Kidung Diatas Tanah Jawi episode 11

Gatra 11

Orang-orang yang melihat pertandingan itu berdiri tanpa berkedip. Gagak Kluyur termasuk orang yang dikagumi di desa itu. Tetapi Sukmo Aji dengan mudahnya dapat menjatuhkannya. Belum lagi mereka sempat berpikir lebih banyak, mereka dikejutkan oleh suara Cangkil yang gemuruh seperti membelah langit. Ketika ia menyaksikan Gagak Kluyur, adik kandung sekaligus orang kepercayaannya dipermainkan orang asing itu, hatinya menjadi panas.

Meskipun di antara kemarahannya itu terselip pula perasaan was-was. Cambuknya yang besar dan panjang dengan karah –karah besi itu diputarnya di atas kepala sampai menimbulkan suara berdesing-desing. Sukmo Aji kini harus benar-benar waspada.

Orang-orang yang menyaksikan menjadi semakin berdebar-debar. Apalagi ketika mereka melihat Cangkil akan mempergunakan senjatanya, maka menurut pikiran mereka, sedikit kemungkinannya Sukmo Aji dapat menyelamatkan diri. Cambuk Cangkil yang berputar-putar itu, cepat sekali menyambar leher Sukmo Aji, tetapi secepat itu pula Sukmo Aji membungkuk menghindari, sehingga cambuk itu tidak mengenai sasarannya. Sukmo Aji melihat sorot mata Cangkil yang menyala itu. Ia pun segera mempersiapkan dirinya pula. Cangkil tentu tidak akan sekedar bermain-main lagi.

Sejenak kemudian Cangkil pun mulai menyerang. Serangannya terasa lebih mantap dan lebih cepat. Namun Sukmo Aji masih merasakan betapa Cangkil itu ilmunya berlapis –lapis jauh di bawah tataran ilmu kanuragannya. Meskipun Cangkil sudah meningkatkan tataran ilmunya, namun Sukmo Aji masih merasa sangat leluasa untuk menghindar atau pun sesekali balas menyerang dengan garang. Pada pertarungan berikutnya. Sukmo Aji benar-benar ingin mengajari agar Cangkil tidak terlalu meremehkan orang lain.

Karena itu maka ketika Cangkil mulai menyerangnya lagi dengan ujung cambuk yang mematuk bagai ular bandotan macan, Sukmo Aji yang mengetrapkan ilmu pada tataran yang lebih tinggi, telah mendahuluinya. Seperti angin pusaran Sukmo Aji melanda Cangkil. Cangkil terkejut. Tetapi ia terlambat. Serangan Sukmo Aji telah mengenai dadanya.

Justru Cangkil lah yang telah tergoncang. Wajah Cangkil menjadi merah membara ketika ia harus berusaha untuk mempertahankan keseimbangannya, ia merasa telah direndahkan oleh Sukmo Aji sehingga pertahanannya berguncang.

Karena itu, dengan lantang iapun berkata, “Hai anak muda. Agaknya kau benar-benar tidak tahu diri. Baik. Baik. Aku tidak akan merunut sampai dimana tataran kemampuanmu. Jika kemudian serangan-seranganku menghancurkanmu, itu adalah tanggung jawabmu.”

Sukmo Aji tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sebenarnyalah Cangkil yang marah itu telah meningkatkan ilmunya pada tataran puncak. Ia benar-benar ingin mempermalukan Sukmo Aji dihadapan para warga kademangan Pucang Kembar. Sejenak kemudian, maka serangan Cangkil pun sudah menjadi jauh berbeda dengan serangan-serangan sebelumnya. Serangannya itu pun menjadi jauh lebih cepat, lebih mantap dilandasi dengan tenaga wadagnya yang sangat besar.

Tetapi Sukmo Aji pun sudah siap sepenuhnya. Seberapa pun Cangkil berdiri pada tataran ilmunya, Sukmo Aji tidak akan mengecewakannya. Dengan demikian, maka pertempuran antara dua orang itu pun segera meningkat menjadi semakin sengit Mereka tidak lagi bertempur pada tataran awal ilmu mereka, tetapi mereka bertempur pada tataran yang jauh lebih tinggi. Cangkil yang agak pendek dan kekar itu berloncatan menyambar-nyambar. Cambuknya terayun-ayun mengerikan. Hembusan angin yang tergetar oleh ayunan cambuknya terhempas ke tubuh Sukmo Aji.


Kidung Diatas Tanah Jawi

Kidung Diatas Tanah Jawi

Score 8
Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Setelah kerajaan Demak semakin suram dan tinggal menunggu tenggelam dalam timbunan sejarah. Munculah kerajaan baru di atas tanah Jawa, kerajaan itu bernama Pajang rajanya adalah menantu Sultan Trenggono sendiri. Raja Demak yang terakhir. Pada masa mudanya dia terkenal dengan nama Joko Tingkir dan setelah menjadi raja beliau bergelar Sultan Hadiwijoyo. Seluruh pusaka kerajaan Demak akhirnya diboyong ke Pajang. Wahyu keraton sudah berpindah tangan. Sebagai pembuktian dirinya sebagai raja yang besar dan kuat Sultan Hadiwijoyo mengerahkan bala pasukannya dengan kekuatan empat puluh ribu prajurit yang terlatih.Pajang mulai menyerbu kerajaan –kerajaan di Jawa Timur. Sultan Hadiwijoyo sendirilah yang memimpin pasukan. Beliau duduk di atas punggung gajah perang yang diberi nama Kyai Liman sambil tangan kanannya mencengkeram tombak pusaka Kyai Pleret. Beliau didampingi oleh para panglima perang yang tangguh seperti Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki Juru Mertani, Ngabehi Wuragil, Ngabehi Wilomerto, Tumenggung Cokroyudo, Tumenggung Gagak Seta dan para wiratamtama prajurit Pajang yang bilih tanding.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset