkan nama dia hening, Hening adalah wanita indonesia yang menetap di negara tetangga. Dan beberapa waktu lalu dia pulang untuk berlibur di negara tercintanya. Temu kangen dengan sahabat - sahabatnya termasuk mantan calon mertuanya. Selamat datang di kisah klasik tentang cinta di atas kata "Perbedaan".

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset