Pelet Hitam Pembantu episode 47

Chapter 47

“Suster! Suster!” seru Wisnu berlari-lari kecil menuju meja suster jaga, dimana tampak dua suster tampak sibuk dengan camilan dan gawainya.

“Ya pak! Yang sabar Pak! Jangan lari-larian begitu. Kasihan pasien lain!” ujar suster Naya sembari berdiri.

Tak lama, sampailah ia di depan suster Naya. Sambil nafasnya terengah-engah, ia berkata,

“Bagaimana keadaan istri saya sus?” tanya Wisnu dengan nafas terengah-engah di dekat suster Sherlina yang tampak garang di mejanya.

“Maunya apa?” ujar suster itu ketus. Pandangannya tak lepas dari gawai di tangannya.

“Maksudnya?” ujar Wisnu menahan geram pada suster yang selalu saja membuatnya keki ini.

“Iya. Kan transfusi darah berhasil dilakukan. Lalu kondisinya juga bapak tahu sudah lebih baik kan? Eh, sekarang bapak tanya lagi ke saya tentang kondisinya. Ya menurut bapak gimana?”

“Memangnya bapak nggak lihat tadi waktu jenguk? Penglihatan Bapak masih normal kan?”

“Atau bapak berharap ada keajaiban supaya bisa mencari perempuan muda yang lain?”

Wisnu meradang. Wajahnya memerah. Otot gerahamnya beradu gemeretakan. Tangannya terkepal erat.

“Arghghgh!”

“Eh, sabar dong pak. Saya ini sedang bertugas loh. Dan ingat, nyawa istri Anda ada di saya. Kalau saya nggak mau ngurus istri Bapak gimana?” ujar suster Sherlina seraya bangun dan berkacak pinggang.

“Ah, saya rasa nggak papa ya pak. Kan Bapak bisa cari daun muda yang lain kan?” ujar suster Sherlina lagi seraya mengupas sebutir jeruk dan memakannya perlahan.

“Suster Sherlina! Sudah sus.” ujar suster Naya menengahi.

“Maafkan teman saya pak ya. Ada yang bisa kami bantu pak?” ujar suster Naya lagi dengan lembut.

“Hhhhhhhhhh…”

Tampak Wisnu menenangkan diri. Diambilnya nafas dalam-dalam dan dihembuskan pelan.

“Nah, gitu dong pak. Sabar. Tanya baik-baik.”

Sekali lagi Wisnu mengambil nafas dalam.

“Baiklah suster yang cantik…”

“Nah, itu bisa. Ayo…lanjutkan!” tukas suster Sherlina lagi dengan mulut penuh makanan.

“Saya mau bertanya, bagaimana kondisi istri saya?”

Sesaat suster Sherlina tersenyum.

“Nah, itu lebih baik pak. Tapi…bukannya bapak barusan dari sana? Bapak sudah menemuinya kan?” ujar suster Sherlina, tersenyum penuh kemenangan.

“Justru itu sus. Saya barusan dari sana, tapi….”

“Tapi kenapa pak?”

“Tapi justru kondisinya semakin parah Sus! Tangan dan kakinya kejang dan mulutnya mengeluarkan banyak busa. Saya takut terjadi apa-apa dengannya.”

“Astaga!” seru kedua suster itu hampir terlompat dari duduknya.

“Kenapa baru bilang?”

Sontak suster Sherlina dan suster Naya terlonjak dari bangkunya. Tergesa-gesa menuju ruang perawatan dimana Isma terbaring. Matanya menatap kosong, tangan dan kakinya kejang, badannya panas. Serta dari bibirnya mengalir busa kental.

“Bapak ini gimana sih. Tahu istrinya gawat begini malah ngomongnya pelan-pelan gitu. Dasar suami tak becus!” umpat suster Sherlina lagi pada Wisnu, yang hanya bisa menatap pasrah dari sudut ruangan.

“Sudah, sudah. Bapak tunggu saja diluar!” hardik suster lagi pada Wisnu yang kebingungan harus berbuat apa.

“Lalu, bagaimana kondisi istri saya sus?”

“Sudah, sudah. Bapak bantu doa saja. Itu lebih baik.” ujar suster Naya seraya mendorong tubuh Wisnu keluar pintu.

Sementara itu, suster Sherlina tampak sibuk mempersiapkan peralatan lainnya.

“Panggil dokter Joko!” ucapnya lamat-lamat dari balik pintu.

“Brummm!”

“Ciiiiiiit!”

Mobil terparkir rapi di halaman rumah dokter Andri. Tampak dia turun dan membukakan pintu untuk Yati.

“Nah, selamat datang kembali Mbak Yati!” ujar dokter Andri lagi mempersilakan wanita itu turun.

“Mboook! Mbok Minah!” seru dokter Andri pada Mbok Minah, yang tampaknya masih sibuk berjibaku dengan urusan rumah tangga.

“Iya Den. Iya.” seru wanita tua itu seraya tergopoh-gopoh menuju ruang tamu.

Namun, seketika langkahnya terhenti, saat ditatapnya sosok yang sudah begitu dikenalnya, Yati.

“Ya Allah Mbak. Mbak Yati. Apa yang terjadi denganmu Mbak?” ujar Mbok Minah mendapati kondisi Yati yang tampak kotor oleh debu dan asap.

Melihat ekspresi Mbok Minah, Yati tertawa saja.

“Yah….beginilah Mbok hidupku. Selalu penuh tantangan. Hehehehe…”

“Ah, Mbak Yati ini bisa saja bercandanya.”

“Ngomong-ngomong, gimana bisa Mbak Yati bareng dokter Andri lagi?” bisik Mbok Minah pada Yati, sementara dokter Andri berucap,

“Mbok, sementara ini biar Mbak Yati tinggal di sini dulu. Warungnya kebakaran Mbok.” ujar dokter Andri seraya pergi kebelakang untuk membersihkan diri.

“Ya Allah Mbak. Kok bisa? Pasti gara-gara wanita itu lagi ya? Kurang ajar memang dia Mbak…. Coba saja ketemu Mbok lagi, sudah kuuyeng-uyeng dia….”

“Astaga!” ujar dokter Joko mendapati kondisi pasien yang terlihat menyedihkan. Pucat pasi bak orang mati. Sementara bibirnya biru membeku.

“Mudah-mudahan masih bisa tertolong.” gumamnya seraya mempersiapkan obat yang diperlukan.

“Tahan sus! Tahan!” ujar dokter Joko memerintah suster Sherlina mempererat pegangan pada lengan Isma yang tampak mengejang. Wajahnya sudah sangat memucat, dengan bibir membiru gelap.

Diambilnya jarum suntik, dan disuntikkan nya cairan obat untuk menenangkannya.

“Arghghgh!”

Terlihat tubuh itu masih meronta-ronta beberapa saat, sebelum akhirnya berangsur-angsur pulih dan diam membeku.

“Nah, sudah…” ucap dokter Joko mengetahui kondisi Isma yang tampak sudah lebih baik.

“Sudah berapa lama tadi dia kejang?” ujar dokter setengan tua dan bertubuh pendek gemuk itu.

“Kurang tahu pasti dok. Tapi sepertinya agak lama.”

“Iya dok. Mungkin sekitar tiga atau empat menit.” balas suster Naya menimpali.

“Kamu sih pakai diprank segala.” bisik suster Naya seraya menyikut pelan pinggang suster Sherlina.

“Biarin! Aku benci laki-laki itu…” balas suster Sherlina seraya berbisik juga.

Tampak dokter Joko membolak-balikkan catatan arsip pasien Isma. Sesaat tampak mengernyitkan dahi.

“Ehm….donor darahnya sudah ditransfusikan bukan?” ujarnya seraya menatap kedua suster itu.

“Sudah dok…” jawab mereka hampir berbarengan.

“Berapa banyak?” tanya dokter itu lagi.

“Lima ratus mili dok.”

Lalu, dokter itu menutup berkas seraya berujar,

“Yah…pantas saja kondisinya begitu. Setidaknya harus seribu atau bahkan dua ribu mili untuk menutupi darahnya yang hilang. Sekitar tiga puluhan persen kan?”

“Iya dok….”

“Tapi….”

“Apa?” ujar dokter lagi.

“Darahnya itu…susah sekali didapatkan. Ini saja akhirnya harus menunggu dokter Andri yang mendonorkan. Kalau saja beliau tak ada…”

“Ehm…oke. Kalau begitu coba minta lagi kepada beliau. Mungkin masih bisa untuk mendonorkan lima ratus Mili lagi.”

“Tapi….” ujar suster itu.

“Ya….semua pasti ada resikonya. Saya tahu. Dia yang koma atau dokter Andri yang terkapar. Benar kan?”

Terlihat kedua suster itu saling bisik sebelum memutuskan,

“Baik. Nanti saya coba hubungi beliau lagi.”

Sesaat tampak suster Naya menghubungi dokter Andri. Sedangkan suster Sherlina tampak mengawasi di sampingnya.

“Awas kalau genit!” bisiknya mengancam.

“Halo! Malam dok!”

“Iya. Pasien tadi masih membutuhkan donor darah lagi….ya. Lima ratus mililiter lagi.”

“Eh, bagaimana? bisa? Alhamdulillah…..”

“Saya tunggu ya dok.” ucap suster Naya seraya menutup panggilan.

“Bagaimana? Bisa?” tanya dokter Joko dilihatnya suster Naya mengakhiri panggilan.

“Alhamdulillah bisa dok. Sekarang beliau sedang menuju kesini.” ujar suster Naya seraya tersenyum lega.

“Eh, apa?” ujarnya saat dilihatnya suster Sherlina menginjak kakinya.

“Tadi…dokter tampan itu, nanyain aku nggak?” ujarnya dengan tersipu-sipu. Sementara suster Naya nyengir kuda melihatnya.

Wisnu masih terpaku di depan ruang perawatan. Sesekali dihembuskan nafasnya kasar. Ia takut. Sangat takut. Jangan sampai dalam satu hari akan menyaksikan dua kematian sekaligus.

“Hhhhhhhhhh…” nafasnya terdengar panjang dan penuh kekhawatiran.

Ia benar-benar khawatir Isma akan menyusul kematian sahabat sekaligus mantan suami kekasihnya, Arman.

“Astaghfirullah….” ucap Wisnu bernada pasrah. Ucapan yang anehnya baru bisa diingatnya setelah menjalani perjalanan hidup yang sulit.

Lelah dalam kesendirian dan penat dengan pikirannya, akhirnya ia terjatuh pulas tidur.

Namun, tanpa disadari siapapun, bahkan olehnya sendiri, muncul sesuatu yang tampak menonjol dari beberapa bagian tubuhnya. Sesuatu yang akan menguasai tubuh dan jiwanya. Sesuatu yang berasal dari luar tubuhnya.

“Hghghghhhrrrrr…….”


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset