Seminggu yang lalu, saat Ryan sedang mencari-cari rumah untuk ditinggali dengan calon istrinya. Dia dapat rekomendasi dari seorang temannya yang bekerja dalam satu kantor, namun berbeda divisi. Ryan adalah seorang arsitek muda yang bekerja diperusahaan pengembang property. Di usia yang baru menginjak 30 tahun dia sudah mampu membeli rumah.
Tepat di sebuah perumahan besar, yang cukup terkenal di kota Bandung. Dia menjalankan mobilnya, mencari alamat yang sudah diberikan oleh temannya itu. Setelah berkeliling, dia sampai di rumah yang dituju. Sebuah rumah berlantai dua, bergaya minimalis dengan banyak kaca yang menghiasi rumah itu. Dia turun dari mobilnya, bergerak maju menuju pagar.
“Rumputnya tinggi-tinggi, sudah berapa lama rumah ini ditinggal pemilik sebelumnya?” sambil mengintip ke dalam.
Di pagar tertempel sebuah iklan, ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Ryan menghubunginya, sales rumah ini seorang wanita yang bernama Angel. Mereka sepakat untuk bertemu di rumah ini lagi setelah jam makan siang, sebelum Ryan memasuki mobil dia membalikan badannya ke arah rumah.
“Hm…,” melihat sekelilingnya. “mungkin perasaanku saja,” Ryan kembali masuk kemobilnya sambil pergi ke kantor.
Di kantor dia bertemu temannya, yang bernama Harry. Dia lebih tua dua tahun dari Ryan, dengan kemeja biru dan dasi yang selaras dengan kemejanya. Mereka berbincang sebentar sebelum jam masuk kantor.
“Kang, barusan saya sudah melihat rumahnya,” ucap Ryan.
“Ah…., sudahlah. Panggil saja Harry, saya ga nyaman dipanggil kang. Berasa sudah tua,” tertawa kecil. “oh iya, bagus kan?”
“Ya…sekilas mah keliatan bagus, ya cuman kaya yang ga pernah diurus gitu yah. Rumputnya pada tinggi-tinggi. Tapi saya sudah hubungi salesnya, siang pas jam makan siang ketemuannya.”
“Perempuan yah salesnya? Wah…wah…bilangin ah sama Dian,” dengan nada becanda. Mereka berdua pun tertawa.
Saat jam makan siang, Ryan pergi dari kantornya menuju rumah barusan yang dia datangi saat pagi. Di halaman rumah sales penjual rumahnya sudah datang, dengan pakaian formal yang rapih. Mobil sedan sang sales juga terparkir di pinggi rumah. Sebelum keluar Ryan merapikan rambutnya yang pendek, lalu membetulkan kemejanya agar terlihat lebih rapih.
“Sudah menunggu lama Bu?” tanya Ryan sopan.
“Engga kok, ini baru datang,” dia menjulurkan tangannya. “perkenalkan saya Angel, bapak?”
“Saya Ryan,” Bu Angel membuka pagarnya. Mereka perlahan masuk ke dalam. “rumputnya tinggi-tinggi yah Bu.”
“Saya sudah menyarankan ke pemilik rumah ini, jika mau maka saya akan mengirim orang untuk merawat rumah ini. Tapi pemilik rumah ini tidak mau,” ucapnya
Pintu utama di buka, Bu Angel mulai menjelaskan tentang isi rumah, sejarah singkat serta pemilik sebelumnya rumah ini. Berlanjut menjelaskan per ruangan, setelah selesai di lantai satu mereke bergerak ke lantai dua. Di lantai dua terdapat tiga kamar tidur, lalu terdapat sebuah pintu geser yang terhubung ke balkon. Mereka masuk ke kamar utama di lantai dua, di kamar ini sudah dilengkapi dengan kamar mandi dalam. Namun ada hal menarik di kamar ini, furnitur di kamar ini lengkap. Lemari pakaian dengan sebuah kaca besar, sebuah cermin rias yang tersandar di dinding. Bahkan sebuah kasur ukuran besar juga ada di kamar ini.
“Furnitur ini?” tanya Ryan penasaran.
“Oh…ini permintaan pemiliknya, katanya untuk hadiah buat pemilik baru nanti. Saya tidak diberitahu detilnya sih, tapi kalau ada pemilik barunya ingin mengganti atau membuang semua ini pihak pemilik sebelumnya tidak keberatan.
Cukup aneh bagi Ryan karena hanya ruangan ini saja yang ada furniturnya, ruangan lainnya kosong melompong. Namun dia tidak terlalu memikirkannya, menurutnya jika jadi membeli rumah ini maka furniture ini dia anggap sebagai bonus. Bu Angel sudah keluar dari kamar namun Ryan masih melihat-melihat kamar ini, dia mencoba memegang-megang furniturnya. Semua masih tampak bagus, lalu sebuah meja rias yang dia coba lihat-lihat. Dia menggoyangkan untuk mengetahui apakah kayunya masih bagus atau sudah habis dimakan rayap, lalu dia mendengar sebuah benda jatuh. Dia melihat sekeliling meja rias ini karena suaranya terdengar dari meja rias. Dia mencoba melihat dikolongnya.
“Hmm..sebuah buku?” dia mencoba meraihnya. Cukup sulit mengambilnya tanpa merebahkan badannya di lantai, namun dia enggan melakukannya karena akan membuat kemejanya kotor dan dia masih harus kembali kekantornya. Dengan penuh perjuangan dia dapat meraihnya. Buku tebal berwarna merah, seukuran buku tulis, penuh debu.
“Ada sesuatu kah pak Ryan?” karena terlalu lama di dalam Bu Angel menghampirinya.
Menyimpan buku merah itu dibelakangnya. “Tidak…saya hanya mengecek furniturnya, ternyata mereka masih bagus,” Bu Angel keluar lalu Ryan membersihkan buku itu sebentar lalu memasukannya ke dalam tas kerjanya.
Setengah jam berlalu, mereka berdua sudah selesai melihat-lihat seluruh rumah. Ryan sepertinya menyukai rumah itu dan akan mengabarkan secepatnya. Diperjalan menuju kantornya pandangan Ryan selalu tertuju pada tas kerjanya, yang didalamnya terdapat buku merah yang dia bawa, dia belum berani membukanya. Rencananya dia akan membukanya saat sampai diapartemen.
Waktupun berlalu tanpa sekalipun Ryan membuka buku merah yang dia temukan di rumah yang akan dia beli, bahkan saat membicarakan dengan calon istrinya Dian. Pikiran tentang buku itu tidak pernah muncul sampai seminggu kemudian rumah sudah dibeli dan sedang dibersihkan oleh para pekerja. Saat menuju lantai dua salah satu pekerjanya memberitahu, mau diapakan furnitur ini.
“Biarkan saja furnitur ini, saya akan menggunakannya. Tolong dibersihkan saja yah,” ucapnya ramah kepada pekerja. Saat dia melihat meja rias barulah dia teringat buku merah yang dia temukan. “buku merah….,” dia bergegas turun. “bagaimana bisa…bagaimana bisa aku melupakan buku merah itu,” berlari menuju mobilnya. Mencari tas kerjanya, walaupun keadaan sekarang sedang libur. Namun tas kerjanya selalu dia bawa ketika pergi, takutnya ada kerjaan mendadak seperti menemui klien misalnya. Dia membuka setiap kantong yang ada ditasnya. Lalu dia menemukan buku merah yang dia cari, “dapat!” dia duduk di bangku depan sebelah kemudi. Dia berniat untuk membuka buku ini.
Ryan sengaja tidak memberitahu Bu Angel saat dia menemukan buku merah ini, dalam benaknya siapa tahu buku ini menyimpan sesuatu tentang rumah ini. Karena dia menemukannya saat melihat-melihat meja rias dan menggoyangkannya sedikit untuk mengecek kondisinya. Perlahan dia membukanya, halaman pertama buku ini sungguh mengejutkannya.
“Jika kamu menemukan buku ini, pergi dari rumah ini sekarang!”