Reinkarnasi Dewi Keabadian Episode 41

Chapter 41

Malam itu, suasana terlihat lengang. Hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar. Di halaman kedai, Yi Yuen duduk ditemani Qiang di sampingnya. Keduanya terdiam dengan tangan yang saling menggenggam erat. Yi Yuen tampak terpaku menatap keindahan bulan separuh yang menghiasi langit hitam. Bintang-bintang bertaburan bak berlian hingga menambah keindahan langit di malam itu.

Qiang menatap langit di mana Yi Yuen juga menatapnya, tapi rupanya pemuda itu lebih tertarik melihat keindahan dan kecantikan wajah gadis yang kini duduk di sampingnya. Qiang menatap wajah cantik gadis di sampingnya itu tanpa kedip hingga membuat Yi Yuen melihat ke arahnya.

“Apa yang kamu lihat? Jangan membuatku malu dengan tatapanmu yang terus mengarah padaku. Lihatlah bulan di atas sana, dia sangat indah.” Yi Yuen menunjuk ke arah bulan, tapi Qiang tak peduli karena baginya keindahan itu kini terpampang di depan matanya.

“Untuk apa aku melihat bulan kalau kekasihku memiliki keindahan melebihi bulan? Aku tidak tertarik melihat bulan karena bagiku kamu adalah bulan di mataku.”

Yi Yuen tersenyum mendengar ucapan Qiang yang baginya terlalu berlebihan. “Aku bukan lagi seorang dewi yang bisa hidup abadi. Keadaan kita sudah berbalik. Aku hanya manusia biasa sedangkan dirimu kini telah menjadi penghuni Istana Khayangan yang tentu saja tidak akan pernah mati. Qiang, apa mungkin kita akan bisa terus bersama dengan dua dunia yang berbeda. Tidakkah kita akan terpisah seperti kedua orang tuaku?”

Yi Yuen terlihat sedih saat mengucapkan itu semua. Rasanya, dia tidak sanggup jika harus merasakan kehilangan lagi. Dia tidak ingin hidup menanggung kerinduan seperti yang dialami oleh ibunya. Kerinduan akan seseorang yang entah kapan bisa bersua kembali.

Qiang menggenggam jemari Yi Yuen dengan erat. Dia sadar dengan halang dan rintang yang ada di depan mereka, tapi dia sudah bertekad untuk menentang halang dan rintang itu demi untuk bisa kembali bersama wanita yang sudah membuatnya mati dan terlahir kembali. Dengan lembut, tubuh Yi Yuen lantas dipeluknya.

“Yi Yuen, walau rintangan apapun di depanku, aku akan menerobosnya demi bisa bersama denganmu. Sudah cukup aku kehilanganmu di masa lalu dan aku tidak ingin kehilangan dirimu di kehidupan ini. Apapun yang terjadi, aku tidak akan melepasmu lagi, percayalah padaku.”

Yi Yuen mengangguk dan membalas pelukan Qiang. Walau dia tahu rintangan yang akan mereka hadapi tidaklah mudah. Namun, selama dia masih bersama dengan Qiang, dia akan mencoba menghadapi rintangan itu hingga semesta merestui hubungan mereka.

Malam makin larut dan keduanya kembali ke kamar masing-masing. Yi Yuen tersenyum sambil membaringkan tubuhnya di samping ibunya yang perlahan membuka matanya. Melihat putrinya yang tersenyum bahagia, Zhi Ruo lantas memeluknya. “Apa kamu bahagia?”

Yi Yuen mengangguk dan menenggelamkan tubuhnya dipelukan ibunya. “Aku bahagia, tapi apa mungkin aku dan Qiang bisa terus bersama? Aku tidak ingin seperti Ibu yang menanggung kerinduan pada ayah. Aku ingin dia menemaniku di sini dan tidak pergi meninggalkanku. Apa itu mungkin, Bu?”

Zhi Ruo mengelus lembut punggung putrinya itu dan memeluknya erat. “Putriku, jika kamu mencintainya, apapun bisa kamu lakukan. Walau menunggu hingga akhir hidupmu, kamu pasti akan sanggup melakukannya. Jika dia adalah takdir cintamu, maka dia akan kembali bersamamu walau kalian harus mengalami mati dan terlahir di beberapa kehidupan karena itu adalah takdir yang harus kalian jalani.”

Ucapan Zhi Ruo membuat Yi Yuen lebih tenang. Semua ucapan itu bukanlah tanpa alasan. Bukan ucapan yang sekadar untuk membuat Yi Yuen agar lebih tenang, tapi itu adalah sebuah kenyataan yang sudah dilalui olehnya. Zhi Ruo telah merasakan bagaimana kerinduan yang teramat dalam hingga membuatnya mati dan terlahir di beberapa kehidupan hanya untuk bisa bertemu dengan kekasih hati yang belum sempat mengucapkan selamat tinggal. Zhi Ruo menitikkan air mata saat mengucapkan itu semua karena di dasar hatinya yang paling dalam, dia tidak ingin Yi Yuen mengalami hal yang sama seperti dirinya. Dia tidak ingin putrinya itu merasakan kerinduan yang teramat sangat menyiksa.

Kini, Yi Yuen tertidur pulas di dalam pelukan Zhi Ruo yang rupanya masih terjaga. Tangan lembut wanita itu menyentuh lembut wajah putrinya yang terlihat damai dalam tidur lelapnya. Sebait doa dia panjatkan demi kebahagiaan putrinya itu hingga perlahan matanya terpejam dan terbuai ke alam mimpi, berharap semoga bertemu kekasih hati yang nyatanya belum mampu menghilangkan rasa rindunya.

Malam berlalu. Matahari pagi mulai menyapa dengan diawali suara ayam berkokok yang terdengar dari kejauhan. Yi Yuen perlahan membuka matanya dan tidak mendapati ibunya di tempat tidur. Kehangatan pelukan ibunya nyatanya membuatnya terlelap dalam buaian mimpi. Hingga dia terkejut saat mengingat Qiang yang ternyata sudah menunggunya.

Yi Yuen lantas bergegas membersihkan diri dan menemui Qiang yang sudah bersiap sedari tadi. Pemuda itu tersenyum saat melihat Yi Yuen yang terburu-buru berlari ke arahnya. “Maaf, aku terlambat.” Yi Yuen menunduk malu di depan kekasihnya itu.

Qiang hanya tersenyum dan membelai lembut puncak kepala Yi Yuen lembut. “Apa kamu ingin mengantarku?” Yi Yuen mengangguk mengiyakan. “Baiklah, kalau begitu aku pamit dulu pada bibi dan Ling.”

Setelah berpamitan, mereka berdua lantas bergegas keluar dari kedai. Saat pintu terbuka, mereka terkejut saat melihat Pangeran Muda sudah berdiri di depan pintu dengan menunggangi seekor kuda.

“Pangeran, apa yang Anda lakukan sepagi ini di depan kedaiku? Apa Anda sakit?” tanya Yi Yuen sambil mendekat ke arah pemuda itu.

Melihat Yi Yuen dan Qiang akan pergi membuat pangeran itu menjadi cemburu. “Apa kamu bisa mengobatiku? Sepertinya, aku mengalami sakit yang cukup parah.”

“Kalau begitu, masuklah. Aku akan meminta ibu untuk merawat Pangeran.”

“Yi Yuen, masuklah bawa Pangeran. Aku akan pergi sendiri. Jangan khawatir, aku bisa pergi sendiri. Masuklah.”

Yi Yuen terlihat sedih karena tidak bisa mengantar kekasihnya itu pergi. Qiang menyadari kesedihan yang dirasakan oleh Yi Yuen. Pemuda itu lantas memeluknya hingga membuat Pangeran Muda mengalihkan pandangannya ke tempat lain. “Aku pasti akan kembali untukmu,” ucapnya lembut di telinga Yi Yuen. Yi Yuen mengangguk walau rasa sedih tak bisa disembunyikan olehnya.

Qiang akhirnya pergi. Yi Yuen hanya bisa memperhatikannya hingga pemuda itu menghilang di sudut jalan.

“Pangeran, silakan masuk.” Yi Yuen mempersilakan Pangeran Muda untuk masuk, tapi pemuda itu tidak beranjak hingga tiba-tiba pemuda itu meraih tubuh Yi Yuen dan mendudukannya di atas kuda. Yi Yuen kini duduk di depannya. “Pangeran, apa yang Anda lakukan? Cepat turunkan aku!”

“Tidak! Aku ingin bicara berdua denganmu. Aku mohon, tolong ikut denganku.”

Pangeran Muda lantas memacu kudanya dan meninggalkan kedai. Sementara Yi Yuen hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa. Kuda itu terus dipacu hingga mereka berhenti di depan gerbang istana.

Pangeran Muda kemudian turun dan meraih tubuh Yi Yuen untuk diturunkannya. Tanpa berkata, pemuda itu meraih tangan Yi Yuen dan membawanya ke sebuah ruangan.

“Pangeran, apa yang akan Anda lakukan?” Yi Yuen menarik tangannya saat mereka tiba di depan pintu ruangan yang akan dimasuki pemuda itu.

“Maaf, aku tidak tahu maksud Pangeran membawaku ke sini, tapi ini salah. Maaf, sebaiknya aku pergi.” Yi Yuen lantas berbalik dan berniat meninggalkan tempat itu.

“Aku mencintaimu.” Pangeran Muda berucap tiba-tiba dan sejenak Yi Yuen menghentikan langkahnya. Gadis itu lantas berbalik dan menatap Pangeran Muda yang menatap penuh harap padanya.

Mendengar pengakuan cinta Pangeran Muda padanya membuat Yi Yuen terkejut dan menatap pemuda itu. “Aku hargai perasaan Pangeran padaku, tapi maaf, aku tidak bisa menerimanya karena aku sudah mencintai seseorang.”

“Apa pemuda itu yang kamu cintai?”

Yi Yuen mengangguk. “Ya, dialah yang aku cintai. Karena itu, jangan mengorbankan cinta Pangeran untukku karena aku yakin, itu bukanlah perasaan cinta melainkan rasa kagum yang terlihat samar. Pangeran hanya mengagumiku bukan mencintaiku.”

Pangeran Muda tersenyum kecut saat mendengar ucapan Yi Yuen. “Mengagumi? Apa menurutmu, cemburu itu bagian dari mengagumi? Aku tahu mana kagum dan cinta. Jika bayangan wajahmu selalu muncul di depanku, apa itu juga mengagumi? Apa kamu tahu bagaimana tersiksanya memendam perasaan yang tidak bisa kamu ungkapkan?”

“Aku tahu itu dan itulah yang aku rasakan untuknya. Maafkan aku, Pangeran. Aku tidak bisa menerima perasaan Pangeran padaku. Aku mencintainya dan aku tidak ingin mengkhianati cintaku untuknya.”

Pangeran Muda terdiam. Namun, ucapan Yi Yuen membuatnya semakin menginginkan gadis itu. Rasa kagum dan cinta telah bercampur menjadi satu. Dia tidak ingin melepaskan gadis yang sudah membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali hingga membuatnya terlihat egois.

“Apa dia seberharga itu bagimu? Bukankah, kalian baru pertama kali bertemu? Tapi mengapa kamu bisa secepat itu mencintainya?”

“Apa Pangeran percaya pada cinta sejati? Aku dan dia bukanlah baru pertama kali bertemu. Kami telah bertemu di setiap mimpi-mimpi kami. Apa Pangeran juga percaya jika aku mengatakan kalau kami pernah bertemu di kehidupan sebelumnya? Pangeran, aku mohon jangan membuatku membencimu. Jangan paksakan perasaan yang tidak bisa aku terima karena itu hanya akan menyakiti kita berdua.”

Pangeran Muda terdiam. Dia sadar dengan kebenaran ucapan Yi Yuen, tapi rasanya terlalu sulit untuk dia bisa menerimanya. Cinta yang dia rasakan benar-benar tulus, tapi ketulusan cintanya tidak membuat Yi Yuen bergeming.

“Pangeran, maafkan aku. Aku tidak tahu sebesar apa cinta Pangeran untukku, tapi cintaku untuknya lebih besar bahkan mungkin lebih besar dari cintanya untukku. Aku hanya ingin jujur dengan apa yang aku rasakan dan aku tahu di luar sana ada seseorang yang menunggu untuk mendapatkan cinta dari Pangeran. Terima kasih atas kejujuran Pangeran padaku, tapi inilah kejujuranku. Aku mencintainya.”

Pangeran Muda menatap lekat ke arah Yi Yuen. Dia bisa melihat kesungguhan di tatapan mata gadis itu. Dengan tersenyum, Pangeran Muda mendekat ke arahnya dan mengulurkan tangan padanya. “Baiklah, jika aku tidak bisa menjadi seseorang yang kamu cintai, apa bisa aku bisa menjadi seseorang yang dekat denganmu, teman misalnya?”

Yi Yuen tersenyum dan mengangguk. Uluran tangan Pangeran Muda lantas diterimanya. “Baiklah, teman.”

“Ah, rasanya begitu lega karena perasaanku sudah aku ungkapkan walau aku harus kecewa karena cintaku ditolak. Yi Yuen, apa kamu tidak menyesal sudah menolak cintaku?” tanya Pangeran Muda seakan masih tidak terima cintanya ditolak gadis itu.

“Sudahlah, jangan bertanya lagi. Bukankah, kita sekarang berteman?” Wajah Pangeran Muda terlihat cemberut, tapi tak lama. Seuntai senyum perlahan terukir di sudut bibirnya.

“Ayo, aku antar kamu kembali ke kedai.”

Mereka lantas berjalan menuju gerbang istana. Saat pintu gerbang itu terbuka, mereka terkejut saat melihat Qiang yang sudah berdiri di depan gerbang sambil melihat ke arah mereka. Yi Yuen lantas berlari menemui pemuda itu dan memeluknya.

“Apa urusanmu sudah selesai?” tanya Qiang pada Yi Yuen yang masih memeluknya.

“Sudah, sekarang bawa saja kekasihmu itu dan jaga dia. Sekarang, aku akan mengawasimu. Jika dia terluka karenamu, aku orang pertama yang akan menghajarmu, paham!” ucap Pangeran Muda yang kini berdiri di depan mereka.

“Jangan khawatir, karena aku tidak akan pernah membuatnya terluka. Aku akan melindunginya dengan nyawaku sendiri dan tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya,” ucap Qiang dengan sungguh-sungguh hingga membuat Pangeran Muda cukup takjub.

“Kalau begitu, kami pergi dulu. Jika butuh bantuanku, datang saja ke kedai. Aku dan ibuku pasti akan membantumu.”

“Ya, pergilah. Lagipula, aku tidak ingin melihat kemesraan kalian di atas penderitaanku.” Pangeran Muda lantas berbalik dan berjalan meninggalkan mereka. “Ambil saja kudaku itu dan cepatlah pergi dari sini!” seru pemuda itu tanpa menoleh. Yi Yuen hanya tersenyum melihat tingkah pemuda itu.

Mereka berdua lantas meninggalkan gerbang istana. Sementara Pangeran Muda hanya bisa melihat kepergian mereka dengan perasaan kecewa dan juga bahagia. Kecewa karena cintanya ditolak, tapi dia juga bahagia karena melihat wanita yang dia cintai bahagia walau bukan bersama dirinya.

Sementara Yi Yuen tampak bahagia saat melihat Qiang yang nyatanya enggan pergi tanpa dirinya. Di atas kuda, Qiang memeluk tubuhnya dengan erat seakan tidak ingin dia lepaskan. Yi Yuen menggenggam erat tangan pemuda itu yang melingkar di pinggangnya.

“Qiang, kenapa kamu bisa ada di depan pintu gerbang istana? Bukankah, tadi kamu sudah pergi?” tanya Yi Yuen yang penasaran dengan kehadiran kekasihnya itu di depan gerbang istana.

Qiang terdiam dan tidak menjawab sepatah kata. Yang dilakukannya hanya mengeratkan pelukannya hingga membuat Yi Yuen kembali bertanya, “Apa kamu sengaja mengikutiku?”

Tiba-tiba saja Qiang menghentikan kudanya. Yi Yuen terkejut dengan sikap kekasihnya itu hingga membuatnya menoleh ke arahnya. “Kenapa berhenti? Apa kamu marah padaku?”

Kembali Qiang tidak menjawab. Perlahan, pemuda itu mendaratkan sentuhan lembut di bibir ranum Yi Yuen yang membuat gadis itu tidak berkutik. Dia terdiam saat bibirnya disentuh. Matanya terpejam saat sentuhan tangan Qiang menyentuh lembut wajahnya. “Apa kamu pikir aku bisa marah padamu? Apa kamu pikir aku bisa pergi tanpa melihatmu? Aku merasa bersalah karena membiarkanmu pergi dengannya, karena itu aku kembali dan mengikutimu. Apa kamu tahu kalau aku begitu gelisah menunggumu di depan gerbang istana?”

Ucapan Qiang membuat Yi Yuen tersenyum. Tangannya yang lembut membelai wajah tampan yang terlihat luluh di depannya. Tanpa dinyana, Yi Yuen mendaratkan satu kecupan di pipi pemuda itu. “Maafkan aku. Aku tidak akan lagi membuatmu gelisah karena menungguku. Qiang, aku mencintaimu.”

Kembali, pemuda itu mendaratkan kecupan di bibir Yi Yuen dengan sentuhan lembut yang membuai keduanya. Rasanya, mereka enggan untuk berpisah. Namun, rasa cinta dan kepercayaan dari keduanya mampu menepis rasa enggan itu karena mereka yakin akan cinta yang mereka rasakan. Sebelum meninggalkan Yi Yuen, Qiang kembali memeluk gadis itu dan kemudian pergi dan menghilang di balik cahaya.

“Qiang, aku akan menunggumu,” ucap Yi Yuen sambil menatap ruang hampa tempat di mana kekasihnya itu menghilang.


Reinkarnasi Dewi Keabadian

Reinkarnasi Dewi Keabadian

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2020 Native Language: Indonesia
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.   Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan....Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera dibaca ceritanya...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset