Setelah semua barang yang ada di list kita dapatkan, aku pun izin pamit ke teman-teman yang lain untuk kembali ke kantor.
“Aku pamit duluan yah, pak, mak, ra!” teriakku.
“Oke memes!” teriak pak Boy.
Sedikit alay, sorenya aku foto jari jempolku yang tertusuk kayu di bagian kuku dan kukirim ke Vira.
“Ya ampun, kamu hati-hati dong sayang, perih banget,” tulis Vira.
“Gapapa kok, Vir,” balasku mencoba meyakinkannya.
“Sesak nih, Abis bawa anjing jalan,” tiba-tiba balas si Vira.
“Loh kok bisa Vir? Anjingnya gede yah?”
“Iyah, Mes, ketarik gw, tenaganya kuat.”
Sesekali aku meledeknya, dan dibalas juga olehnya, dia tidak mau kalah soal ini.
Bantuan yang ke dua ini kita tujukan ke pengungsian di Desa Telagah, dan jalurnya melewati daerah rumahku, jadi aku gak perlu nginap di rumah Martin dan terpaksa tidak bisa membantu teman relawan yang lain untuk ngangkut & nyusun bareng ke mobil.
“Pengalaman adalah guru yang berharga”
Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa duduk di mobil pick up bukanlah pilihan yang baik, kali ini aku memilih duduk di mobil avanza. Kali ini aku dapat tugas merangkap, pertama sebagai seksi dokumentasi menggunakan kamera ‘spesial’ (dslr) dan yang kedua membantu teman relawan yang lainnya juga tentunya.
Tujuan kita hari ini ada dua, pertama mengantarkan bantuan, dan yang kedua adalah menghibur anak-anak di pengungsian. Yah, mereka butuh hiburan, sangat butuh. Kita pun dibagi menjadi dua tim. Tim pertama bertugas menurunkan barang, dan tim kedua bertugas menghibur anak-anak dan membagikan jajanan. Dan aku bertugas mendokumentasikan kedua kegiatan tim.
Maknur, dialah yang bertugas menjadi ‘doraemon’ di misi kali ini. Maknur dan teman-teman berhasil menghibur anak-anak, dengan mengadakan lomba mewarnai dan membagikan jajanan. Mereka sukses!
Di tempat yang tidak begitu jauh, pak Boy dan tim lainnya yang menurunkan barang juga sudah selesai. Pak Boy memberikan beberapa patah kata mewakili semua kaskuser yang sudah memberikan bantuannya yang dibalas ucapan terima kasih oleh salah seorang perwakilan pengungsi.
Dan aku? Aku harus lari kesana kemari mengabadikan momen-momen itu. Dan aku menikmatinya.
Semuanya beres, kami lalu pamitan untuk segera balik ke Medan. Sebelum balik ke Medan, kita singgah di salah satu rumah teman relawan, Mey namanya. Kita makan siang dan beristirahat sejenak di rumah Mey.
Ada kejadian lucu waktu makan siang, soalnya ada temanku yang ngiri sama aku karena aku dapat ayam goreng 3 potong.
“Siapa cepat dia dapat, bro! Wakakaka” teriakku sambil mengamankan ayam gorengnya.
Selesai makan siang, aku pun tak melewatkan kesempatan foto bareng dengan peliharan Mey. Peliharaan yang agak sedikit aneh jika dipelihara oleh seorang wanita, yah, ular. Ada beberapa relawan yang takut dengan ular, aku pun tak melewatkan kesempatan emas ini untuk menakut-nakuti mereka.
“Nihhhhh…, tangkap,” sambil mengarahkan ular ke temanku yang takut, dan akhirnya kami pun kejar-kejaran dan akhirnya kami pun beristirahat untuk memulihkan tenaga, ada yang hanya rebahan dan ada yang tertidur saking lelahnya.
Setelah sebagian tenaga sudah kembali, kita pun bertolak kembali ke Medan, dan pamitan dengan ibu Mey.
“Bu, kami permisi pulang yah,” ucap kami kompak.
“Hati-hati di jalan yah nak,” balas ibu Mey.
Aku sudah gak sabar ingin segera pulang, satu harian ini aku tak bisa mendapatkan kabar dari Vira, handphoneku tidak ada sinyal selama misi bantuan ini. Aku sudah rindu sekali dengan Vira.
“Dia juga pasti merindukanku,” batinku yakin.
“Wait for me, Vir!” ucapku dalam hati dan kemudian tertidur di mobil akibat kelelahan.