SANG PAMOMONG episode 76

Chapter 76

Satu sosok tinggi besar turun di hadapan kami. Tubuhnya penuh dengan tonjolan otot….kekar bre…
Perlahan, angin yang mengiringi kedatangannya mereda. Tampaklah wujud seutuhnya makhluk itu.
Aku menahan tawa melihat penampakan visualnya dari dekat.
Gimana enggak coba, badannya penuh otot, lengannya menggelembung, sosoknya tinggi besar, namun kepalanya terlihat kecil dengan rambut yang cuma sedikit. Kontras dengan otot-ototnya yang mirip otot binaragawan.
Berbanding terbalik dengan kepalanya adalah perutnya. Perutnya terlihat bulat besar bagaikan gentong air…
Biasanya, binaragawan perutnya sixpack…lha ini malah mirip balon mau meletus……

Asli, pengen ketawa melihat wujudnya. Tapi auranya yang kuat terasa mengintimidasi. Membuatku ga bisa ketawa….
Tahu sendiri lah, di saat ada hal yqng sangat lucu, pengen ketawa ngakak tapi ga bisa, dan terpaksa ketawanya ditahan….maka suara yang keluar adalah suara seperti orang kentut… Iya ga gan?

Aku harus menutupi mulutku supaya ketawaku tidak meledak. Makhluk itu, dengan matanya yang besar di kepala yang kecil melotot padaku. Lalu pandangannya menyapu sekelilingnya.
Matanya memandang marah pada rombonganku.

“Grrrr….siapa yang berani mengusik pengikutku?” serunya.

Ga tertahan lagi, aku tertawa terbahak-bahak sampai terbungkuk-bungkuk mendengar ucapannya. Suaranya itu lho…hahahaha….. Suaranya kecil banget….. Ga ada serem-seremnya, malah lucu banget….
Wah…ada juga demit ngondek….

“Hei…kamu manusia, apa yang kau tertawakan? Kau meremehkal aku?”

Aku tersentak kaget, suaranya kali ini menggelegar bagai guntur.
Aneh…suaranya berubah-ubah…
Aku sampai ga bisa ngomong saking kaget dan herannya…

“Hai manusia, apa kau dan rombonganmu itu yang membantai anak buahku?”
Kali ini suaranya kecil lagi….

“Iya… Memang betul aku dan kawan-kawanku yang membantai mereka!”
“Grrr…lancang sekali kamu. Apa salah mereka?”
“Mereka kuminta pergi dari sini, tapi mereka ga mau. Malah mereka menyerang kami!”
,”Apa hakmu mengusir mereka? Ini adalah tempat kediaman mereka!”
“Tempat ini adalah rumah manusia. Ditempati manusia.”
“Tapi anak buahku sudah lama di sini, jadi semestinya manusia yang harus pergi dari sini!”
“Bumi ini diciptakan Allah untuk manusia. Jika kaummu tidak mengganggu manusia, maka aku ga akan mengusir mereka!”
“Grrr…banyak alasan kau…. Terima seranganku.” katanya sambil mengibaskan tangannya pelan sekali.
Tapi dari tangan yang bergerak perlahan itu, muncul tenaga yang amat besar dan menghantamku.
Terlihat perlahan, tapi tenaganya datang sangat cepat. Aku tak menyangka akan secepat itu, sehingga aku tak mampu mengelak.
Dengan telak, pukulan itu menghajarku. Untunglah, tubuhku terlindung perisai energi, sehingga mampu mengurangi cedera akibat pukulan itu.
Saloka dan Zulaikha segera mengeroyok makhluk itu. Aku yang merasakan dadaku sesak akibat pukulan itu, duduk bermeditasi dan mencoba menetralisir akibat serangan tadi.
Syukurlah, tak lama kemudian rasa sesak itu banyak berkurang.

Aku memperhatikan arena pertempuran. Meskipun dikeroyok oleh Zulaikha dan Saloka, makhluk itu menghadapi serangan mereka dengan amat santai. Bahkan, beberapa serangannya mampu membuat repot kedua gadis jin itu.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, aku memompa semangat. Kutingkatkan energiku hingga level teratas. Tubuhku langsung diselimuti medan energi berwarna putih kebiruan…
Aku menggabungkan diri dengan Zulaikha dan Saloka, mengeroyok makhluk itu.
Pukulan demi pukulan kami lontarksn untuk menggempur pertahanannya, namun semua pukulan kami seolah tak berpengaruh padsnya.
Malah kami yang beberapa kali harus terlempar ke belakang karena tenaga kibasan tangannya.

Merasa kewalahan, kami bertiga mengeluarkan senjata andalan kami masing-masing.
Aku dengan tombak, Zulaikha dengan pedang tipis, dan Saloka dengan selendangnya.
Kami menghajar makhluk itu dari 3 jurusan. Senjata kami mengenai makhluk itu, tapi tak memberikan efek apapun padanya. Huft…dari apa sih kulitnya itu?
Ga mempan senjata pusaka…

Dan kami harus terlempar kembali. Aku sudah setengah putus asa. Rasanya kami akan kalah malam ini.

“Gunakan keris itu….!” seru Zulaikha padaku.

Keris? Keris apa? Yang mana?
Aku malah jadi bingung sendiri….
Emang aku punya keris?

“Keris yang kau dapatkan tadi…!” Zulaikha mengingatkanku.

Oh…iya. Tadi khan dapat keris dari Naga Wiru? Kok aku bisa lupa? Bukankah Naga Wiru juga berpesan bahwa keris itu yang mampu mengalahkan makhluk itu?

Aku segera menyimpan tombakku dan mengepalkan tanganku.

‘Naga Emas….!” teriakku.

Lalu muncullah sebilah keris berluk 7, dengan pamor naga di tanganku. Kali ini keris itu membesar hingga ukuran keris normal.
Kuacungkan keris itu pada makhluk itu…

“Hah…. Keris naga emas. ..??? Apa hubunganmu dengan Naga Wiru?”
“Dia yang memberikan keris ini padaku!”
“Grr …Arghhh…… Kurang ajar..!” teriak makhluk itu Dia menyerangku dengan cepat, tak lagi lamban seperti tadi.
Bayangkan saja, gerakan yang lambatpun aku ga bisa menghindar, apalagi dia sekarang menyerang dengan kecepatan tinggi.
Aku hanya bisa berdoa sambil mengacungkan keris itu.
Mataku terpejam menunggu pukulan itu datang.

GROAARRRR….
Terdengar suara auman yang menggetarkan alam sekitar.
Aku pikir itu adalah auman makhluk itu. Suaranya terdengar sangat dekat.
Aku hanya bisa pasrah sambil memusatkan energi sebagai perisai tubuh.
Tapi kutunggu sekian lama, tak ada pukulan yang bersarang di tubuhku.
Aku mencoba membuka sedikit mataku.
Makhluk itu tak ada di depanku… Kubuka mataku lebar-lebar….

WTF…..ada naga bersisik emas segede pohon kelapa di depanku.
Posisinya membelakangiku…
Penasaran, aku melongok lewat sisi tubuh naga itu.
Tampak makhluk besar tadi sedang berlutut dan mohon-mohon ampun pada naga itu.
Naga itu menggerakkan kepalanya dan memandangku.
Wadaw….serem banget bentuk wajahnya. Wajah ular raksasa dengan tanduk di kepalanya, dan misai di kedua sisi mulutnya, dengan taring yang panjang…hii…

“Dia minta pendapatmu, apakah akan mengampuni makhluk itu atau dihabisi?” bisik Zulaikha.

Aku kembali memandang naga itu dan mengangguk.
Naga itu menggeram, lalu tubuhnya berubah menjadi asap lalu masuk ke dalam keris emas itu. Keris itupun kembali ke ukuran semula, kugenggam dan lenyap dalam sekejap.
Aku menghadapi makhluk besar itu dan berkata:

“Engkau aku ampuni, tapi pergilah dari sini.”
“Baiklah… Aku akan pergi….!”
Lalu tubuhnya perlahan menghilang bersama deru angin puting beliung…
Suasana menjadi hening…
Ah….selesai juga tugas ini..

Aku lega, semua musuh sudah dibereskan. Untuk meyakinkan, aku memeriksa setiap ruangan. Ga ada lagi aura negatif di situ.
Aku mengucapkan terima kasih pada Zulaikha, Saloka, dan anak buahnya.
Saloka lalu pamit buat balik ke rumah, jagain bapak dan Anin.
Begitu Saloka pergi, anak buahnya juga ikut pergi, kembali ke negri jin.
Tinggal aku dan Zulaikha yang ada di tenpat itu.

“Tadi gimana ceritanya, sampai makhluk itu minta ampun sama Naga Emas?” tanyaku pada Zulaikha.
“Emang kamu ga lihat?”
“Enggak…. Aku khan merem…!”
“Dasar….. Tadi, setelah naga emas keluar dari keris itu, dia langsung membuka mulutnyq lebar-lebar.
Serangan botak gendhut yang diarahkan padamu, ditelan naga itu.
Si gendhut botak terus menyerang naga itu, tapi ga mempan. Malah serangan yang tadi dimakan naga emas, dikembalikan lagi pada si gendhut itu. Si gendhut kalang kabut diserang ilmunya sendiri.
Hebatnya, dia masih bisa bertahan, sampai ekor naga emas menyabet tubuhnya hingga jatuh tunggang langgang… Akhirnya dia menyerah dan ga berani menyerang lagi.”
“Wah….coba tadi ga merem, pasti lihat tontonan seru yak?”
“Salah sendiri merem…!”

Kami sampai di tempat Dino dan mas Gito menunggu.
Anjriittt …mereka malah bobok manis di mobil, sementara kami bertaruh nyawa….

Aku membangunkan mereka berdua…
Sementara Zulaikha kusuruh menampakkan wujud sebagai kunti di belakangku.

“Woi…bangun… Malah pada molor nih…!” seruku membangunkan mereka.

Dengan malas mereka membuka mata dan menggeliat.
Saat mereka melihat ke arah belakangku, mereka melotot kaget.

“I…i..itu… A…a…ada…..!” kata Dino gagap sambil menunjuk belakangku.

Mas Gito bibirnya bergerak-gerak, tapi ga mengeluarkan suara. Hanya tangannya mengacung menunjuk arah belakangku.

“Ada apa sih….?” tanyaku pura-pura tak tahu.

“A..ada kunti… Kunti…di ..be..be..lakangmu!”

Aku menengok ke belakang, pura-pura ga lihat apa-apa.

“Ah…ga ada apa-apa kok…. Salah lihat kali….!” kataku.
‘Be…be..beneran….!” kata Dino.
Wajahnya udah pucat banget. Mas gito dah lemes aja.
Aku memberi isyarat pada Zulaikha.untuk menghilang.

“Nah…kalian kualat tuh. Temennya lagi berjuang, malah molor… Bukannya bantu doa kek….!”

Dino dan mas Gito masih celingukan. Mungkin masih takut…jangan-jangan kunti itu masih di sekitar sini.
Aku sebisa mungkin menahan tawaku.

“Kuntinya tadi mana? Kok ga kelihatan?” tanya Dino sambil celingukan.
“Kangen ya? Entar aku panggilin deh….!” sahutku.
“Weits ..jangan…jangan…!”
“Udah…pulang yuk. Dah jam stengah 4 nih…!”
“Urusan di sini gimana Ji?” tanya mas Gito.
“Entar aku ceritain di jalan mas…!” sahutku.
Kamipun masuk mobil dan segera pulang.
Dalam perjalanan, aku ceritakan saja bahwa aku berhasil mengusir semua demit yang ada di situ.
Jadi kostan itu sudah aman sekarang.

“Tapi tadi kok masih ada kunti yang nongol?” tanya Mas Gito.
“Haha…itu aku yqng suruh supaya nakutin kalian. Siapa suruh, temennya lagi mati-matian ngusir demit, kalian malah enak-enakan tidur. Ya udah, aku suruh temenku berubah jadi kunti buat nakutin kalian…!”
“Tega lo Ji… Becanda lo jelek. Gue dah hampir mampus ketakutan tadi…!” kata Dino.
“Iya…gue juga, sampai ga bisa ngomong apa-apa…!”
“Hahaha… Asli lucu banget liat tampang kalian waktu itu…!”

Keduanya ngomel panjang pendek ga karuan. Aku cuman ketawa melihat ekspresi mereka yang butek karena dikerjain.

Saat sampai di kost Dino, adzan subuh berkumandang. Kami sholat berjamaah…lalu ngopi dan ngudud bareng.

Saat ngobrol itu, mas Gito memberiku sebuah amplop.

“Apaan ini Mas?” tanyaku, walaupun aku yakin kalo itu isinya pasti uang.
“Itu sekedar uang lelah buat lo. Gue makasih banget lo udah mau bantu gue bersihin itu kostan!”
“Ah…gue ga minta bayaran kok mas… Udah, simpen aja duitnya…!”
“Ga bisa gitu dong Ji. Lo udah kerja keras, gue udah seneng karena kostan dah aman dari gangguan makhluk ghaib. Lo terima aja deh… Gue ikhlas kok!”
“Jadi ga enak gue Mas. Niat gue cuman mau nolong kok Mas…!”
“Iya..gue tahu. Anggap aja itu tanda terima kasih dari gue…!”
“Kalo lo ga mau, biar buat gue aja ..!” kata Dino.
“Lah…Aji yang kerja, masak lo yang nerima duitnya?” kata mas Gito.
“Lah. .si Aji susah amat dikasih duit.” kata Dino.
“Iya deh..gue terima. Makasih banyak mas Gito!”
“Gue yang mestinya bilang makasih ama lo. Lo udah nolongin gue..!”
“Sama-sama lah mas. .!”

Kami meneruskan ngobrol. Jam 6 pagi, mas Gito pamit pulang.
Dino langsung molor di kamar. Aku memutuskan buat pulang ke kost aja, biar bisa tenang istirahatnya.
Setelah meninggalkan beberapa lembar uang di meja Dino, aku menutup pintu kamar Dino dan cabut ke kost.
Sampai di kost, Desi dan Renita tampaknya sudah berangkat kuliah.
Kebetulan banget, jadi aku bisa tidur dengan tenang.

Sebelum tidur, aku sempatkan chat Dino, memberitwhukan dimana aku meletakkan uang.
Setelah itu, akupun segera tidur. Badan rasanya remuk semua…
Tak perlu waktu lama, aku terlelap..


SANG PAMOMONG

SANG PAMOMONG

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Dalam kepercayaan Jawa, bayi yang baru lahir, didampingi oleh sosok PAMOMONG. MOMONG dalam khasanah bahasa Jawa, artinya Mengasuh. Nah..sosok Pamomong itu bisa juga disebut sebagai PENGASUH. Sosok Pamomong adalah sosok.ghaib yang hanya bisa dilihat oleh sang jabang bayi. Kadang kita melihat bayi yang ketawa-ketawa sendiri, sambil matanya melihat ke atas. Dipercaya, bahwa saat itu, sang bayi sedang diajak bercanda atau bermain oleh Pengasuhnya. Dari kepercayaan tersebut, cerita ini terlahir. Sebuah kisah fiksi yang akan menceritakan tentang seseorang yang sampai masa dewasa bisa melihat dan berkomunikasi dengan Sang Pamomong. Semoga bisa menghibur para reader semua.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset