Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 40

Chapter 40

Yi Yuen terdiam saat mendengar pemuda itu menyebutkan namanya. Nama yang tak asing di telinganya. Sejenak, dia memerhatikan wajah pemuda itu dalam-dalam seakan ingin mencari jawaban atas rasa penasaran yang mulai mengganggunya. Namun, Yi Yuen segera mengalihkan pandangannya dan memilih beranjak dari tempat duduknya.

Di depan pintu goa, Yi Yuen berdiri dan tersenyum saat melihat suasana dan keadaan di tempat itu yang sama sekali tidak berubah. Di bangku taman dekat kolam, Yi Yuen duduk dengan ditemani Qiang yang kini berdiri di sampingnya.

“Apa ayahku baik-baik saja? Apa selama ini kamu yang selalu menemaninya?” Yi Yuen menatap Qiang yang menatapnya lekat. Kembali tatapan mata pemuda itu membuat jantung Yi Yuen berdegup kencang, hingga membuatnya mengalihkan pandangannya.

“Ayahmu tidak baik-baik saja karena dia sangat merindukan kalian.”

“Rindu katamu? Apa kamu tidak tahu bagaimana rindu yang ditanggung ibuku, hingga membuatnya sering menangis sendirian? Apa kalian para dewa hanya bisa menuruti aturan langit dan tidak peduli dengan seseorang yang mencintai dan menunggu kalian?”

Yi Yuen menatap Qiang yang juga menatap ke arahnya. Sontak, Yi Yuen bangkit dan berjalan menuju ke arah pemuda itu. “Tunggu! Aku sepertinya pernah melihatmu.” Yi Yuen terlihat berpikir dan mencoba mengingat-ingat sesuatu. “Ah, aku ingat sekarang. Bukankah, kamu yang membantuku saat para perampok berbuat ulah di pasar waktu itu? Satu lagi, bukankah kamu yang bertarung di dalam hutan dengan makhluk-makhluk itu?”

“Benar, putriku. Qiang yang sudah membantumu karena itu adalah perintah Ayah.”

Yi Yuen mengalihkan pandangannya pada Li Quan dan Zhi Ruo yang berjalan ke arah mereka.

“Maafkan Ayah karena baru datang menemuimu dan ibumu. Ayah harap kamu bisa mengerti keadaan Ayah.”

Melihat ayahnya yang merasa menyesal membuat Yi Yuen segera memeluk ayahnya itu. “Aku selalu memaafkan Ayah. Aku bahagia karena ternyata Ayah tidak melupakanku dan Ibu. Terima kasih karena Ayah sudah menemui kami.”

Li Quan memeluk putrinya sambil membelai lembut puncak kepala putrinya itu. “Mulai saat ini, Ayah akan datang mengunjungi kalian. Di setiap bulan purnama, Ayah akan menunggu kalian di sini. Kalian berdua adalah harta yang paling berharga bagi Ayah dan Ayah mengharapkan untuk kita selalu bersama dan bahagia.” Yi Yuen mengeratkan pelukannya. Begitu pun dengan Zhi Ruo yang memeluk putrinya itu. Keluarga kecil yang lama terpisah, kini telah bersatu kembali.

Yi Yuen tampak bahagia menyaksikan kemesraan ayah dan ibunya. Dia tersenyum saat melihat orang tuanya duduk dan saling mencurahkan keresahan yang selama ini terpendam. Gadis itu lantas kembali masuk ke dalam goa dan memberikan orang tuanya waktu untuk bersama. Sementara Qiang hanya duduk terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata.

Sesaat, suasana terlihat hening. Keduanya terdiam tanpa sepatah kata yang terucap. Namun, ada perasaan aneh yang selalu mengganggu Yi Yuen, hingga membuatnya merasa gelisah. Perasaan yang membuatnya selalu menatap ke arah Qiang yang membuatnya tak bisa berpaling.

“Ada apa? Kenapa kamu selalu melihatku?” tanya Qiang saat melihat Yi Yuen yang selalu melihat ke arahnya.

“Apa kamu yakin kalau kita tidak pernah bertemu sebelumnya? Apa kamu tidak merasa kalau kita pernah …. ” Yi Yuen menghentikan ucapannya dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

“Kalau aku katakan kalau kita pernah bertemu sebelumnya, apa kamu akan percaya?” tanya Qiang yang membuat Yi Yuen kembali menatapnya.

“Aku akan percaya karena aku pernah melihatmu di dalam mimpiku, tapi aku …. ” Yi Yuen menunduk seakan ingin menyembunyikan perasaan sedih karena mengingat mimpi yang selama ini mengganggunya.

Melihat sikap Yi Yuen, Qiang bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah gadis itu. “Jika aku katakan kalau aku juga melihatmu di dalam mimpiku, apa kamu akan percaya?”

Yi Yuen mengangkat kepalanya dan melihat Qiang yang kini duduk di depannya. Tanpa sadar, tangan Yi Yuen menyentuh wajah pemuda itu perlahan dan tiba-tiba dia menitikan air mata yang jatuh begitu saja. Yi Yuen kembali menunduk dan menahan perasaan sedih yang tiba-tiba muncul. Air matanya jatuh tanpa mampu dibendungnya, hingga membuat Qiang menyeka air matanya dengan lembut.

Sontak, Yi Yuen mengangkat kepalanya dan menatap Qiang yang tersenyum padanya. “Apa mungkin kamu adalah dia? Tapi, apa itu mungkin? Tidak, aku pasti salah.” Yi Yuen bangkit dan berusaha menghindar dari Qiang, tapi dia tidak berkutik saat pemuda itu kini memeluknya dari belakang.

“Yi Yuen, maafkan aku karena dulu membiarkanmu mati demi menyelamatkanku dan penduduk desa. Apa kamu tahu kalau aku tersiksa semenjak kepergianmu?”

Yi Yuen tersentak dan membalikkan tubuhnya. Kini, di depan matanya, kilasan peristiwa di masa lalu kembali terulang. Dia mulai mengingat semuanya. Di mana dia melihat Qiang menangis untuknya saat tubuhnya mulai menghilang. Mimpi yang selalu mengganggunya kini terlihat begitu nyata. Wajah seorang pemuda yang terlihat samar kini tampak jelas, hingga membuatnya kembali menitikan air mata. Tangannya gemetar saat menyentuh wajah Qiang yang begitu nyata di depannya. “Apa benar kamu adalah Qiang? Aku tidak sedang bermimpi, kan?”

Qiang menggeleng dan menyentuh wajah Yi Yuen yang basah dengan air mata. “Kita tidak sedang bermimpi. Aku adalah Qiang yang dulu mencintaimu dan hingga sekarang masih mencintaimu dan selamanya aku akan selalu mencintaimu. Yi Yuen, aku tidak akan lagi meninggalkanmu dan membiarkanmu pergi dariku lagi.”

Pemuda itu lantas memeluk Yi Yuen yang terisak. Yi Yuen menangis dalam pelukan Qiang dengan kedua tangan yang memeluk tubuh pemuda itu dengan erat. Keduanya hanyut dalam pelukan kerinduan yang lama tersimpan. Kerinduan yang kini telah terbayar dengan kehadiran sosok yang sangat berarti.

Qiang melepaskan pelukan dan menatap Yi Yuen yang membuatnya tersenyum. Dengan lembut, pemuda itu menyentuh wajah Yi Yuen dengan mesra dan mendaratkan satu ciuman di bibir gadis itu yang kini terpejam.

Yi Yuen tak mengelak saat sentuhan lembut itu mempermainkan hatinya. Dia tak ingin mengelak ungkapan kasih sayang yang diberikan Qiang untuknya, hingga dia membuka mata saat sentuhan lembut itu perlahan memudar dengan satu senyum yang terukir di wajah tampan milik pemuda itu.

“Qiang, apa kamu juga akan kembali bersama ayahku? Tidak bisakah, kamu tinggal di sini bersamaku?” tanya Yi Yuen yang terlihat manja.

Qiang tersenyum dan membelai lembut wajah Yi Yuen yang menatapnya penuh pengharapan. “Yi Yuen, aku janji akan datang menemuimu lagi. Aku ditugaskan ayahmu untuk mencari keberadaan kalian karena dia ingin memastikan jika kalian baik-baik saja dan ingin bertemu dengan kalian. Sekarang, tugasku telah selesai dan aku akan menunggu tugas yang akan diberikan ayahmu lagi padaku. Ah, apa kamu tahu kalau aku tidak ingin lagi meninggalkanmu? Tapi, aku harus menahan perasaanku karena aku harus kembali ke Istana Langit.”

Yi Yuen menunduk seakan kecewa dengan keputusan Qiang yang akan kembali meninggalkannya. Melihatnya, Qiang kembali memeluknya. “Tenanglah, adik kecilmu ini pasti akan kembali lagi padamu.” Qiang mengucek lembut puncak kepala Yi Yuen, hingga membuat Yi Yuen melepaskan pelukannya.

“Adik kecil? Apa kamu …. ”

“Maaf, aku terpaksa menyamar menjadi bocah agar bisa menemuimu.”

“Jadi, selama ini kamu sudah mengenaliku sejak awal dan kamu tidak mengatakan apa pun padaku?” Yi Yuen terlihat kecewa, tapi kekecewaannya itu tak berlangsung lama saat Qiang mengecup dahinya lembut.

“Aku tidak ingin membuatmu bingung. Aku pasti akan menunggu, hingga kamu mengingatku kembali dan penantianku ternyata tidak sia-sia. Kita telah kembali bersama dan aku akan menjaga dan melindungimu dengan nyawaku sendiri. Yi Yuen, aku berjanji akan mencari tahu siapa yang sudah membuatmu dan Zhi Yan mati di masa lalu. Aku tidak akan bisa tenang jika belum mengetahui dalang dibalik peristiwa yang sudah membuat kita berpisah.”

Yi Yuen memeluk Qiang dan mengangguk mengiyakan ucapan pemuda itu. “Maafkan aku karena aku tidak bisa mengingat peristiwa itu seutuhnya. Yang aku ingat hanya wajahmu yang tampak samar. Aku hanya bisa mendengar dari cerita Ling tentang hubungan kita. Maafkan aku karena aku terlambat mengingatmu.”

Qiang membalas pelukannya. “Bersabarlah, aku pasti akan mencari tahu tentang peristiwa itu. Sekarang, kamu fokus saja pada luka di lengamu itu dan jangan sampai terluka lagi. Aku tidak ingin membunuh manusia yang mencelakaimu karena aku tidak ingin tubuhku menghilang dan pergi meninggalkanmu.”

“Baiklah, aku akan baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku.”

Qiang mengucek lembut puncak kepala Yi Yuen. Keduanya terlihat bahagia. Begitu pun dengan Li Quan dan Zhi Ruo yang tampak mesra. Kebersamaan mereka rupanya harus berakhir. Li Quan harus segera kembali ke Istana Langir. Di saat matahari senja mulai tampak, Li Quan pamit undur diri. Lelaki itu kemudian memeluk Zhi Ruo. “Sebulan lagi kita akan bertemu di sini. Jaga dirimu dan putri kita. Aku sangat tidak sabar untuk bertemu denganmu dan Yi Yuen lagi. Aku mencintaimu.” Li Quan mengeratkan pelukannya seakan tidak ingin melepaskan, tapi dia harus menepis perasaannya itu dan segera kembali ke Istana Langit.

“Qiang, tolong antar istri dan putriku kembali ke kedai. Besok, kamu harus sudah kembali ke Istana Langit agar tidak ada yang curiga padamu.”

“Baik, Guru.”

Setelah berpamitan, Li Quan akhirnya pergi. Qiang lantas mengantar Yi Yuen dan Zhi Ruo kembali ke kedai. Matahari senja masih tampak saat mereka tiba di depan pintu kedai. Melihat kedatangan mereka, Ling segera mendekat dan memeluk Yi Yuen. “Yi Yuen, kamu tidak apa-apa, kan? Apa yang terjadi pada kalian? Nyonya, Nyonya baik-baik saja, kan?” Ling terlihat panik, hingga dia terkejut saat melihat seorang pemuda yang datang bersama Yi Yuen. “Kamu?”

Yi Yuen segera menarik tangan Ling seakan mengisyaratkan agar gadis itu diam. Ling paham dan hanya bisa menatap pemuda yang kini tersenyum kepadanya.

