Masih sangat terlalu pagi ponsel hening berbunyi, riyap-riyap hening melihat nama di layar ponselnya yang kabur karena hening tidak memakai kaca matanya. .
“Nina calling…”
Halloooo……”
Suara hening masih sangat berat.
Nina:” Ainn….. cepet kedepan gw didepan ini, ga bisa masuk ada satpam..”.
Suara Nina membuat hening membuka matanya lebar.
Hening: “Astagfirullaah, ini masih pagi ngapain kelayapan cong?”.
Nina: “udah cepet kesini gw tunggu”.
Belum sempat hening menolak tapi nina telpon sudah di tutup, membuat hening tersungut-sungut pada sahabatny itu.
Dengan mengendap-endap hening keluar dari sekret takut mengganggu teman-temannya.
“Uni mau kemana Pagi-pagi gini…?”.
Wess suara mas borok dari dalam hammock membuat jantung hening hampir meloncat kaget.
Hening: “mas borok Ih ngagetin, Nina didepan mas, tau dia nyiruh kedepan, saya pergi dulu ya mas”
Mas borok: “Iya uni hati-hati”
Hening: “okeh mas… byee”
Hening keluar dari sekret setengah berlari karena suasana masih sangat sepi.
Dan di depan Nina sudah menunggu di depan mobilnya dengan menghadap pos satpam seperti sudah siap mau tauran.
“Lama banget ai”
Nina sewot pada hening,
Hening: “Ih kamu mah, ini kan masih pagi saya masih ngantuk tau.”.
Hening dan Nina meninggalkan kampus menuju taman kota.
“Ih ngapain kesini sih cong…?”.
Hening mendelik pada Nina.
Nina: “mumpung masih pagi ga ada orang gw mau nabokin elu. . !”
Ujar Nina pada hening, dan hening hanya melihat sahabatnya itu. Dan sudah faham pasti membahas dia dan bima.
Setelah lari 2x putaran Hening dan Nina duduk sampil minum.
Nina: “kemaren bima cerita kalau lo mutusin dia ai, lo percaya omongan nawang itu ?”
Hening menarik nafas panjang, tatapanya lurus.
Hening: “entahlah cong, entah siapa yang harus saya percaya,”.
Nina: “Kamu tahu nawang itu perempuan agresif ai, gw tau bima itu ga suka sama dia ai, Ioh dia itu sudah lama suka sama bima ai, gw yakin bima itu kena jebakan dia ai”.
Nina begitu berapi-api membela bima.
Hening: “apapun itu cong, jika dia hanya memakai perasaan okelah masih bisa saya tolerance tapi dia sudah melakukan hal konyol itu pada nawang saya tak bisa terima itu cong, dan kalau nawang nanti bunting gimana?”.
Hening mengerjap-ngerjapkan matanya yang mulai menghangat. Nina memeluk sahabatnya itu dengan rasa prihatin.
“Sudahlah cong biar waktu yang jawab siapa mengapa ini. Saya juga tak bisa meminta bima stay di samping saya selama saya pergi nanti. Itu pilihan dia toh kalau pun jodoh apapun caranya pasti kembali..”.
Nina: “Duh ai gw bener – bener ga nyangka jadi gini, bener gw jadi gemes loh sama perempuan itu”.
Hening: “Sudahlah mungkin ini jalannya, biar saya simpan semua di hati saya cong”.
Nina memeluk hening…
“Hayolah kita makan..”
Lalu mereka meninggalkan taman.
” Saat patah hati dan kau menangis semalaman, pikirkan saja bahwa itu adalah rasa sakit paling biadab yang pernah menyapamu. Dan setelah ini, semesta takkan tega memberikan rasa sakit yang sama atau lebih besar lagi untukmu. Katakan pada dirimu setelah kau lelah menangis, “Aku begitu hebat!” Ya hebat, tentu saja. Kau sudah melewati rasa sakit yang sangat sakit tentang cinta. Jadi, bergeraklah dan jatuh cinta lagi. Karena, kau harus percaya, setelah ini ada cinta yang takkan sesakit ini untukmu di suatu tempat, cinta yang manis dan semoga selamanya.
Sekarang, mari persiapkan diri untuk hati yang bahagia dan tinggalkan hatimu yang patah bersama air matamu kemarin……
Hening menarik garis senyumnya, didepan cermin. hari itu hening lebih sibuk dari biasanya karena dia sudah mengemas semua barang dan semua kenanganya tentang Yogyakarta. 2-3 lagi hening sudah harus kembali kejakarta.
Hari mulai beranjak sore ketika hening selesai dengan urusanya.
Ketika ringing sms masuk kepolselnya.
Matsu: “Uni dimana, mau kebabarsari gak?, aku mau kesana”.
Hening: “Ga tsu, nanti kalau sudah selesai ke Sego Macan aja, uni disana”.
Matsu: “Oke uni, nanti aku jemput disana jangan kemana-mana uninya”.
Hening tersenyum sambil menutup ponselnya, hening begitu terharu melihat betapa carenya sahabat – sahabatnya itu.
Sesampainya di warung kopi Sego Macan selokan mataram Hening segera menuju tempat favouritenya bangku paling sudut, Kopi kental dengan sedikit gula + Pisang bakar coklat adalah menu favourite hening yang di hafal oleh pelayan disana. Hening menghabiskan sisa senjanya dengan kopi+menulis dengan headset di telinganya.
Lantunan lagu BIP senja itu membuat mata hening menghangat.
~~~Sebelum ku kenal dengan dirimu
Aku masih baik-baik saja
Sebelum kau masuki hidupku
Kita masih asik saja
Tak ada persoalan
Tak ada persoalan yang susah
Karnamu
Dari dulu aku sudah curiga
Tapi kamu memang luar biasa
Sentuhanmu juga tiada duanya
Kau buat aku seperti raja
Padahal ku binasa
Semua jadi sia-sia karnamu .. o..
Bidadari
Karnamu .. bidadari
Semakin lama kau
Semakin berkuasa
Akhirnya ku tersingkir juga
Oh apalagi yang harus kukatakan
Tubuh mulus kata manismu
Telah menaklukanku
Kharismaku tinggal cerita karnamu
Bidadari
Karnamu bidadari~~~~
“Uni…. uni….. uniiiiiiiiiiii…..!!!!”
Hening tergagap membuka matanya melihat matsu sudah ada di hadapanya.
Hening: “Masyaallah matsu..”
Matsu: “Uni di panggilin ga denger sih”.
Ulah matsu itu membuat beberapa pengunjung melihat mereka dengan tersenyum geli.
“Uni jangan melamun mulu sih uni, ada apa?”.
Hening: “lagi dengerin lagu matsu..”.
Matsu: “alah uni mah bohong, uni anak kecil aja tau kalau uni itu lagi sedih”.
Matsu menggoda hening.
Hening: “udalah sana pesen”.
Matsu hanya tersenyum melihat hening.
Baru saja hening akan memejamkan matanya, ponselnya berbunyi.
Bima calling. ..
Hening: “Ya, oke baiklah tunggu disana”.
“Tsu nanti antar uni ke taman kota dulu ya”.
Matsu: “Ih uni mau ketemu anak itu lagi ni?”.
Matsu menunjukan ketidak sukanya ketika mendengar hening menyebut bima.
Malam itu hening bertemu bima di taman kota, mereka duduk di bangku besi berwarna hijau. Pertemuan mereka kali ini lebih banyak saling berdiam diri. Mungkin laki-laki memang tidak terlalu peka. Seperti perumpamaan, logika : perasaan dimana laki-laki punya perbandingan 9 : 1 dan perempuan mempunyai perbandingan 1 : 9.
“Kau sadar tidak sih, kalau nama itu kali ini membuat kita berselisih, dan benar-benar merenggang”.
Hening menghela napas berat.
Hening: “ada apa mas “.
Bima: “Aku ingin bicara ai”.
Hening: ” Iya silahkan”.
Bima: “Kamu masih marah ai”.
Hening menatap bima lekat – lekat membuat Bima menunduk.
Hening: “Ah, mas sungguh, aku sudah tidak terlalu banyak berpikir lagi siapa nama yang lebih dominan di kepalamu, namaku atau namanya. Aku sudah tak banyak berpikir lagi. Itu urusanmulah, terserah saja. Aku tak bisa memaksakan apa pun, memintamu hanya memikirkanku, ah picisan. Aku juga tak mungkin mendoakan perempuan itu hilang ditelan lembah entah di mana agar kau dan dia tak lagi bertemu. Aku sudah tak banyak berpikir lagi sungguh, siapa yang kau raih jari manisnya nanti”.
Bima: “kasih aku kesempatan untuk memperbaikinya ai, tolong”.
Hening: “Sudahlah mas lanjutkan kisah kamu sama nawang, jaga dia baik-baik. Mungkin benar katamu aku tidak pantas buat mu mas”.
Bima: “ai maafkan aku ai, kenapa kita begini ai, dulu kita kekasih ai”.
Hening tersenyum, melihat bima seperti itupun jauh dalam hatinya tak tega, tetapi kembali dia mengingat apa yang sudah nawang katakan hening menarik kembali perasaanya.
Hening: “mas bertanggung jawablah, nikahi nawang sebelum dia hamil mas. Kamu tahu mas?, kadang kita pacaran sama siapa jodohnya entah siapa. Itu tidak mengikat, terlebih kau sudah ucapkan ‘dulu kita sepasang kekasih’ ya dulu, itu artinya bukan sekarang. Aku tak lagi banyak berpikir apa ada susunan namaku yang bergeser dari hati, pikiran dan tumpukan rasamu.
Di sini tidak ada yang berubah, tak ada yang bergeser, tentang perasaan dengan warna apa pun sampai warna yang tak diketahui namanya, tak ada yang berubah dan bergeser.
Aku sudah gak marah, sama sekali gak marah, aku cuma sedih, kalau kalau kamu tidak menikahi nawang yang sudah kamu….”.
Hening tak melanjutkan kata-katanya, bulir hangat kembali merembas di pipinya.
“Ah, seandainya aku bisa cerita apa yang aku rasakan semuanya padamu…”
Suara hening lirih nyaris tak terdengar.
Bima: “ai kasih aku kesempatan ai..”.
Hening: “Sudahlah mas selesai sudah, aku siap2 berkemas, kubungkus semua harapan dan mimpi bersamamu yang masih berceceran di beberapa sudut. Tapi aku lega dengan begitu aku bisa pergi dengan tenang.
Cinta saja tidak cukup untuk tetap membuat hubungan wangi sampai senja terakhir. Atau mungkin sejak awal aku hanya pagi yang kau harapkan menjadi senja yang kau cintai. Tapi aku hanya pagi yang akhirnya tak terlalu kau pikirkan lagi”.
“Sudahlah aku mau pulang sudah malam”
Bima: “ai…..”.
Hening: ” Mas malam ini sudah kukumpulkan semua potongan hati untuk siap melepasmu, Pulanglah, aku juga mau pulang, kamu harus bahagia mas”.
Hening bangkit dari kursi hijau itu. Bima ikut bangkit dan menarik hening dalam dekapanya.
Bima: “‘aku masih sayang kamu’. Ai tetap bertahan bersamaku ai, aku tau kamu masih mencintaiku ai”.
Bima memeluk hening sangat erat, membuat hening kesulitan bernafas.
Hening: “lepas mas ini tempat umum, kamu nyakitin aku mas!!!”.
Hening bersikeras berontak dari pelukan bima.
Bima: “Maafkan aku ai maaf”.
Bima melepas kan pelukanya, hening segera meraih tasnya dia melangkah meninggalkan bima di taman itu. Hening melangkah tampa menoleh kebelakang.
” Entahlah mas…Aku masih mencintaimu… Mencintaimu sampai rinduku habis… Biar aku simpan rasa ini, hati ini dan entah siapa yang mau mengutuhkannya lagi?
Kau atau Waktu?
Mungkin sesuatu yang lain.
Entah……