Pendekar Cinta dan Dendam episode 19

Chapter 19

“Apa? Kalian tidak bisa membunuhnya?” Perdana Menteri Liu memukul meja karena mendengar kalau anak buahnya telah gagal dalam upaya pembunuhan terhadap Liang Yi. Lelaki itu tampak marah.

“Maaf, Tuan. Kalau saja Jenderal Liang Zhou tidak datang membantu, kami mungkin sudah …. ”

“Tidak perlu banyak alasan! Kalian memang tidak becus!” seru lelaki itu. “Keluar kalian!”

Lelaki itu lantas keluar. Perdana Menteri Liu tidak tinggal diam. Dia sudah terlanjur berniat membunuh Liang Yi agar rahasianya tidak terungkap. Dan kini, dia kembali memiliki rencana jahat untuk menghancurkan Liang Yi dan juga keluarganya.

Sementara itu, Liang Yi sudah memerintahkan anak buahnya untuk menyebarkan berita tentang pembantaian itu. Liang Yi sengaja membuat rumor agar pihak yang merasa melakukan aksi kejam itu tersudut dan ketakutan.

Rumor itu ternyata beredar dengan cepat. Rumor tentang pembantaian yang terjadi karena ramalan tentang seorang ratu yang akan muncul dari desa itu dan rumor itu akhirnya sampai di telinga raja dan Pangeran Wang Li.

“Liang Yi, apa rumor itu benar?” tanya Pangeran Wang Li penasaran.

“Itu memang benar. Namun, aku tidak tahu siapa yang melakukannya. Mereka pasti orang-orang yang tidak ingin orang lain menjadi ratu,” jelas Liang Yi.

“Lalu, apa tidak ada satu pun warga di desa itu yang selamat?”

“Benar, Pangeran. Mereka semua telah tewas.” Liang Yi sengaja berbohong demi keselamatan Li Jia. Dia tidak ingin keberadaan gadis itu diketahui oleh orang lain, walau itu adalah raja atau pangeran sekalipun.

Pangeran Wang Li tampak sedih. Dia merasa bersalah karena hanya untuk menduduki posisi ratu, mereka rela membunuh dengan keji.

“Liang Yi, teruslah mencari kebenaran. Jangan takut, apa pun yang kamu butuhkan katakan saja padaku. Aku pasti akan membantumu,” ucap Pangeran Wang Li.

“Baik, Pangeran!”

Liang Yi lantas pergi. Setelah mengetahui alasan pembantaian itu, Pangeran Wang Li sudah tidak ingin memiliki ratu. Dia memutuskan untuk menunda pemilihan ratu.

“Putraku, kenapa kamu tidak ingin memilih ratu?” tanya raja saat Pangeran Wang Li menemuinya.

“Ayahanda, bagaimana bisa aku memilih ratu sementara ada satu desa yang dibantai hanya karena ramalan bodoh itu. Aku tidak akan memilih ratu sebelum semua kejahatan itu terbongkar,” ucap Pangeran Wang Li tegas.

Raja tidak bisa berbuat apa-apa. Walau didesak, Pangeran Wang Li tetap pada pendiriannya. Raja tahu dengan perangai putranya itu dan dia hanya bisa mendukung walau keputusannya ditentang oleh sebagaian pejabat istana.

“Yang Mulia, Pangeran Wang Li sudah pantas untuk menikah. Bagaimana bisa dia memimpin negeri ini tanpa seorang ratu. Apalagi, keadaan Yang Mulia saat ini sudah mulai sakit-sakitan. Bagaimanapun, Pangeran Wang Li harus segera menikah.”

Perdana Menteri Liu datang menghadap pada raja dan menyampaikan hal itu. Namun, dia tidak bisa mengubah keputusan Pangeran Wang Li. Lelaki itu kembali ke kediamannya dengan amarah.

“Semua ini gara-gara Liang Yi!” seru lelaki itu sambil memukul meja.

“Ayah, lebih baik kita singkirkan dia dan seluruh keluarganya. Kalau mereka mati, maka semuanya akan berakhir,” ucap Putri Liu Yen memberi saran.

“Kita harus menyusun rencana yang matang. Jika kali ini kita gagal, maka tamatlah riwayat kita. Karena itu, Ayah akan menyiapkan pembunuh-pembunuh yang terbaik untuk melenyapkan mereka.”

Putri Liu Yen tersenyum. Dia sudah tidak sabar melihat kematian orang-orang yang mencoba menghalangi keinginannya. Keinginan untuk menjadi ratu dan menguasai negeri itu.

Sementara Liang Yi sudah menyiapakan baju pengantin untuknya dan Li Jia. Dia ingin menikahi gadis itu secepatnya.

“Kakak, apa Kakak tidak pernah berpikri kalau mungkin saja Li Jia adalah wanita yang diramalkan itu?” tanya Liang Zia pada kakaknya.

“Apa maksudmu?” Liang Yi mencoba menepis pertanyaan adiknya itu.

“Kalaupun itu benar, aku tetap akan mendukung Kakak untuk menikah dengan Li Jia. Dia sudah cukup menderita dan aku harap Kakak bisa membahagiakannya.”

Liang Yi tersenyum sembari mengangguk. Li Jia tiba-tiba datang dan menghampiri mereka. “Apa yang kalian bicarakan?” tanya gadis itu. Liang Yi hanya tersenyum dan meraih tangannya.

“Ah, sebaiknya aku pergi,” ucap Liang Zia sambil berlalu pergi. Li Jia kembali melihat ke arah Liang Yi.

“Dari tadi kamu terus tersenyum, memangnya ada apa?”

Liang Yi tidak menjawab. Dia lantas mengambil baju pengantin yang sudah disiapkan. “Simpanlah baju pengantin ini. Aku sudah menyiapkan baju pengantin untuk kita. Aku ingin kamu segera menjadi istriku.”

Li Jia menerima baju pengantin itu dan menatapnya. Dia tersenyum seiring air mata yang perlahan jatuh. Liang Yi lantas memeluknya.

“Kita akan tetap bersama dan selamanya akan bersama. Aku tidak akan pernah melepaskanmu karena aku sangat mencintaimu,” ucap Liang Yi di sela pelukannya. Li Jia memeluknya erat dan mengangguk mengiakan ucapan pemuda itu.

Malam itu, suasana tampak tenang. Di dalam kamar, Li Jia memerhatikan baju pengantin yang diberikan Liang Yi padanya. Dia memeluk baju pengantin itu dan tidak sabar untuk menjadi pengantin dari lelaki yang sangat dicintainya.

Entah mengapa, malam itu dia tidak bisa tidur. Seakan ada sesuatu yang membuat hati dan pikirannya tidak tenang. Li Jia masih duduk sambil memegang baju pengantin.

“Kenapa hatiku tidak tenang seperti ini?” gumam Li Jia yang perlahan bangkit. Dia keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Karena kehausan, Li Jia lantas meneguk segelas air. Saat ingin kembali ke kamar, dia mendengar suara yang mencurigakan. Dia pun mengintip dan dia terkejut saat melihat penjaga di depan rumah telah tewas. Mereka tewas dengan anak panah yang sudah tertancap di dada.

Li Jia terkejut. Dia bermaksud untuk membangunkan Liang Yi, tetapi pemuda itu sudah berdiri di belakangnya. Tak lama, Jenderal Liang Zhou sudah berdiri dengan memegang pedangnya.

“Pergilah sembunyi di dalam kamar. Apa pun yang terjadi, kalian jangan keluar. Mengerti!” perintah Jenderal Liang Zhou pada ketiga wanita itu.

“Liang Yi, berhati-hatilah,” ucap Li Jia yang begitu mencemaskan kekasihnya itu. Liang Yi mengangguk.

“Li Jia, tolong jaga ibu dan adikku,” ucap pemuda itu.

Liang Yi dan ayahnya lantas keluar. Tampak puluhan orang berpakaian hitam sedang bertarung dengan beberapa anak buah Jenderal Liang Zhou. Tak pelak, kedua lelaki itu maju. Pertarungan pun tak terelakan.

Liang Yi tampak beringas saat menghadapi orang-orang itu. Dia membunuh tanpa ampun. Begitu pun dengan Jenderal Liang Zhou. Lelaki yang sudah tidak muda itu masih tampak gesit saat menghadapi mereka. Dia dengan mudah menebas batang leher dari beberapa orang itu, hingga terlepas dari badan. Mereka berdua tidak akan main-main jika keselamatan keluarga mereka telah terancam.

Liang Yi mengikuti dua orang lelaki yang mencoba masuk ke dalam rumah. Dia tidak akan membiarkan tiga wanita yang dicintainya disakiti oleh siapa pun.

Kedua lelaki itu terbujur kaku saat pedang Liang Yi menghantam tubuh mereka. Melihat ayahnya dikepung, Liang Yi berlari dan membantunya. Tak pelak, suara dentingan pedang terdengar beradu.

Di dalam kamar, Nyonya Liang tampak cemas. Dia terlihat tidak tenang. “Ibu, jangan khawatir. Ayah dan Liang Yi pasti baik-baik saja,” ucap Li Jia yang mencoba menenangkannya.

Liang Yi melihat para penyusup kian bertambah. Mereka juga memiliki kemampuan beladiri yang cukup hebat. Beberapa kali, serangannya ditangkis dan dirinya sempat tersudut andaikan sang ayah tidak datang membantunya.

Para penjaga telah tewas dan tersisa beberapa orang anak buah Jenderal Liang Zhou yang masih bertahan. Mereka kini terkepung dan hanya bisa bertahan.

“Liang Yi, pergilah bawa ibu dan adikmu dari sini. Lindungi mereka, terutama Li Jia. Jika benar dia ditakdirkan untuk menjadi ratu negeri ini, Ayah tidak akan menyesal jika harus mati untuk melindunginya. Karena itu, pergi bawa mereka dari sini!” perintah Jenderal Liang Zhou. Liang Yi tampak bimbang karena tidak ingin meninggalkan ayahnya.

“Liang Yi, pergilah. Kami akan bertarung hingga akhir. Kami akan sangat beruntung jika harus mati untuk melindungi kalian. Pergilah dan lindungi mereka,” ucap salah satu anak buah ayahnya. Lelaki itu lantas maju menyerang para penyusup itu.

“Ayah, aku akan kembali,” ucap Liang Yi yang segera berlari masuk ke dalam rumah. Melihat putranya akan diserang, Jenderal Liang Zhou tidak tinggal diam. Dia menghunuskan pedangnya dan menghadang penyusup yang mengejar putranya itu.

Melihat Liang Yi, Nyonya Liang lantas memeluknya. “Liang Yi, mana ayahmu?” tanya wanita itu sambil melihat ke belakang pemuda itu.

“Ibu, kita harus pergi dari sini. Ayah memintaku untuk membawa kalian,” jawab Liang Yi.

“Tidak! Ibu tidak akan pergi tanpa ayahmu. Kalau harus mati, Ibu akan mati bersama ayahmu. Liang Yi, bawa adikmu dan Li Jia dari sini. Ibu tidak akan pernah meninggalkan ayahmu.”

“Ibu, jangan lakukan itu. Ayo, kita pergi, Bu.” Liang Zia menangis dan membujuk ibunya untuk pergi. Walau Li Jia dan Liang Zia sudah membujuknya, tetapi keputusannya sudah bulat.

“Kalian hiduplah dengan bahagia. Ibu sangat menyayangi kalian.” Li Jia dan Liang Zia memeluk wanita itu dengan air mata. Laing Yi tidak bisa melakukan apa-apa. Walau dibujuk dengan cara apa pun, wanita itu tidak akan pernah meninggalkan suaminya dan Liang Yi mengerti dengan sikap ubunya itu. Nyonya Liang lantas berlari keluar. “Cepat, pergi dari sini!”

Liang Yi membawa Li Jia dan adiknya keluar dari pintu belakang. Dia lantas membawa mereka dengan menunggangi kuda. Liang Zia menunggangi kuda seorang diri. Sementara Liang Yi bersama dengan Li Jia. Pemuda itu pergi sambil menitikkan air mata karena tidak bisa menyelamatkan ayah dan juga ibunya.

Jenderal Liang Zhou masih bertahan. Lelaki itu telah sendirian karena semua anak buahnya telah tewas. Tubuhnya kini penuh luka.

Melihat suaminya terluka, Nyonya Liang menitikkan air mata. Dia kemudian berlari ke arah suaminya dan memeluknya seiring tebasan pedang yang mengarah pada punggungnya.

Nyonya Liang meregang nyawa dipelukan suaminya. Jenderal Liang Zhou terduduk sambil menangisi istrinya yang telah tewas. Di saat bersamaan, seorang lelaki datang menghampirinya. Dia lantas membuka penutup wajahnya.

“Kamu …. ”

Jenderal Liang Zhou tercekat saat tebasan pedang mengenai lehernya. Dia tersungkur dengan tangan yang menggenggam tangan istrinya.

Sementara Liang Yi masih melarikan diri dari kejaran. Mereka masih dikejar oleh para penyusup itu. Saat itulah dia sadar kalau dirinya telah kehilangan kedua orang tuanya. “Ayah, ibu, maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkan kalian,” batinnya dengan air mata.

Liang Yi menghentikan kudanya. Dia lantas turun. “Liang Zia, naiklah ke kudaku. Kuda itu sangat tangguh dan bisa membawa kalian sejauh mungkin. Biar aku yang akan menarik perhatian mereka. Ingatlah, apa pun yang terjadi, jagalah Li Jia. Mengerti!”

“Apa maksudmu? Apa kamu tidak akan ikut dengan kami?” tanya Li Jia menahan tangis.

“Aku akan menemui kalian, tetapi sebelum itu aku harus mengalihkan perhatian mereka. Dengan begitu, kalian bisa melarikan diri. Ayo, cepatlah!”

“Tapi …. ” Li Jia tidak bisa melakukan apa-apa saat Liang Yi memukul punggung kuda yang saat ini dinaiki olehnya dan Liang Zia. Li Jia menatap Liang Yi dengan deraian air mata. Liang Yi pun masih berdiri memerhatikan mereka yang perlahan menghilang di ujung jalan. Dia kemudian menunggu para penyusup itu. Tak pelak, pertarungan pun terjadi.

Liang Yi bertarung seorang diri melawan para penyusup itu. Tak tanggung-tanggung, mereka mengepungnya. Walau begitu, Liang Yi tetap melakukan perlawanan. Dia mengalihkan perhatian mereka dengan membawa ke tebing yang curam. Dia sengaja melakukannya untuk mengulur waktu agar Li Jia dan adiknya bisa meninggalkan tempat itu.

“Cepat bunuh dia!” perintah seorang lelaki. Mereka lantas menyerang Liang Yi, hingga dirinya tersudut. Liang Yi berusaha melakukan perlawanan, hingga dia harus menyerah saat sebuah anak panah melesat dan menancap di dadanya. Liang Yi terduduk dengan darah yang keluar dari mulutnya. “Bawa segera tubuhnya!” lanjut lelaki itu.

Liang Yi dengan sisa tenanganya lantas bangkit dan berlari menuju sisi tebing. Dia lantas melompat.

“Sial!” umpat lelaki itu saat Liang Yi telah melompat ke dalam tebing curam. Tubuh Liang Yi tercebur ke dalam air sungai yang mengalir deras.

“Dia tidak mungkin bisa selamat. Jurang ini terlalu curam dan tubuhnya pasti sudah terbawa arus dan tenggelam,” ucap seorang lelaki.

“Baiklah, itu yang akan kita laporkan pada tuan. Ayo, kita pergi dari sini!”

Mereka lantas pergi meninggalkan tempat itu. Setelah mereka pergi, dari balik semak Li Jia dan Liang Zia berlari menuju tebing dan melihat ke bawah. Sontak, kedua gadis itu menangis.

“Kakak,” ucap Liang Zia sambil memeluk Li Jia yang kini berderai air mata. Li Jia menangisi nasib takdirnya yang selalu melihat kematian dari orang-orang yang dicintainya. Dia menangisi hidupnya yang selalu ditimpa kemalangan dan kesedihan.

“Liang Yi, maafkan aku. Ayah, ibu, maafkan aku,” ucap Li Jia di antara air mata. Dia menatap derasnya air sungai di bawah jurang. Kalau bukan karena Liang Zia, saat itu juga dia akan mengakhiri hidupnya dan berharap bisa menemui kekasihnya di alam yang berbeda.

“Liang Zia, sekarang hanya tinggal kita berdua. Apa pun yang terjadi, aku akan menjagamu. Aku tidak ingin melihatmu pergi sama seperti ayah, ibu, dan Liang Yi. Kamu harus tetap hidup.”

Liang Zia lantas memeluknya dan mereka pun menangis bersama. “Liang Zia, maafkan aku,” batin Li Jia yang merasa bersalah karena nasib buruknya telah membuat sebuah keluarga mengalami kematian yang tragis. Kematian yang membuat Li Jia kembali merasakan amarah dan dendam yang sempat hilang dan kini muncul lagi. Dendam yang akan dibalas olehnya walau dia harus mati.


Pendekar Cinta dan Dendam

Pendekar Cinta dan Dendam

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Kepulan asap hitam tampak mengepul di atas sebuah bukit. Bukit yang ditinggali beberapa kepala keluarga itu tampak diselimuti kepulan asap dengan kobaran api yang mulai membakar satu per satu rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Warga desa tampak berlarian untuk berlindung, tapi rupanya penyebab dari kekacauan itu enggan membiarkan mereka meninggalkan tempat itu."Cepat bunuh mereka! Jangan biarkan satu pun yang lolos!" perintah salah satu lelaki. Lelaki yang menutupi setengah wajahnya itu menatap beringas siapa pun yang ada di depannya. Tanpa belas kasih, dia membantai setiap warga yang dijumpainya. Tak peduli anak-anak ataupun orang dewasa, dengan tega dia membantai tanpa ampun.penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset