Sayaka tidak menyadari gaya rambutnya telah berubah, dia hanya mengelap air mata yang masih berbekas dipipinya. Jam istirahat telah usai, aku dan Sayaka kembali ke kelas masing-masing. Barulah saat Sayaka ingin masuk kelas, tepat di pintu temannya memberitahu bahwa gaya rambut Sayaka lain dari biasanya. Dengan tergesa-gesa Sayaka membetulkan rambutnya sambil melihat kearahku kebetulan aku masih disampingnya.
“Kenapa tidak kamu kasih tahu sih rambutku seperti ini Kei…..?!” mukanya cemberut
“Nanti saja,” aku melanjutkan perjalananku menuju kelas.
Sisa waktu sekolah aku habiskan dengan banyak melamun, mendengar kisah Asuka yang ternyata sangat menyedihkan. Aku yakin dia sangat kesepian menunggu di tempat itu seorang diri setiap hari. Diperjalanan pulang aku memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Sayaka, soal bermain bersama sampai kejadian di sekolah barusan.
Termasuk soal asal usul Asuka, kenapa dia bisa menjadi seperti ini. Saat aku menceritakan kehidupan Asuka, Sayaka langsung menangis haru. Orang-orang di dalam kereta melihat ke arah kami, pasti mereka menyangka aku sudah menyakiti Sayaka. Udara di luar dingin, Sayaka sudah mempersiapkannya dengan membawa syal di dalam ranselnya. Dia menggulung pelang disekitar lehernya, udara halus masih bisa aku lihat berhembus dari mulutnya.
“Kei…kamu bilang sudah bertemu dengan Asuka, seperti apa wujudnya?”
“Hm…,” aku tidak terlalu pandai mendeskripsikan panjang lebarjadi aku hanya menjelaskan singkat. “dia tinggi semampai dan rambutnya seperti foto box waktu itu.”
“Itu saja? Ah…aku tidak bisa membayangkannya, eh Kei tapi kamu beneran kan sudah ketemu?”
“Ya,” memasukkan kedua tanganku ke saku yang ada di jaket, cuaca semakin dingin.
“Pantas saja temanku waktu itu bilang kamu berbicara dengan apel sendirian di halaman belakang,” dia tertawa. “aku jadi penasaran, pertemukan aku dengannya Kei. Yah? Yah?”
Memang aku sudah bertemu beberapa kali bahkan mengantarnya ke kelas, tetapi sudah dua kali dia merasuki Sayaka. Aku takutkan bukannya bertemu malah Asuka merasukinya lagi. Aku memberitahu Sayaka bahwa dia bisa bertemu dengan Asuka.
“Apel.”
“Hah? Apel? Maksudnya? Dia harus dikasih sesajen gitu Kei?”
“Saat itu aku membawa Apel dan Asuka tiba-tiba muncul.”
Sayaka membuatku setuju untuk menemaninya untuk bertemu Asuka. Karena dia tidak berani untuk menemuinya langsung sendirian. Saat bel berbunyi tanda kelas rehat dia menghampiriku ke kelas, dia menunjukkan sebuah apel merah yang mengintip dari kotak makannya. Kami berdua duduk-duduk di meja belakang, pohon besar di sebelah memberi hawa sejuk.
“Jadi Kei, aku harus bagaimana?”
“Keluarkan saja apelnya nanti dia keluar.”
Sayaka mengeluarkan apel dari kotak makannya, wajahnya sedikit tegang. Dia meletakan apel di atas meja. Tidak terjadi apa-apa.
“Selanjutnya?”
Saat pertama kali, keadaanya bel sudah berbunyi dan di area ini sudah sepi dari siswa-siswa. “Kalau kamu mau kamu bisa menunggunya sampai siswa lain masuk kelas.” Sayaka mengerti yang aku ucapkan.
Halaman belakang sudah sepi, siswa-siswa yang tadinya berada di sini sekarang sudah masuk kelas masing-masing karena bel sudah berbunyi. Namun aku dan Sayaka masih menunggu kedatangan Asuka. Sayaka semakin ketar-ketir karena dia tidak nyaman ketika masuk kelas telat. Aku melihat ke arah jam, jika 10 menit Asuka tidak muncul maka aku akan mengajak Sayaka ke kelas.
Sayaka memainkan apel di atas meja sambil menunggu, kelihatannya memang dia tidak muncul. Apakah efek dia bercerita kemarin? Sudah 10 menit berlalu aku mengajak Sayaka kembali ke kelas. Hari ini dia gagal bertemu, dia kecewa tetapi dia bilang akan mencobanya lagi besok. Besoknya keadaannya tetap sama, Asuka tidak muncul. Beberapa hari sudah terlewati, Asuka masih saja tidak menampakkan diri.
“Apa Asuka akan muncul Kei? Sudah berapa hari kita melakukan ini?” dengan nada mengeluh. Dia menelungkupkan diri di atas meja, tangan kanannya memainkan apel.
“Apa aku boleh memakan apel ini?”
“Kalau kamu mau ambil saja Kei, ini.” Tangannya mengangkat ke atas, Sayaka belum sadar kalau yang berbicara itu bukan aku. “Eh…, Kei?”
akhirnya dia menyadari bahwa yang berbicara adalah sosok lain. Sayaka mengangkat badannya dengan cepat, didepannya hadir sesosok perempuan dengan senyuman yang hangat.
Perempuan itu melambaikan tangannya sambil menyapa, “Hai…”
“AS..ASUK…ASUKA!!!” bola mata Sayaka hampir keluar ketika mengatakan itu.