Pangeran muda yang juga ada di tempat itu lantas mendekat ke arah Yi Yuen dan meraih tangannya tiba-tiba. “Ayo, obati lukamu itu. Apa kamu tidak tahu kalau kami di sini sangat khawatir dengan kalian?”

Pemuda itu menarik tangan Yi Yuen dan membawanya masuk ke dalam kedai. Semua orang memandangi pangeran muda yang terlihat begitu khawatir, tak terkecuali Qiang.

“Pangeran, lenganku baik-baik saja. Apa Pangeran lupa kalau ibuku adalah seorang tabib? Tenang saja, ibuku sudah mengobati lukaku ini.”

Pangeran muda yang tampak khawatir itu terduduk lemas saat mengetahui kalau Yi Yuen baik-baik saja. Sesaat, dia melihat ke arah Qiang yang berdiri tak jauh darinya. “Siapa pemuda itu?”

“Oh, dia adalah Qiang. Dia yang telah menyelamatkanku dan ibuku saat kami diserang. Untuk malam ini, dia akan menginap di sini,” jelas Yi Yuen yang membuat pangeran muda terlihat kecewa.

Bagaimana tidak, wajah Qiang sangatlah tampan. Tubuhnya kekar dibalut jubah warna keemasan. Tak hanya itu, dia bisa melihat sinar mata Yi Yuen yang tak biasa saat melihat pemuda itu. “Apa dia akan menjadi sainganku? Ah, tidak bisa! Aku harus bisa menjadikan Yi Yuen sebagai permaisuriku. Aku tidak akan melepaskan Yi Yuen untuk dimiliki lelaki lain.” Pangeran muda membatin sambil melihat Qiang yang tentu saja akan menjadi rivalnya.

Sementara di Istana Langit, Li Quan terlihat bahagia. Wajahnya tampak rupawan saat senyuman terukir di wajahnya itu. Melihat Li Quan yang selalu tersenyum membuat Putri Mu Rong memberanikan diri untuk bertanya, “Suamiku, apa yang sudah membuatmu tersenyum bahagia? Apa aku boleh tahu alasan di balik senyumanmu itu?”

Melihat Putri Mu Rong di depannya membuat senyuman di wajah Li Quan seketika musnah. Walau wajah wanita itu sangatlah cantik, tapi nyatanya tidak membuat Li Quan tertarik. Baginya, hanya Zhi Ruo yang bisa membuat hatinya luluh dan bahagia.

“Tidak ada apa-apa. Maaf, malam ini aku akan tidur di ruanganku.”

Li Quan bangkit dan berjalan meninggalkan Putri Mu Rong yang hanya bisa menatap kepergiannya. Kedua tangannya mengepal saat dirinya kembali diacuhkan. Hatinya begitu sakit, hingga membuatnya memukul meja di depannya dan hancur berantakan. “Li Quan, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini? Apa kamu pikir bisa berbuat seenaknya padaku? Baik, jika itu yang kamu inginkan, kita lihat saja apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu menyesal karena sikapmu itu padaku.”

Dengan marah, Putri Mu Rong meninggalkan tempat itu dan menemui Dewa Perang untuk berkeluh kesah pada ayahnya itu.

“Putriku, ada apa? Kenapa wajahmu cemberut seperti itu? Apa Li Quan kembali membuatmu marah?”

Putri Mu Rong tidak menjawab melainkan melampiaskan amarahnya dengan melempar sebuah cangkir ke atas lantai. Wajahnya memerah menahan amarah. “Ayah, aku sudah tidak tahan dengan perlakuan Li Quan padaku. Jika seperti ini terus, lebih baik aku menyingkirkannya!!”

“Putriku, jangan katakan hal seperti itu. Dinding punya telinga dan jika ada yang mendengar ucapanmu itu, kita akan mengalami masalah,” ucap Dewa Perang setengah berbisik. “Tunggulah waktu yang tepat dan kamu akan lihat kehancuran Li Quan. Dan jika saat itu tiba, kamu harus mengambil alih Istana Langit dan singkirkan orang-orang yang akan menghalangi rencana kita.”

Ayah dan anak itu terlihat yakin dengan rencana busuk yang sudah mereka siapkan. Mereka akan melakukan pemberontakan untuk kedua kali dan akan menyingkirkan Li Quan bagaimanapun caranya.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset