My Class Must be Perfect ! Episode 4

my friend

Di dalam tidurku, terdengar suara yang sangat ku kenal. Suara Yurika memanggil – manggil dari kejauhan. Terdengar sangat nyata. Tiba – tiba, muncul wajah Yurika yang sedih berlinang air mata di dalam tidurku. Aku hanya bisa diam menatap wajahnya. Aku tidak mampu mengatakan apa – apa.

“tolong aku, mas…tolong aku…” teriak Yurika. Ia terdengar sangat tersiksa namun aku tidak bisa melakukan apa – apa. Aku mencoba meraih tangannya tapi dia menjauh. Sampai akhirnya aku merasa seperti tenggelam. Nafasku berkejaran. Terlihat di kejauhan, Yurika menghilang dan aku tenggelam.

“hah!!!” aku terbangun dengan nafas yang masih tak beraturan. “Yurika…yurika…”

Di hadapanku hanya tembok kosong yang sudah termakan oleh gelapnya hari. Tak terasa sudah lewat waktu maghrib. Aku langsung bangun dan bergegas ambil air wudhu. Bayang – bayang Yurika membuatku untuk kesekian kalinya meneteskan air mata.

“sudah…sudah…air mata ini nggak pantas buat dia!” ujar ku pada diriku sendiri.

Setelah sholat maghrib, aku melihat catatan – catatan kecil yang aku buat sebelum tidur tadi. Aku senyum – senyum sendiri melihat rencanaku yang mungkin bisa berhasil untuk anak – anak yang tidak tahu sopan santun tadi. Aku melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Biasanya, Pardi sudah pulang ke tempat kos. Kemana dia? Pardi memang sering sekali pulang telat dan aku tidak mempermasalahkan itu. Tapi terkadang aku sedikit khawatir jika ia pulang telat. Keluguannya bisa dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. Hal itu lah yang selalu menggangguku. Tentu saja, aku tidak mau kawan baikku mengalami hal yang buruk. Jika Ia sampai mengalami hal buruk di kota ini, bisa dipastikan kalau aku yang akan bertanggung jawab karena aku yang membawa dia ke kota ini. Semoga tidak terjadi apa – apa. Sebentar saja setelah aku mengatakan hal tersebut, aku langsung dikagetkan dengan gedoran pintu yang sangat keras. Saat ku buka, Pardi sudah berlumuran darah wajahnya. Entah apa yang terjadi. Ia langsung jatuh dalam pelukanku.

“kamu kenapa, di?!” tanyaku kepadanya yang sedikit tak sadarkan diri. Aku langsung menggotong kawanku ke dalam. Aku mencoba mencari handuk dan membasahinya untuk membersihkan lumuran darah yang ada di wajah dan beberapa bagian pada tubuhnya. Siapa yang tega melakukan ini? Siapa? Amarahku muncul. Aku tak terima kawanku dihajar sampai seperti ini. Setelah Pardi sadar, aku akan coba menanyainya. Aku sudah tak sabar ingin menghajar orang yang membuat Pardi jadi seperti itu. Tak lama kemudian, dia sadar.

“aku udah di kos ya?” Ia masih sedikit bingung. Langsung aku ambilkan air putih untuknya. Pelipis kirinya terluka lecet, di beberapa bagian wajahnya terdapat luka lebam yang mulai membiru, mulutnya sobek parah, matanya bengkak, dan masih banyak lagi luka – luka yang ada di sekujur tubuhnya. Entah siapa yang tega melakukan ini semua pada orang selugu Pardi.

“maaf ya, San. Jadi ngerepotin.” Ujar Pardi lirih. Tubuhnya terlihat sangat lemah. Aku hanya bisa mengangguk.

“kamu kenapa, Di? Habis ngapain kamu?” aku pun mulai bertanya. Pardi langsung terdiam. Ia menatap langit – langit kamar kos kami yang sudah rusak karena rembesan air hujan. Ia pun memulai ceritanya. Saat itu Ia pulang dari pabrik. Seharusnya dia melewati jalan yang biasanya Ia lewati, tapi karena ada acara pernikahan; Ia pun memutuskan untuk melewati jalan lainnya. Di jalan yang satu ini, Ia dihadang oleh sekitar enam orang, entah laki – laki atau perempuan. Ia tidak bisa membedakan mereka karena hari sudah mulai gelap. Salah satu dari mereka mendekatinya dan langsung merogoh saku celana Pardi. Orang tersebut langsung mendapatkan perlawanan. Pardi mendorong orang tersebut agar menjauh dari dirinya. Terdengar lima orang sisanya cekikan dan langsung menghajar Pardi. Dompet dan ponsel pun harus terampas dari Pardi. Saat menceritakan itu semua, Ia sedikit meneteskan air mata. Tapi langsung mengusapnya.
“padahal ponsel itu aku beli dengan gaji pertamaku, San. Tapi malah diambil orang. Ya sudah. Mungkin memang harus begitu. Nanti pasti diganti sama yang lebih baik” Ujar Pardi sambil berusaha untuk duduk. Ia hanya bisa meringis kesakitan saat usahanya untuk duduk membuatnya kesakitan. Aku langsung membantu kawanku tersebut untuk duduk. Hari ini benar – benar sial baginya. Siapa orang – orang itu? Aku harus buat perhitungan dengan mereka. Selain itu, Pardi adalah tanggung jawabku. Jika ada apa – apa dengannya, aku tidak akan bisa mengampuni diriku sendiri.

“mending kamu tidur aja, Di. Sudah malam.” Ujarku. Ia pun mengangguk lirih dan perlahan kembali ke posisinya awal dan langsung menutup mata.

“di…Pardi…kasihan kamu.” Ujarku dalam hati. Jika Ia sampai mendengar orang lain mengasihinya, dia pasti marah besar. Ia memang lugu tapi Ia punya pendirian yang sangat kuat. Ia tidak mau dikasihani dalam bentuk apapun. Jika Ia masih mampu, Ia akan terus berusaha agar Ia tidak perlu dikasihani orang lain. Setelah beberapa lama Pardi terlelap, aku pun membereskan buku – buku dan kertas – kertas milikku yang berceceran. Aku masih belum ngantuk jadi aku memutuskan untuk mencari udara segar di teras kamar kosku. Saat duduk disana, pikiranku melayang kembali ke Yurika. Sedang apa di disana? Sedang memadu kasih kah dengan laki – laki pujaannya? Namun aku langsung teringat mimpiku tadi. Apa itu sebuah pertanda? Tapi pertanda apa?

Keesokan paginya, aku langsung menuju gedung SMA. Aku datang sepagi mungkin untuk berdiri di depan pintu masuk SMA. Disana aku akan menghentikan murid – murid kelasku setelah itu aku akan menjalankan rencanaku. Sebelum menjalankan semua rencanaku ini, aku sudah meminta ijin Pak Kirun dan penanggung jawab SMA. Mereka berdua setuju. Bahkan Bu Sulis sebagai penanggung jawab SMA menyerahkan sepenuhnya kelas tersebut kepadaku, bahkan jadwal pun bisa aku atur sendiri. Tapi yang jelas, mereka berdua mempunyai pengaharapan yang sangat tinggi padaku. Itu lah harga yang harus kubayar. Pukul enam pagi, sudah banyak anak – anak dari kelas lain datang ke sekolah. Hampir semua memberi senyuman dan juga anggukan kepadaku.

“betapa sopannya anak – anak ini…” ujarku dalam hati sambil membalas senyuman mereka. “berbeda dengan kelasku…”


My Class Must be Perfect !

My Class Must be Perfect !

Status: Hiatus Tipe: Author: Dirilis: 2013 Native Language: Indonesia
Namaku Sandy, lebih lengkapnya Sandy Pratama. Tapi orang lebih mengenalku sebagai Sandy si sadis atau Sandy pembunuh. Aku memang belum lama ini keluar dari penjara setelah harus mendekam di dalam tempat yang mengerikan tersebut selama hampir 15 tahun. Kejahatan yang kulakukan? Membunuh kakak iparku sendiri. Keluar dari penjara aku langsung menemui istriku, atau lebih tepatnya mantan istriku; Yurika. Kami sudah menikah cukup lama tapi belum juga dikarunai momongan sampai akhirnya kegiatan membuat momongan pun terhenti selama aku berada di penjara. Yurika sangat jarang menjengukku saat aku masih di penjara,entah karena malu atau alasan lainnya."kamu mau jadi guru, San? Kamu sarjana kan?” tanya Pak Parjo saat kami berdua dan beberapa orang lainnya sedang melakukan ronda keliling kampung.“kalau memang ada, ya saya mau, Pak. Tapi…apa ada yang mau sama mantan narapidana seperti saya ini?” aku sedikit kurang percaya diri. Dalam banyak kasus, mantan narapidana sangat susah untuk mendapatkan tempat kembali di tengah masyarakat.Yuk baca kelanjutan keseruan kisah Sandy si pembunuh yang akan menjadi guru.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset