Dan yang masih belum boleh banyak bergerak, hanya bisa berbaring ditempat tidur, kadang sesekali bersandar ke bantal untuk makan atau minum obat.
Sore itu Dira yang baru pulang kerja datang membawa sekeranjang buah2an.
“Hai.. Gimana kabar lo hari ini?” Tanya Dira manis sambil meletakkan keranjang buah diatas meja
“Baik donk.. Ada lo gue jadi tambah baik.” Jawab Dan dengan senyuman mautnya.
Dira tersipu malu. “Ah elo mah, bikin gue jadi salting mulu.”
Dan tertawa. “Hahahahaa.. Sini.. Sini.. Duduk samping gue.”
Dira berjalan mengambil kursi, lalu duduk disamping Dan.
Dan menatap Dira lama.
“Kenapa sih?” Tanya Dira bingung.
Dan tersenyum. “Ayo nikah.”
“Gak kecepetan apa?” Tanya Dira kaget.
“Ngapain lama2, kita udah saling kenal, keluarga kita juga kenal siapa kita. Kan gue udah bilang, gue gak mau jadiin lo pacar, tap jadiin lo istri.”
Dira garuk2 kepala. “Takut gue.”
“Takut ap?”
“Takut ngelahirinnya.”
“Ya ampun, Diandra.” Dan tertawa geli “Nikah aja belom, udah ngomongin ngelahirin aja.”
Dira nyengir . “Tapi kan lo pasti pengen punya anak toh?”
“Iya pengen lah, tapi gak buru2 juga, gimana dikasihnya aja sama yang diatas.”
“Iya bener itu.. Jangan buru2, jangan ditunda2 juga.”
“Setelah gue lepas perban, gue temuin bokap lu.” Kata Dan
“Iya.. Iya.. Gue sih nurut yg calon imam aja.”
Dan tertawa.
“Dan.. Kenapa sih lo gak bilang mau disuruh ke papua sama si manager galak itu?”
“Haha.. Gue tadinya pengen kasih surprise buat lo, kalo udah disana gue selfie terus gue sombongin ke elo. Lo kan pengen banget tuh ke Papua.”
“Dasar.. Bikin orang khawatir aja tau gak, kita gak ada yg tau lo mau pergi kemana pagi2 buta gitu.”
“Ciye.. Khawatirin gue ciyee..”
Dira mencubit lengan Dan. “Malah ngeledek lagi.”
“Ada hikmahnya gue dapet musibah kecelakaan ini.”
“Apa?”
“Elo jadi bisa jujur tentang perasaan lo, gak nunda2 lagi buat jawab ajakan gue.”
“Ngenes juga ya, mesti koma dulu baru dapet jawaban.” Kata Dira
“Makanya gue pernah bilang sama lo, jangan sampe terlambat ngasih jawaban. Maksudnya sebelum gue ke papua.”
“Lo pede bgd deh gue bakal jawab iya.” Kata Dira.
“Keliatan dari mata lo, kalo lg ngobrol serius sama gue, lo gak mau tatap balik mata gue. Malu kan lo.”
Dira hanya tersenyum malu mendengarnya.
Malamnya Dira pulang kerumah. Niat hati ingin makan karna lapar, tapi dirumah ada yg membuat tak enak makan.
Ayah dan Liz sedang makan malam berdua. Dira jadi mengurungkan niatnya untuk makan.
“Dy, makan dulu sini.” Ajak ayah. “Ayah masak masakan kesukaanmu semua.”
“Gak. Aku gak napsu makan.” Jawab Dira tanpa menoleh sedikit pun.
“Kamu gak laper seharian kerja? Tanya Ayah.
“Tadinya iya, tapi sekarang nggak!” Jawab Dira cuek. Lalu naik kekamarnya.
“Ini semua pasti karna aku, mas.” Kata Liz menghentikan makannya. “Dira gak mau makan karna ada aku.”
Ayah merasa tak enak. “Kamu jangan bicara seperti itu.”
“Dira hanya mengenalku sebagai atasannya yang mengerikan. Dia gak ada keinginan untuk berhubungan baik denganku.
“Gak gitu, Liz. Kamu sabar aja. Semuanya butuh proses. Suatu saat Dira pasti mengerti. Dira memang anaknya agak keras kepala.”
Liz hanya tersenyum mengiyakan.
Keesokan paginya Dira datang lebih awal ke kantor, menemui ibu manager galak yang sudah sibuk dengan pekerjaannya, padahal baru jam 07:30 pagi.
“Ini.” Kata Dira meletakkan sepucuk surar diatas meja.
“Apa ini?” Tanya ibu manager galak heran.
“Surat pengunduran diri saya.”
Ibu manager galak menghela napas. “Apa ini karna saya dan ayah kamu?”
“Gak juga.”
“Lalu?”
“Saya mau menikah.”
Ibu manager galak terlihat kaget. “Menikah?”
“Kenapa? Apa ada larangan seorang karyawan resign karna ingin menikah?”
“Tidak.”
“Bagus kalau begitu. Mulai minggu depan saya sudah efektif resign. Terima Kasih.”
Dira hendak pergi, namun..
“Pikirkan lagi, karirmu disini sudah cukup bagus.” Kata ibu manager.
“Sudah saya pikirkan berulang kali.”
“Kamu yakin? Kamu mengambil keputusan dengan baik? Bukan karna emosi?
“Saya yakin. Sangat yakin.” Kata Dira, lalu pergi keluar dari ruangan managernya itu.
Ibu manager galak hanya bisa geleng2 kepala.