“Ah…kamu laki-laki pemakan sushi. Baiklah nanti aku kasih tahu acaranya, sampai ketemu!” begitu balas Mirae.
“Tukang mesum, pemakan sushi, mereka senang sekali memberikan nama sembarang,” kemudian merebahkan badannya ke atas kasur, akibat terlalu memikirkannya dia jadi bangun sebelum matahari muncul. Tidak disangka juga Mirae membalas pesannya di jam seperti ini, dia mengira bahwa Mirae masih tertidur.
Daimonji tertidur, suara dari ibunya lah yang membangunkannya saat pagi tiba. Dengan kepala yang masih pusing dia bangun lalu pergi ke kamar mandi. Setelah semuanya beres dia pergi ke sekolah, di dalam bus dia memperhatikan orang-orang khususnya seorang perempuan. Apa yang mereka pakai dan lakukan bisa menjadi inspirasi bagi Daimonji untuk hadiah apa yang harus dia berikan kepada Suzuha.
“Hmm..earphone lucu? Bando? Gantungan kunci berbentuk boneka? Sebuah buku novel? Apa dia menyukainya?” pikirnya sambil terus memperhatikan, sampai dia turun tidak satu pun benda yang menginspirasinya.
Saat pelajaran dimulai pesan dari Mirae masuk, isi pesan itu memberitahu Daimonji bahwa acara ulang tahun Suzuha dilaksanakan setelah pulang sekolah. Karena harinya yang jatuh pada hari biasa bukan hari libur, jika diundur maka momennya tidak kena. Mirae juga sempat menanyakan hadiah apa yang sudah Daimonji siapkan, dia membalas dengan mencuri-curi kesempatan bahwa hadiahnya akan disiapkan.
“Saat jam pelajaran dia masih sempat menulis pesan,” kata Daimonji yang saat ini sangat tidak bersemangat.
Harinya pun berlalu begitu saja tanpa adanya suatu pikiran tentang hadiah apa yang bagus dan disukai oleh Suzuha. Ketika melewati toko boneka dia sempat ingin membeli satu namun jika dia lihat dari karakter Suzuha yang sedikit kasar menurutnya, tidak mungkin gadis sepertinya menyukai benda-benda lucu seperti boneka. Andai Daimonji memiliki kakak atau adik perempuan dia tidak terlalu ambil pusing.
Menjelang hari ulang tahun Suzuha sebuah pesan kembali masuk dari Mirae, kali ini dia memberitahu bahwa dia dan temannya sudah menyewa sebuah café untuk pelaksanaan ulang tahun Mirae. Alamat café itu pun dia sertakan, lengkap dengan foto bagian luar dan dalam cafenya. Daimonji belum juga menemukan hadiah apa yang tepat, pikirannya terlalu rumit karena dia sangat yakin bahwa hari nanti adalah hari terakhir pertemuannya dengan Suzuha. Jadi dia ingin memberikan sesuatu yang membekas di hati Suzuha.
Suatu sore di hari ulang tahun Suzuha, Daimonji yang tidak pernah membalas pesannya membuat Mirae khawatir. Dia sudah berada di dalam café, mendekorasi bagian tempat yang dia sewa agar menjadi lebih indah. Sedangkan teman lainnya bertugas untuk mengalihkan perhatian Suzuha, jadi mereka membawanya ke suatu tempat terlebih dahulu.
“Aneh…sudah ku telepon juga tidak diangkat olehnya,” Mirae semakin gelisah, sudah lebih dari lima kali dia menelepon Daimonji semenjak pulang sekolah tetapi tidak ada jawaban sama sekali. “jangan-jangan dia tidak datang? Awas saja…”
Sesuai dugaan Mirae, sampai malam pun Daimonji tidak datang. Suzuha yang berlinang air mata sangat terharu melihat usaha yang dilakukan oleh teman-temannya. Padahal dia tidak meminta kejutan seperti ini, alasan teman-temannya melakukan ini semua karena tahun ini merupakan tahun terakhir mereka bersama. Jika sudah memasuki masa kuliah mungkin sulit bertemu seperti ini.
Orang yang ditunggu Mirae ternyata berada di luar dan jauh dari café tapi masih bisa melihat berkat kaca café yang transparan. “Maaf…aku tidak bisa datang,” melihat dari jauh kedekatan Suzuha dan temannya. “aku tidak tega merusak momen mereka,” Daimonji lalu pulang.
Diperjalanan pulang pesan berantai Mirae dia terima, isinya lebih banyak memaki dirinya. Daimonji tidak membalas dan dengan iklhas menerimanya karena sebelumnya dia sudah berjanji untuk datang namun pada akhirnya dia tidak ada di sana. Suasana hatinya yang sedikit buruk membuat Daimonji pulang dengan berjalan kaki, hingga dia melewati tempat di mana dia belajar melukis. Lalu teringat kejadian lalu saat dia secara tidak sengaja berada satu kelas dengan Suzuha.
“Ah…kenapa tidak terpikirkan olehku!” Daimonji berlari memasuki tempat itu, di dalam dia disambut petugas tempat melukis.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita yang sudah berumur, tidak lebih dari 30 tahun.
“Ya, saya siswa dari kelas kursus di akhir pekan. Bolehkah saya melihat-lihat lukisan di galeri?” tanyanya menggebu-gebu.