Semenjak kehadiran Yi Yuen, Zhi Ruo mulai sedikit melupakan kesedihannya. Setidaknya, kehadiran putri kecilnya telah membawa kebahagiaan baru yang tak ternilai baginya. Zhi Ruo tampak bahagia setiap melihat perkembangan putri kecilnya yang semakin hari semakin bertambah usia.
Yi Yuen tumbuh menjadi anak yang cerdas. Tak hanya itu, dia juga memiliki paras yang sangat cantik. Di usianya yang baru berumur tiga tahun, dia sudah memiliki kemampuan berbicara yang sangat fasih. Di saat anak-anak lain masih menempel pada ibu mereka, Yi Yuen sudah terbiasa untuk mandiri tanpa harus merepotkan ibunya. Bahkan, dengan telaten dia membantu ibunya mencari tanaman obat di dalam hutan.
Kehidupan mereka di dalam hutan yang kian tak menentu, rupanya membuat Zhi Ruo berpikir untuk segera meninggalkan hutan itu. Dia sempat berpikir untuk kembali ke rumahnya yang lama dan tinggal bersama Yi Yuen dan juga Ling. Dia tidak ingin Yi Yuen hidup tanpa teman dan hanya bermain seorang diri.
Hampir sembilan tahun hidup di dalam hutan membuat Zhi Ruo berpikir untuk kembali ke kehidupan normal. Sudah saatnya dia menjalani kehidupannya seperti dulu. Menjadi pencari tanaman obat dan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Ling, bagaimana kalau kita keluar dari hutan ini? Aku tidak ingin Yi Yuen hidup seperti ini. Kasihan, dia juga butuh teman sebayanya. Dia juga harus tahu tentang kehidupan di luar sana. Bagaimana menurutmu?” tanya Zhi Ruo saat mereka baru saja pulang dari mencari buruan untuk makan malam.
“Nyonya, itu terserah padamu. Kemana pun Nyonya pergi, aku akan ikut.”
“Ibu, apa kita akan meninggalkan hutan ini? Lalu kita akan tinggal di mana?” Yi Yuen dengan polosnya bertanya pada ibunya. Dengan senyum, Zhi Ruo menggenggam tangan anaknya yang berada di punggungnya.
“Kita akan tinggal di rumah Ibu yang lama. Kita akan mencari tanaman obat untuk dijual dan Ibu bisa membelikanmu baju yang bagus. Yi Yuen mau, kan?”
Gadis kecil itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Kedua tangannya dilingkarkan di leher ibunya sambil mengecup pipi sang ibu yang kini tertawa karena sikap manisnya itu.
Yi Yuen tumbuh menjadi anak yang penurut. Tak sekali pun dia membantah atau melawan setiap kata dari ibunya. Dia tumbuh menjadi anak yang kuat dengan mental yang cukup tangguh.
Yi Yuen terlahir dengan kemampuan istimewa. Gadis yang kini berusia delalan tahun itu rupanya sangat tanggap. Dia sudah paham dengan aneka tanaman obat yang diajarkan Zhi Ruo padanya. Semua hal tentang tanaman obat yang beracun dan mematikan sudah dikuasainya. Bahkan, tanaman obat dengan segala manfaat dan efek samping tak luput dari perhatiannya.
“Anakku, ingat apa yang sudah Ibu ajarkan. Jika tanaman obat ini kamu gunakan untuk kebaikan, maka banyak nyawa yang bisa kamu selamatkan. Namun, jika tanaman obat ini kamu gunakan untuk keburukkan, maka banyak nyawa yang akan binasa. Karena itu, Ibu mohon padamu untuk menjadi orang yang baik. Orang yang bisa menjadi penyelamat banyak nyawa bukan menjadi pencabut nyawa. Ingat pesan Ibu, jangan pemilih jika kamu ingin berbuat baik. Jika mereka membutuhkan bantuanmu, maka bantulah mereka dan jangan mengharapkan pamrih. Kamu mengerti, kan?”
Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum pada ibunya. Ling yang duduk di dekatnya ikut tersenyum dan membelai lembut kepalanya.
“Nona, apa tadi Nona yang sudah membantu burung kecil tadi?” tanya Ling pada gadis itu.
“Iya, Bibi. Kasihan, kakinya terjerat di akar pohon. Apa Bibi tahu kalau burung itu adalah seorang gadis?” tanya Yi Yuen yang sontak membuat mereka terkejut.
“Apa maksudmu, Nak? Apa kamu bisa melihat mereka?” tanya Zhi Ruo yang mulai penasaran dengan ucapan anaknya itu.
“Iya, Ibu. Aku bisa melihat mereka. Aku pernah menolong seekor ular yang hampir mati karena tertindih sebuah batu. Setelah aku mengangkat batu dari tubuhnya, tiba-tiba dia berubah menjadi seorang kakek tua. Dia mengucapkan terima kasih padaku dan setelah itu dia pun pergi.”
Mendengar penuturan putrinya, Zhi Ruo mulai merasa khawatir. Kemampuan Yi Yuen melihat kehidupan lain sudah membuatnya memutuskan untuk segera meninggalkan hutan itu. “Anakku, apa mereka pernah berbuat kasar padamu?”
“Tidak, Ibu! Mereka tidak berani melukaiku. Jika mereka berani, aku akan menghukum mereka!”
Ucapan Yi Yuen seakan bukan dari dirinya. Anak yang baru berumur delapan tahun sudah bisa mengatakan hal tentang hukuman. Padahal, Zhi Ruo tidak pernah mengatakan tentang menghakimi atas perbuatan buruk orang lain.
Zhi Ruo tidak merasa heran dengan kemampuan anaknya itu. Dia sadar, karena Yi Yuen memiliki darah seorang dewa. Karena itu, dia sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan layaknya manusia biasa.
Keputusannya untuk turun gunung rupanya sudah bulat. Mereka bertiga lantas menuju rumah lamanya yang kini terbengkalai. Di depan rumah yang hampir roboh itu, mereka berdiri.
“Ibu, apa ini rumah yang akan kita tinggali?” tanya Yi Yuen sambil melihat sekeliling rumah itu.
Zhi Ruo terdiam. Dia tidak mampu untuk menjawab pertanyaan putrinya karena rumah itu sudah tidak layak untuk ditempati.
“Ibu, jangan khawatir. Kita akan memperbaiki rumah ini. Aku akan membantu Ibu mencari tanaman obat yang banyak agar bisa mendapatkan uang untuk memperbaiki rumah ini.” Kembali gadis kecil itu berucap selayaknya orang dewasa. Zhi Ruo hanya tersenyum mendengar ucapan anaknya itu.
Mereka lantas memperbaiki apa yang bisa mereka perbaiki. Walau tak terawat, tapi rumah itu masih layak huni setelah mereka memperbaiki beberapa bagian yang rusak. Seharian penuh mereka bekerja dan akhirnya rumah itu bisa mereka tempati.
Halaman belakang rumah sudah dipenuhi rumput liar. Makam ibunya pun sudah tak terawat. Zhi Ruo dengan telaten membersihkan makam ibunya hingga gundukan tanah kembali bersih. Papan nama yang berdiri tegak di atas gundukan tanah telah lapuk dimakan cuaca.
Setelah selesai membersihkan halaman belakang, Zhi Ruo lantas duduk berlutut di depan makam ibunya. Dengan ditemani Ling dan Yi Yuen yang duduk di sampingnya, Zhi Ruo berlutut dan mengirimkan doa untuk ibunya. “Ibu, ini putriku, Yi Yuen. Dia adalah cucumu.” Zhi Ruo tampak menitikkan air mata saat Yi Yuen bersujud di depan makam ibunya.
“Nenek, aku Yi Yuen dan jangan khawatir karena aku akan menjaga Ibu. Nenek beristirahatlah dengan tenang.” Gadis kecil itu lantas bersujud hingga membuat Zhi Ruo merasa terharu.
Setelah melakukan ritual doa, mereka lantas bergegas menuju desa. Sudah sangat lama Zhi Ruo tidak menginjakkan kaki di desa itu lagi. Sambil menggandeng tangan Yi Yuen, Zhi Ruo berjalan menyusuri desa dengan ditemani oleh Ling. Kemana pun Zhi Ruo pergi, gadis itu selalu mengikutinya. Karena dia sudah berjanji untuk melindungi Zhi Ruo dan Yi Yuen selama hidupnya.
Suasana desa sudah banyak berubah. Bahkan, wajah-wajah yang dulu dikenalnya sudah tak lagi dilihatnya. Pemukiman desa yang dulu tenteram dengan rumah-rumah sederhana, kini telah berganti menjadi pemukiman yang dipenuhi rumah-rumah yang tergolong mapan. Bahkan, wajah-wajah penghuni di desa itu terlihat asing di matanya.
Zhi Ruo masih terus berjalan dan melihat pasar yang tampak sangat ramai. Dulu, pasar itu hanya berupa kedai-kedai kecil di sisi jalan. Namun kini, kedai-kedai besar tampak berdiri kokoh dengan segala bentuk dagangan dalam jumlah yang sangat banyak.
Yi Yuen yang melihat keramaian tampak tersenyum saat melihat akrobat jalanan melakukan atraksi. Gadis kecil itu berhenti dan memaksa ibunya untuk melihat atraksi yang membuatnya penasaran.
Seorang lelaki dengan lincahnya memainkan sebuah pedang. Pedang itu berputar-putar dengan cepat di tangan kanannya sambil melakukan gerakan kung fu. Tak hanya itu, di saat yang sama, sebuah apel dilemparkan ke arah lelaki itu dan dalam sekejap buah apel telah terbagi menjadi beberapa bagian saat pedang yang berputar menghantam buah merah itu.
Suara tepukan tangan bergema saat lelaki itu tuntas menyelesaikan atraksinya. Tak sampai di situ, seorang gadis belia juga tidak ingin ketinggalan. Dengan mata tertutup, sebuah anak panah siap dia lesatkan ke arah sebuah apel yang diletakkan di atas sebuah tiang kayu. Dalam sekali lesatan, anak panah itu menancap tepat di tengah buah apel hingga membuat semua orang kembali bertepuk tangan.
Melihat kehebatan gadis itu, Yi Yuen bertepuk tangan cukup keras. Walau sebenarnya dia tahu, kehebatan gadis itu bukan dari dirinya melainkan dari sesosok bayangan yang membantunya.
“Nona, apa Nona melihatnya?” tanya Ling saat mereka pergi meninggalkan tempat itu.
“Iya, Bibi. Tapi, tak mengapa karena dia hanya membantu mereka. Dia adalah arwah ibunya yang belum bisa meninggalkannya.”
Sosok yang berwujud seorang wanita tampak melihat ke arah Yi Yuen saat tatapan mata gadis kecil itu melihat ke arahnya. Yi Yuen hanya tersenyum sambil bertepuk tangan saat gadis itu berhasil memanah tepat sasaran.
Pemandangan seperti itu bukanlah hal baru bagi Yi Yuen. Sejak kecil, dia sudah terbiasa dengan penampakan makhluk-makhluk tak kasat mata. Ada yang berwujud menyeramkan dan berwujud layaknya manusia biasa. Tanpa takut sedikit pun, Yi Yuen menatap mereka dengan tatapan matanya yang tajam hingga membuat mereka pergi meninggalkannya. Tatapan Yi Yuen bukanlah tatapan mata biasa. Di dalam dirinya, akan muncul satu kekuatan jika dirinya dihadapkan dengan marabahaya. Karena itu, dia tidak pernah takut dengan apa pun dan makhluk-makhluk itu pun tak berani menyentuhnya.
Mereka terus berjalan hingga Zhi Ruo berhenti tepat di depan sebuah kedai obat. Kedai itu terlihat biasa saja, bahkan tak berubah sedikit pun. Zhi Ruo lantas masuk ke dalam kedai yang dijaga oleh seorang lelaki paruh baya yang kini menatapnya tak berkedip. “Zhi Ruo?” tanya lelaki itu sambil berdiri dan berjalan mendekatinya.
“Paman.” Zhi Ruo tersenyum saat lelaki paruh baya itu mendekat ke arahnya. Rasanya, lelaki itu seakan tak percaya ketika melihat Zhi Ruo yang kini berdiri di depannya.
“Kamu kemana saja? Selama ini Paman tidak pernah lagi melihatmu dan Yuen. Pemuda itu kemana? Dan ibumu, bagaimana keadaannya?” Lelaki itu melontarkan pertanyaan yang membuat Zhi Ruo kembali mengingat sahabat dan juga ibunya.
“Mereka telah meninggal, Paman.” Lelaki itu terkejut saat mendengar jawaban Zhi Ruo. Pandangannya kini tertuju pada Yi Yuen yang menatapnya tanpa kedip.
“Siapa gadis kecil ini? Apa dia adalah putrimu?”
“Iya, Paman. Ini putriku, Yi Yuen.”
Gadis kecil itu menunduk memberi hormat sebagai rasa sopannya pada orang yang lebih tua.
“Anak baik. Apa dia putrimu bersama Yuen? Ah, gadis malang. Ayahmu pasti bangga padamu.”
Zhi Ruo tidak sempat meralat ucapan lelaki itu yang mengira kalau Yuen adalah suaminya dan ayah dari Yi Yuen. Dia sengaja membiarkan lelaki itu mengira dia adalah istri dari sahabatnya itu.
“Paman, apa Paman masih mau menerima tanaman obat dariku?” Zhi Ruo mulai mengungkapkan maksudnya.
“Maafkan, Paman. Sejak kamu tidak lagi memberikan tanaman obat ke Paman, usaha Paman kian terpuruk. Kedai obat yang Paman kelola sama sekali tidak berkembang hingga Paman memutuskan untuk meninggalkan kedai ini. Ah, Paman akan menjualnya dan tinggal bersama anak Paman di kota.” Lelaki itu terlihat sedih. Gurat wajahnya memancarkan rasa kecewa dan kesedihan yang begitu mendalam. Namun, sorot matanya tiba-tiba berbinar saat menemukan ide yang baginya tidak terlalu buruk.
“Bagaimana kalau kamu saja yang mengelola kedai ini?” tanya lelaki itu yang membuat Zhi Ruo terkejut.
“Maksud, Paman?”
“Kalau kamu mau, tinggallah di sini dan kelola kedai obat ini. Paman percayakan kedai ini padamu. Tak perlu membayar sekarang, jika kelak kamu sudah punya uang barulah membayarku. Bagaimana, apa kamu setuju?”
Zhi Ruo memandang Ling seakan meminta pendapatnya. Namun, dia dikagetkan dengan ucapan Yi Yuen yang menerima tawaran lelaki itu. “Ibuku bersedia. Benarkan, Bu?” Seketika Zhi Ruo mengangguk dan menyetujui ucapan anaknya itu.
“Baguslah. Kalau begitu, jagalah kedai ini dengan baik. Sebaiknya, kalian bergegas pindah ke sini karena besok pagi Paman akan meninggalkan kedai ini.”
Lelaki itu terlihat senang dan mulai mengemasi barang-barangnya. Bukan tanpa alasan dia ingin meninggalkan kedai itu. Kedai yang sudah menjadi tempatnya mencari nafkah sejak dulu. Sejak Zhi Ruo tidak lagi memasok tanaman obat padanya, peminat obat di kedainya semakin menurun drastis. Bahkan, dia pernah tidak mendapat pembeli sama sekali hingga membuatnya putus asa. Karena itulah, dia ingin menjual kedai yang baginya telah terkena kutukan.
Keesokan harinya, Zhi Ruo sudah menempati kedai itu. Bersama Ling, dia mulai membersihkan setiap sudut kedai dan memilih sisa tanaman obat yang masih layak pakai. Karena sibuk membersihkan kedai, mereka tidak memerhatikan Yi Yuen yang sedang menatap tajam ke arah dinding ruangan itu. “Oh, jadi kalian penyebab kedai ini kehilangan pembeli?” tanya Yi Yuen yang menatap tajam pada sebuah lukisan gunung yang terpampang di dinding kedai itu. Seketika, tiga bayangan hitam sekelebat muncul dari dalam lukisan dan berdiri di depannya.