“Apa kamu sudah menemukannya nak?” tanya wanita itu sopan.
Daimonji belum melihat lukisan Suzuha, “Belum bu, saya belum menemukannya.”
Mereka berdua kembali berjalan melihat-lihat sampai sebuah lukisan yang Daimonji ingat kini berada didepannya. “Nah yang itu, anak dengan sebuah balon,” Daimonji menunjuknya. Petugas wanita itu dengan hati-hati mengambilnya, lalu mereka berjalan ke pintu depan.
Petugas wanita melihat siapa yang membuatnya lalu tersenyum, senyumnya semakin menjadi-jadi saat dia melihat wajah Daimonji yang kini tersipuh malu.
“Hm..Suzuha ini pacarmu yah?” tanyanya sambil tertawa kecil.
“Tidak..hm..dia seorang teman, hehe…,” jawab Daimonji
“Ah masa jika seorang teman rela datang malam-malam begini untuk mengambil sebuah lukisan, sebentar lagi kita mau tutup lho.”
“Ya begitulah,” sambil mengelus kepala belakangnya.
Setelah proses pendataan selesai, lukisan Suzuha dibawa pulang oleh Daimonji. Kini perasaannya jauh lebih lega. Tapi sedikit aneh juga memberikan hadiah kepada seseorang berupa benda yang dimiliki oleh orang tersebut. Lebih tepatnya Daimonji hanya mengembalikan apa yang menjadi kepunyaan Suzuha. Namun dia yakin bahwa lukisan ini setidaknya tidak akan Suzuha buang, begitu pikir Daimonji. Setelah sampai ke rumah dia membalas semua pesan Mirae, dia mengatakan bahwa dia meminta maaf tidak bisa hadir ke acara ulang tahun Suzuha, namun Mirae tidak membalasnya.
Daimonji bisa saja langsung memberikan lukisan itu keesokan harinya, apalagi masih terasa sisa momen-momen ulang tahun Suzuha. Tetapi dia tidak mungkin melakukannya, walaupun dia tahu lokasi sekolahnya tetapi bisa saja setelah sampai di sana dia tidak menemui Suzuha. Memberitahu Mirae juga percuma, dia masih sangat marah kepada Daimonji. Dengan perhitungan seperti itu Daimonji berniat memberikannya kepada Suzuha saat kursus melukis, berarti tiga hari dari sekarang.
“Lukisannya sederhana sih, tetapi kalau terus dilihat auranya tidak menyenangkan,” dia memandangi lukisan Suzuha sepulang sekolah, lalu dia teringat perkataan Mirae saat di kedai sushi. “jika ku ingat, Mirae pernah bilang ‘ingin melihat temannya bahagia’. Walaupun sayup-sayup tapi aku bisa mendengarnya. Apa dia membuat lukisan ini saat sedang sedih?” Daimonji menyimpannya dengan apik, bersebelahan dengan lukisannya.
Sebelum memberikan kepada Suzuha tidak lupa Daimonji membungkusnya dengan sangat rapih, bahkan dia melapiskan lukisan Suzuha dengan bingkai yang terbuat dari kayu. Sehingga Suzuha bisa langsung menempelkan lukisannya itu di dinding rumahnya. Saat hari kursus melukis datang, Daimonji sengaja memilih waktu siang agar bisa bertemu dengan Suzuha.
“Hmm..kamu bawa apa?” tanya ibu Daimonji.
“Ah ini…,” sambil menenteng bingkisan. “hadiah untuk teman yang berulang tahun,” jawabnya.
“Teman? Apa kamu yakin? Warna pembungkusnya sangat lucu, ah…jangan-jangan…,” Daimonji kabur sebelum ibunya selesai berbicara. “anak muda jaman sekarang.”
Daimonji datang sedikit cepat dari jam masuknya, dia sengaja melakukannya agar bisa menitipkan bingkisannya itu di bagian depan tempat kursusnya.
“Bisa saya minta tolong? Saya ingin menitipkan bingkisan ini sebentar sampai jam siang berakhir,” pintanya kepada petugas yang berbeda dengan yang dia temui malam itu.
“Tentu saja,” petugas mengambilnya lalu menyimpannya di dalam. Bagian depan tempat ini seperti resepsionis di hotel-hotel, biasanya digunakan sebagai tempat pendaftaran siswa baru atau tempat penyampaian informasi kepada calon siswa.
“Terima kasih!” Daimonji langsung masuk ke kelas, dia duduk di bangku paling depan. Masih ada waktu sekitar setengah jam lagi sebelum kelas dimulai.
Perlahan namun pasti siswa-siswa kursus mulai berdatangan, lalu munculah Suzuha yang tampak terkejut ketika melihat Daimonji yang duduk di bangku paling depan. Namun sikap Daimonji sedikit berbeda, dia bertingkah seolah-olah tidak melihat Suzuha dan tidak mengenalinya. Suzuha sangat tahu pasti Daimonji langsung salah tingkah jika melihatnya, tetapi kali ini berbeda. Lalu berjalan ke atas untuk memilih posisi bangku di atas. Pelajaran dimulai, Suzuha memperhatikan Daimonji yang begitu tenang dan antusias.
“Eh…ada apa dengannya?” mata Suzuha mengkerucut.