Mentari Telah Terbit Lagi episode 4

Chapter 4 : MIMPI DI SIANG BOLONG, GERHANA MATAHARI

Semenjak kerja kelompok dengan Misa dan teman-teman waktu itu, entah kenapa ku dan Misa menjadi semakin dekat, sering mengobrol, dan sering mengirim SMS satu sama lainnya. Sehingga mulai ada gosip-gosip yang bertebaran dari mulut ke mulut. Kedekatan kami pun Suatu hari pada jam istirahat, ku duduk bersama Yuda, lalu tanpa angin tanpa hujan Yuda lalu berkata.
“Heh Ihsan jujur lo, lo suka ya sama Misa kan? akhir-akhir ini kayanya lo deket banget sama dia. Hayo lo ngaku!” Tanya Yuda dengan penuh rasa penasaran.

Entah mengapa itu membuatku sangat kaget akan kata-kata Yuda, dan dengan kagetnya ku berkata pada Yuda
“Hah? Ya enggak lah, gua Cuma temenan aja, lagian gak mungkin juga”,
“Gak mungkin apaan sih? Hah? Apaan?”, ucap Yuda sambil menyodorkan wajahnya ke arahku.
“Yaaa gak mungkin aja”, jawabku spontan dengan perasaan yang malu.
“Heh san, udahlah tembak aja langsung si Misa itu, lu jangan ngomong mungkin mulu, kemungkinan yang terjadi itu nanti, yang penting usaha dulu bro”, Yuda berkata seakan hal ini adalah hal yang mudah.
“Laaah lu ngomong apaan sih ngawur aja lu ah!”, jawabku dengan mencoba untuk menghindari topik tersebut.
“Jangan pura-pura polos deh lu san, gua tau lu itu suka sama Misa”.
Yuda sepertinya sudah semakin menjadi-jadi, ia seperti api yang semakin lama semakin membesar, dan ku juga sudah tidak bisa menghindar lagi dari masalah seperti ini. Sebenarnya ku tidak masalah karena ku senang di gosipkan dengan wanita yang ku suka. Tetapi nyaliku masih belum berani untuk mengungkapkan rasa ini kepadanya.
“Haduhhh, tapi gak tau yud, gua kurang yakin dengan perasaan gua”.
“Halahhhhh, pake gak yakin segala lagi, kalo lo suka buru ungkapin jangan lo pendem gitu”
“Gua gak berani Yud, soalnya ini pertama kali gua jatuh hati Yud”
“Yaelah Ihsan Ihsan lu cemen banget sih”
“Biarin”
Tiba-tiba Sari datang menuju ke arah kami, duduk di depan meja ku dan Yuda, lalu berbisik-bisik pada ku dan juga Yuda.
“Heh Ihsan iya tuh bener kata Yuda, kalo kamu suka sama Lia ya ungkapin dong. Terus ya aku rasa dia juga suka tuh sama kamu”, ucap Sari dengan wajah yang seakan meyakinkan.
“Masa sih, gak mungkin lah Sar”, jawabku dengan perasaan deg-degan juga penasaran.
“Yee dibilangin malah gak percaya”.

—000—

Setelah teman-temanku berbicara seperti itu ku menjadi semakin yakin dan serasa mendapat dukungan serta motivasi untuk mengungkapkan perasaanku ini padanya. Namun, aku tak tahu kapan aku berani untuk mengatakannya, semua itu ternyata masih tertunda selama beberapa bulan lamanya, sampai kami naik kelas ke kelas xi. Ku dan Misa berbeda kelas, karena aku memilih jurusan IPS dan Misa memilih jurusan IPA, begitu pula dengan Ridwan dan Fahmi. Namun ku masih satu kelas dengan Yuda dan Sari karena mereka sama denganku yaitu masuk jurusan IPS. Ternyata dalam jeda waktu itu, ku hampir saja melupakan cinta pertamaku yaitu Misa. Terpisahnya kelas membuatku semakin jarang bertemu, malah melihatnya saja sepertinya ku belum pernah. Hubunganku dengan Misa semakin jauh, namun perasaanku kepada Misa tak berubah sedikitpun meskipun sekarang sepertinya aku semakin dekat dengan Sari.

Ia selalu bersamaku, selalu mengajak ngobrol padaku, jika ada suatu hal pasti dia langsung berbicara denganku, jika ada tugas sering mengerjakan bersama dan dia juga sangat perhatian. Sehingga semakin lama ku sepertinya juga mempunyai perasaan kepada Sari, namun perasaan itu berbeda denga perasaanku pada Misa. Perasaanku pada Sari hanya sekedar sahabat dekat saja. Dengan datangnya rasa itu, ku sempat melupakan Misa, malah aku serasa semakin jauh dengan Misa kali ini.

Ku juga tersadar bahwa Sari sudah mempunyai Yuda sebagai pacarnya sendiri, dan Yuda adalah teman dekatku sehingga ku tidak ingin menghancurkan perasaannya. Tetapi ku tidak bisa menjauh dari Sari, karena Sari terus saja mendekatiku. Perasaanku sangat galau, aku tidak tega jika harus menjauhi Sari, dan aku juga tak enak jika terus membuat Yuda terus memanas, apalagi Yuda juga adalah teman dekatku.

–ooo—

Suatu ketika, pulang sekolah tiba, ku melihat Yuda tengah berjalan menuju parkiran sepeda. Ku bergegas tuk menghampirinya dan mengajaknya pulang bersama, karena memang biasanya kami sering pulang bersama naik angkutan umum, karena jalan kami satu arah.
Ku berlari dan memukul pundak Yuda sambil berkata
“Eh Yud, pulang bareng yuk?”
“Gak ah, gua ada urusan san”, jawab Yuda dengan suara pelan dan muka yang sedikit murung.
“Urusan apaan lo? Gua tau semua jadwal-jadwal lo, hari ini lu itu bebas”, jawabku spontan sambil tertawa.
“Gua bilang ada urusan! Mending lu diem aja deh jangan sok tau, kalo mau pulang lo pulang aja sana!!” bentak Yuda dengan mengeluarkan sedikit amarahnya.
“Oke deh, gua balik duluan yah, oh iya, lu jangan marah2 gitu dong, jelek tau”
“Berisik lo”
“Yaelah dibilangin”

Ku terpaksa pulang sendiri, menunggu angkutan yang lewat. Sambil menunggu angkutan umum, ku duduk di pagar pinggir jalan dekat sebuah pohon besar, ku selalu kepikiran tentang Yuda dan Sari. Sebenarnya ku sudah tidak aneh dengan perilaku Yuda akhir-akhir ini, mungkin dia cemburu gara-gara aku dekat dengan pacarnya yaitu Sari. Tapi kan dia tau sendiri kalau aku dan Sari itu hanya teman biasa, yaa meskipun kami suka ngobrol, jalan, dan lain sebagainya, tapi tetap saja yang namanya cemburu ya cemburu. Ku tahu bahwa Yuda sekarang tengah marah padaku, tapi aku tidak berniat untuk berbuat seperti itu, karena Sari sendirilah yang mendekatiku, dan aku juga tak tega bila harus tak mengacuhkannya. Ku juga tak tega jika harus bilang pada Sari untuk tak mendekatiku lagi, karena mungkin itu akan menyakiti perasaannya.
Tak terasa ku sudah duduk disana kurang lebih setengah jam, mungkin juga sudah banyak angkutan umum yang lewat, tapi ku tak menyadarinya. Aku pun lekas berdiri dan bersiap-siap. Lalu tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depanku, mobil sedan baleno warna merah yang berhenti tepat di depanku, kaca jendela mobil itu perlahan terbuka, dan ternyata itu adalah Sari dengan sopir pribadinya.

Lalu Sari melihat ke arahku, dan memanggilku. Ku perlahan berjalan mendekatinya.
“Ihsan, ayo naik sini pulang bareng yuk, kebetulan kita searah kan? Ayo cepet?”, ucap Sari dengan wajah senyum gebiranya itu.
Ku sedikit bingung juga harus bagaimana, jika ku menerima permintaannya, ku tak tahu bagaimana reaksi Yuda padaku nanti, ku takut malah itu akan membuat Yuda semakin memanas kepadaku, tapi juga jika ku menolaknya, ku tak tahu reaksi Sari padaku nanti, keadaan ini membuatku menjadi sangat bingung.

“Hey Ihsaaaan, kok malah melamun sih, ayo cepetan dongg, kamu ini ngelamain deh”, sahut Sari dengan suara kerasnya.
Dengan tanpa berpikir panjang lagi, ku turuti saja kemauan Sari. Urusan Yuda, itu nanti saja. Sari membukakan pintu mobilnya lalu aku masuk ke dalamnya. Rasanya ini adalah pertama kalinya ku naik mobil bersama seorang perempuan. Lalu Sari duduk dekat disampingku dan bertanya.
“Eh ihsan kok kamu sendiri sih, biasanya kan kamu sama Yuda?”,
“Mmmm, hari ini katanya Yuda lagi ada urusan, jadi aku pulang sendiri deh”,
“ohh gitu”,

Tanpa sengaja ku terpikirkan sesuatu ketika ku berada disini. Ini mungkin kesempatanku untuk berbicara kepada sari perihal Yuda, yang akhir-akhir ini sepertinya perasaannya tengah tidak baik, aku ingin bertanya pada Sari penyebabnya, dan mungkin Sari mengetahuinya karena Sari adalah pacarnya. Namun ku sangat gugup untuk bertanya pada Sari perihal itu. Dengan sangat gugup ku bertanya pada Sari.

“Eh Sari”, tanyaku dengan sedikit gugup.
“Apa san?”,
“Mmmm, ini, apa, eh-aku mau ngomong sesuatu”,
“Ngomong apaan? Tenang san jangan Grogi gitu”, jawab Sari dengan tenangnya.
“Ini, aduh gimana ngomongnya yah”, ucapku yang masih sangat gugup.
“Apa sih ihsan, ini itu anu, apa coba sok bicarain yang bener”, Sari mulai penasaran dengan perkataanku.

Ternyata ku sangat sulit untuk mengungkapkannya, ku juga bingung kenapa ku sangat sulit padahal hanya bertanya tentang Yuda saja. Ditambah dengan wajah Sari yang ternyata jika dipikir-pikir Sari itu sangat cantik dan manis, yang membuatku malu dan ragu tuk mengungkapkannya. Semakin ku terdiam semakin Sari terus menatapku dan mendekatkan wajahnya padaku.
“Mmmm ohh itu, di bibir kamu ada coklat”, ucapku sangat spontan agar tak membuat Sari sangat curiga.
“Ohh hahaha, ini bekas tadi makan es krim deh kayanya,, kamu usil banget sih san, aku sampe kaget”
“hehehe, loh kok kaget? Kenapa?”
“Ohh enggak enggak gapapa”,
“yaelah kamu ini ada ada saja”,
Tiba-tiba dari sana ekspresi Sari berubah, yang sebelumnya terlihat ceria berubah menjadi diam seperti tengah memikirkan sesuatu.
“Oh iya san, Yuda udah ngomong belum ke kamu?”, tanya sari dengan suara yang lebih pelan dari sebelumnya, dengan ekspresi yang menunjukan kesedihan.
“Hah? Ngomong apaan?”, jawabku
“Ohh, berarti dia belum ngomong ke kamu yah”,
“Apaan sih, Sar?”,
“Mmmm itu, kalo emang dia belum ngasih tau, kamu jangan pernah ngasih tau ke dia yah”
“Iya deh iya, apaan sih?”
“Ituu, aku udah putus sama Yuda”
Ku terkejut mendengar hal itu langsung dari Sari. Dengan ekspresi terkejut ku bertanya pada Sari.
“Hah, apa? Putus? Kok bisa sih? Kamu atau Yuda yang ngajak putus?”
“Sebenernya aku sih yang mancing-mancing dia, dan lama kelamaan dia yang buat keputusan, ya sudah aku terima saja”
“Kenapa kalian bisa putus? Kaian tengah ada masalah? Setahu aku kalian baik-baik aja deh, gak suka berantem atau apalah gitu”
“Yaaa gak tau, akhir-akhir ini dia posesif banget, dia juga suka cuek dan marah kalau aku lama atau gak bales sms dia, padahal dulu sih enggak, dia bisa ngertiin aku, itu yang bikin aku jadi gak suka”,
“Ohh gitu”
“Aku sebenernya mau nanyain soal masalah itu, kenapa dia berubah, tapi dia malah marah-marah, sama ngajak aku putus tanpa aku menjelaskan, ya udah aku terima aja”
“Tapi diputusin, kamu sedih gak?”
“Sedih sih iya, namanya juga kehilangan ya pasti sedih lah, tapi aku berusaha buat ngelupain itu hehe”, ucap Sari yang tengah berusaha untuk tersenyum.
Lalu ku memegang pundak Sari dan mencoba untuk menenangkan Sari, agar tidak terlalu dipikirkan.
“Iya kamu yang sabar aja ya Sari, pasti nanti kamu juga akan dapat yang memang benar-benar cocok sama kamu, dan kamu juga jangan merasa dendam atau benci ke Yuda karena dia mantan itu kamu yah, gitu-gitu juga dia itu pernah jadi pendamping harimu hehe”,
“Iya san, makasih yah, kamu memang baik, perhatian lagi”

Yuda dan Sari putus karena memang Yuda yang akhir-akhir ini menjadi posesif sekali terhadap Sari. Mungkin saja itu ada hubungannya juga denganku. Yuda menjadi posesif pada Sari karena Yuda mungkin cemburu padaku lantaran ku semakin dekat dengan Sari. Sehingga Yuda tak ingin waktunya bersama Sari terambil olehku.

Setelah itu, Sari terus duduk disampingku dan mencoba mendekatiku, lalu dengan tenangnya, Sari menyandarkan kepalanya di pundak diriku, ku kaget dan juga gemetaran. Rambut lurus panjang yang warnanya sedikit kecoklatan mengenai tangan kananku, rasanya begitu lembut, dan juga harum, membuat hatiku berdebar kencang. Ku tidak melepaskan diri dari itu, dan dengan gerakan yang spontan ku elus-elus kepalanya secara lembut dengan tanganku. Biarkanlah dia merasakan ketenangan dikala masalah yang tengah ia derita. Tak terasa sebentar lagi rumahku sampai, aku bergegas untuk bersiap-siap.

“Sari, udah dong, udah bentar lagi nih, aku mau turun”, ku mencoba untuk membangunkan Sari dari pundakku.
“Oh iya san, maaf ya, gapapa kan?”
“Haha iya gapapa kok tenang aja”
Mobil pun berhenti di depan jalan yang menuju ke rumahku.
“Sari aku pulang yah, makasih buat tumpangannya”, sahutku
“Iya san, sama-sama, lain kali kita bareng lagi ya”
“Iya”
“Dadah Ihsaan”
“Daaah”

—ooo—

Akhir-akhir ini entah mengapa ku selalu memikirkan Sari, apakah aku jatuh hati kepada Sari? Tapi kenapa bisa? Karena aku selalu memikirkan Sari, sampai-sampai aku perlahan-lahan melupakan Misa, wanita pertama yang ku cinta. Itu sempat membuatku bingung, aku lebih baik memilih siapa? Misa atau Sari? Secara Misa dan Sari mereka itu bersahabat, jadi jika ku memilih satu orang, maka yang satunya akan pergi.
Misa juga jarang sekali mengobrol denganku, jangankan mengobrol, bertemu saja itu jarang sekali hampir tidak pernah dan dia juga seperti orang yang tengah dirundung masalah. Ku dengar dari teman sekelasnya bahwa Misa juga sering sekali remidial, padahal dia itu terkenal paling pintar di kelas X dulu. Ku sangat ingin tahu masalahnya itu, namun karena jarangnya ku berhubungan lagi dengan Misa, membuatku semakin canggung dan gugup kepadanya.


Mentari Telah Terbit Lagi

Mentari Telah Terbit Lagi

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2018 Native Language: Indonesia
Kisah ini menceritakan kehidupan seorang anak SMA , Ihsan yang sama seperti anak SMA seperti lainnya, menjalani kehidupannya dengan penuh semangat disetiap detiknya , pahit manis kehidupan SMA apa yang akan menghampirinya ?

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset