Pelet Hitam Pembantu episode 6

Chapter 6

Sepeninggal Mbok Minah dari kamar dokter Andri, dengan berbisik beliau berkata,

“Sssssstttt….. sini!” ujar Mbok Minah dari balik kegelapan.

Tanpa menjawab, Yati berjalan berjingkat. Disusurinya gelap untuk kembali menemui Mbok Minah yang sedari tadi tampak menunggunya.

“Ada apa Mbok?” bisik Yati pelan. Hampir tak terdengar.

“Sini! Sini!” ujarnya lagi. Kali ini terlihat wajahnya serius bercampur cemas.

Dituntunnya Yati ke arah bangku taman, tempat tadi dokter ditemukannya berteriak-teriak sambil tertidur.

“Sini! Duduk sini!” ujar Mbok Minah seraya meletakkan tubuhnya begitu saja di bangku. Terdengar bunyi ‘kretek’ saat tubuh itu menimpanya.

“Iya Mbok. Ada apa?” tanya Yati penasaran.

“Ehm,….gini. Mbok mau bilang. Tapi tolong kamu jangan tersinggung ya.”

Yati mengangguk diam. Menunggu kelanjutan cerita Mbok Minah.

“Tapi bener ya. Bukan bermaksud apa. Hanya ini demi keselamatanmu saja. Jadi, tolong jangan sampai kamu tersinggung.” ujarnya meyakinkan.

“Iya Mbok. Ada apa?” ujar Yati lagi makin penasaran.

“Kamu mau berapa lama disini?” tanyanya tegas.

Degh!

Ada apa dengan Mbok Minah?

Apa kesalahan yang dilakukannya?

Apa Mbok Minah berusaha untuk mengusirnya? Yati mengernyitkan kening.

“Maaf lho. Bukannya mau ikut campur. Tapi ini demi kebaikanmu. Demi kebaikan dokter juga.”

“Maksudnya apa Mbok?”

“Jadi gini. Tapi kamu jangan terpancing emosi lho ya. Mbok mau bercerita. Silakan didengarkan…”

“Beberapa tahun yang lalu, dokter Andri sebenarnya sudah mau menikah. Dengan seorang dokter juga. Hanya saja beda tempat bertugas.”

“Segala persiapan sudah dijalani. Bahkan undangan, gedung pernikahan dan segala tetek bengeknya sudah selesai dan siap untuk hari H. Namun, tiga hari menjelang pernikahan, tiba-tiba calon istri dokter Andri gila.”

“Gila bagaimana maksudnya Mbok?”

“Ya gila. Ndak waras. Mendadak ingatan calon istri dokter itu hilang seketika. Bahkan penampilannya berubah. Tak lagi ingat siapapun. Kesehariannya hanya bengong dan bernyanyi-nyanyi saja di halaman.”

“Keluarganya tentu saja kebingungan. Segala upaya telah dilakukan agar kesembuhan segera tercapai. Dari pengobatan medis yang mahal hingga terapi di orang pintar sudah dilakukan. Tak terhitung lagi biaya yang dikeluarkan untuk kesembuhannya.”

“Lalu Mbok?”

“Dan yang lebih menyedihkan lagi, beberapa Minggu setelahnya dikabarkan calon istrinya itu hilang. Dan begitu ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa.”

Hah! Yati tersentak kaget.

Yati menggigit bibir membayangkan kisah kelam yang dialami dokter Andri. Betul-betul tak disangkanya jika ternyata dibalik wajah tampan dan lembut itu tersimpan kenangan pahit. Yang bahkan untuk dibayangkan saja begitu pahit.

“Karena hal itu, batal sudah rencana pernikahan itu. Segala persiapan pernikahan dibatalkan.”

“Dan kamu tahu? Ternyata itu adalah akibat perbuatan pembantu di rumah orang tuanya.”

Yati mengambil segelas air minum sebelum kembali melanjutkan mendengar penuturan Mbok Minah.

Dulu, dulu sekali, keluarga dokter Andri semasa kanak-kanaknya mempunyai seorang pembantu. Namanya Bi War. Warsinah kepanjangannya. Beliau ini telah bekerja bertahun-tahun di rumah keluarga Sutawijaya, keluarga dokter itu. Bahkan, dia ini telah bekerja sejak masih gadis hingga mempunyai suami dan anak.

Setelah menikah, Bi War tetap bekerja, sedangkan anak dan suaminya tinggal di kampung, di daerah Bogor.

Karena begitu lamanya Bi War bekerja, hibgga sudah dirasakan seperti keluarga sendiri oleh dokter Sutawijaya dan istri. Dan tak jarang bila Bi War pulang ke Bogor ibunya dokter Andri kerap kali mengirimkan oleh-oleh sembari berujar,

“Nih War. Nitip oleh-oleh buat anakku ya.” kata Bu Medi ibunya dokter Andri.

Bi War yang polos tentu tak paham dengan istilah itu. Lalu dia bertanya,

“Anak ibu yang mana ya?”

“Ya yang ada di kampungmu. Yang diasuh sama suamimu. Melati.” ujar bh Medi seraya tertawa.

“Wah….jadi Melati mau dijadikan anak oleh ibu?” tanya Bi War serius.

“Ya nggak papa kan? Lagian anakku yang perempuan kan cuma satu. Tentu kalau dua akan lebih rame. Iya to?”

“Jadi mau dijadikan anak apa menantu?” tanya Bi War lagi seraya mengaduk teh pesanan Bu Medi.

“Ya kalau memang sama-sama suka, ya ndak papa to?” kata Bu Medi lagi seraya menyeruput teh manisnya, sementara Bi War ke belakang untuk meneruskan pekerjaannya.

Namun, becanda bagi Bu Medi tidaklah diartikan sebagai candaan pula bagi Bi War. Seakan-akan itu adalah perjodohan dini yang dilakukan Bu Medi pada putrinya. Dan hal itulah yang sejak awal ditanamkan pada ingatan Melati, putrinya.

Setelah lulus SD, karena kesulitan ekonomi, diajaknya Melati yang baru lulus untuk turut bekerja pada keluarga dokter Sutawijaya. Tentunya dengan pekerjaan yang ringan-ringan saja.

“Ingat Nak. Kamu itu bekerja di rumah calon mertuamu. Harus rajin seperti Ambu. Paham?” kata Bi War menegaskan.

“Iya Ambu. Melati akan bekerja dengan rajin.” ujar Melati polos.

Kedatangan Melati tentu saja disambut baik. Apalagi mereka hanya mempunyai anak sepasang; Andri yang masih SMP kelas tiga dan Laras yang saat itu baru SMP kelas satu. Kehadiran Melati, tentu akan menambah semarak rumah mereka yang selalu saja tampak lengang karena kesibukan masing-masing.

Keluarga itu tetap bersikap baik. Bahkan karena tak ingin Melati putus sekolah, maka keluarga itu menyekolahkannya di sekolah yang sama dengan Andri kecil, dengan keseluruhan biaya ditanggung keluarga Sutawijaya. Dan selepas jam sekolah, Melati diperkenankan bekerja kembali di rumah keluarga Sutawijaya. Dan hal itu tentu tak ditolak oleh Melati dan Bi War.

Kebersamaan bertahun-tahun dengan Andri menumbuhkan rasa cinta pada diri Melati. Apalagi saat itu Melati sudah memasuki usia remaja. Sudah puber. Dan otomatis rasa itu semakin lama terasa semakin dalam. Setiap hari dia selalu membayangkan jika suatu saat nanti dia benar-benar berhasil menikah dengan Andri, sang primadona SMA Tunas Bangsa.

“Ada apa Melati? Kok dari tadi senyum-senyum sendiri? Ambu nggak diajak?” ujar Bi War memergoki Melati yang tampak senyum-senyum seraya memandang keluar jendela.

“Ah, enggak Ambu. Enggak apa apa.” ujar Melati tersipu-sipu.

“Ah, pasti lagi ngebayangin si tampan Andri ya? Sudah Melati. Nanti juga pasti berjodoh kok. Tunggu saja tanggal mainnya!”

“Kan Bu Medi teh sudah bilang sama Ambu.”

“Iya Ambu. Makasih. Melati sayang Ambu.” ujar Melati lagi seraya memeluk ibunya.

Namun berbeda dengan Andri. Tak dirasakannya rasa yang sama dengan apa yang dirasakan oleh Melati. Dia tetap bersikap normal layaknya teman biasa. Andri bersikap sama tanpa ada yang spesial. Tetap dingin dan cuek.

Berkali-kali Melati mencoba memancing Andri, namun tetap saja gagal.

“A Andri. Tolongin Melati sih A. Melati nggak bisa soal yang ini.” ujarnya suatu malam seraya mendekati Andri yang sibuk dengan buku-buku tebalnya.

“Yang mana dek?” tanya Andri singkat seraya mengambil buku dari tangan Melati.

Dan tak berapa lama selesailah sudah soal yang menjadi alasan Melati untuk berdekatan dengan Andri. Bahkan tak dilirik sedikitpun dandanan Melati yang sudah berusaha semaksimal mungkin agar tampak menarik.

“Nah, sudah selesai dek. Nih!” ujar Andri menyerahkan buku itu. Tak terlalu sulit baginya yang memang dikenal jenius.

Bahkan menjelang tamat SMA pun sikapnya tetap sama. Andri tetap baik. Hanya saja tak bersikap layaknya seorang pria yang menyukai seorang wanita. Namun Melati tetap menyimpan rasa cintanya. Terlebih lagi, saat itu Andri selalu dielu-elukan oleh para gadis disana, yang tentunya membuat Melati menjadi cemburu padanya.

“Ambu….” rajuk Melati satu hari pada ibunya.

“Ada apa nak?” tanya Bi War seraya menyelesaikan tugas memasaknya.

“Sepertinya A Andri gak suka aku bu.”

“Nggak suka bagaimana? Apa sikap kamu kurang menyenangkan?”

“Nggak tahu Bu. Tapi tetap saja tak ada perubahan pada sikapnya. Tetap dingin dan datar saja Bu. Bagaimana ini Bu?”

“Melati takut perjodohan ini batal Bu. Apalagi sekarang A Andri sudah kelas tiga SMA. Sebentar lagi lulus. Lalu kuliah. Bagaimana kalau tiba-tiba A Andri berpaling pada gadis lain Bu?”

Sejenak Bi War terdiam. Tampak bibirnya komat-kamit sejenak. Lalu kembali terdiam.

“Ada apa Ambu?”

“Ehm….gini saja……”

“Bagaimana kalau kita ke orang pintar saja Ambu?”

Tiba-tiba Bi War menjentikkan jari.

“Ctak!”

“Itu yang Ambu juga pikirkan. Ternyata kita sejalan Melati.” ujarnya seraya tertawa senang.


Pelet Hitam Pembantu

Pelet Hitam Pembantu

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekonyong-konyong sebuah tas pakaian besar sarat isi menimpa tubuh mungil wanita berambut sebahu itu. Tak dikancingkannya retsleting dengan benar, hingga sebagian isinya berhamburan keluar."Aduh!"Wanita itu urung menutup wajah dan tubuhnya dari lemparan tas besar, hingga sempat mengenainya dan membuat tubuhnya tampak sesaat limbung, dan kemudian terjatuh duduk dengan lutut menghantam aspal jalanan.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset