Hampir kurang lebih enam jam lamanya aku bergelut dengan rasa putus asa, karena aku merasa tidak akan mampu untuk membersihkan warung ini seorang diri, kerak kerak hitam di lantai yang belum sepenuhnya hilang serta beberapa bagian papan kayu penutup warung yang rusak karena telah termakan usia, kini telah membuatku merasa bingung untuk menentukan prioritas utama yang harus aku lakukan agar warung ini bisa dirapihkan pada hari ini juga
“ tang…makan siang dulu…” tegur ambu seraya menghampiriku
“ iya mbu…duh mbu…atang jadi enggak yakin kalau atang bisa menyelesaikan membersihkan warung ini, hari ini juga…”
“ yaa salah kamu juga sih tang, kenapa juga kamu enggak meminta bantuan dari warga kampung untuk membantu membersihkan warung….” ujar ambu dengan pandangan menatap ke arah lantai
“ atang enggak enak mbu, kalau harus merepotkan mereka….”
“ ahh itu pilihan kamu tang…yaa udah sebaiknya kamu makan dulu sana….”
Tanpa berkata apa apa lagi, aku segera berjalan memasuki rumah untuk menyantap makan siang yang telah dipersiapkan oleh ambu, namun kini baru saja beberapa suapan nasi sedikit meredakan rasa lapar yang tengah kurasakan, terdengar suara pembicaraan yang bersumber dari di halaman rumah
“ ita..” gumamku seraya hendak beranjak bangun dari kursi makan, tapi belum sempat aku beranjak bangun, suara teguran yang terdengar dari mulut ita, telah membuatku memutuskan untuk kembali duduk
“ sudah pulang ta….?”
“ ahh akang banyak basa basinya nih….tuh di luar sudah ada ka tias….”
“ ohhh…” gumamku datar berusaha untuk tidak menunjukan rasa keingintahuanku yang tinggi atas sosok wanita yang kini telah hadir di rumahku, dan kini begitu mendapati ita yang telah memasuki kamarnya untuk berganti pakaian, aku segera menuju ke jendela rumah untuk membuktikan perkataan ita yang pernah mengatakan sosok wanita yang bernama ningtias ini mempunyai paras yang cantik
“ ahh paling paling wajahnya hanya standar wanita di kampung ini….”
Diantara keberadaanku yang kini telah berada di hadapan jendela rumah, aku segera melayangkan pandangan mata ini ke arah halaman rumah, nampak terlihat sosok wanita yang bernama ningtias itu tengah berbicara dengan akrabnya bersama ambu, bahkan bisa dikatakan pembicaraan antara mereka itu layaknya pembicaraan antara dua orang individu yang terkesan sudah saling mengenal lama, hingga akhirnya seiring dengan pergerakan tubuh ambu yang bergerak dan memperlihatkan wajah dari sosok wanita yang bernama ningtias itu, dugaanku yang mengira bahwa sosok wanita yang bernama ningtias itu mempunyai wajah yang tidak begitu menjauhi dari standar wajah wanita di kampung ini, kini aku harus aku ralat kembali, karena apa yang aku lihat saat ini, sangatlah bertolak belakang dengan dugaanku itu
“ hayoooo…loh kok kang atang malah jadi mengintip sih….!”
Suara teguran yang terucap dari mulut ita, seketika membuyarkan konsentrasiku dalam memandang wajah yang penuh dengan pesona itu
“ kamu ini ta…suka banget sih ngagetin orang….”
Tanpa mempunyai perasaan berdosa karena telah mengejutkanku, ita mengembangkan senyumnya
“ lagian akang juga sih…sok acuh enggak acuh tapi ternyata….”
“ ternyata apa sih ta….” ujarku dengan perasaan jengkel seraya mencubit pipi ita
“ sebaiknya kita keluar sekarang kang…kasihan tuh ka tias sudah menunggu lama….”
Tanpa menunggu jawaban yang terucap dari mulutku ini, ita menarik tanganku untuk berjalan keluar dari dalam rumah, tapi baru saja keberadaan kami hendak keluar dari pintu rumah, sosok ambu dan ningtias yang saat ini telah berdiri di depan pintu rumah, telah membuatku dan ita mengurungkan keinginan untuk keluar dari dalam rumah
“ nah kebetulan…ini orangnya….” ujar ambu dengan pandangan menatap ke arah wajahku, dengan tersipu malu, ningtias yang berada di sisi ibu, kini ikut mengarahkan pandangan matanya ke arah wajahku
“ ya tuhan…cantiknya…” gumamku diantara pesona kecantikan yang tengah diperlihatkan oleh ningtias, wajahnya yang berbentuk bulat dengan dagu yang begitu sempurna, sangatlah menunjang keberadaan dari keteduhan matanya yang berhiaskan alis hitam dan tebal, bibir tipisnya yang ranum seperti bersanding sempurna dengan hidungnya yang kecil serta kedua lesung pipinya yang tersembul apabila ningtias tersenyum
“ lah si atang…kok malah jadi bengong sih….” tegur ambu yang berbalas dengan keterkejutanku dalam rasa malu, dan kini begitu mendapati ningtias yang menjulurkan tangannya untuk berkenalan, aku segera menyambutnya, hingga pada akhirnya aku kini bisa merasakan sentuhan halus dari tangan wanita yang mempunyai warna kulit kuning langsat ini
Liar…yaa itulah gambaran dari pikiranku saat ini, sejujurnya baru saat ini aku merasakan pikiran seliar ini, keinginanku untuk berlaku sopan dihadapan ningtias seperti terhempas oleh rasa nafsu yang membungkus kedua bola mataku dalam memandang ke arah tubuh ningtias, pakaian sederhana yang dikenakan oleh ningtias seperti tidak bisa untuk membohongiku, bahwa ada sebuah bentuk tubuh yang begitu sempurna di balik pakaian itu
“ perkenalkan…aku ningtias…panggil saja aku tias….”
“ ini enggak sopan tang….istigfar….istigfar….”
Seiring dengan kata makian yang terucap di dalam hatiku kepada diriku sendiri, aku melepaskan jabatan tanganku, dan mengalihkan pandangan mataku ini dari ningtias
“ atang….” ujarku seraya memberanikan diri untuk kembali menatap ke arah wajah ningtias, terlihat ambu mengarahkan pandangannya ke arah meja makan
“ loh…kamu belum menghabiskan makan siang kamu tang….?”
“ belum mbu…” jawabku dengan singkat
“ yaa kalau begitu…sebaiknya kalian makan bersama, ambu yakin…ita dan tias pasti belum makan siang….”
“ haduh ambu…jangan…enggak enak kalau tias harus merepotkan seperti ini…”
“ kamu ini tias….enggak merepotkan kok…pokoknya ambu menganggap, setiap kawan ita atau atang, adalah keluarga ambu sendiri…” ujar ambu dengan tersenyum
“ loh kok malah jadi pada bengong…hayoo ta…tang..ajak tias makan siang bersama…”
Selepas dari perkataannya itu, ambu berjalan memasuki kamarnya, mendapati hal itu, ita langsung mengajak ningtias untuk makan siang bersama
“ wahh sepertinya ambu merasa senang banget nih atas kedatangan ka tias…” ucap ita diantara pergerakan tangannya dalam manruh nasi ke dalam piring makan lalu meletakannya di hadapan ningtias
“ iya ta…aku juga merasa senang bertemu dengan ambu kamu, orangnya ramah dan keibuan…”
Ningtias nampak terdiam, tapi diantara keterdiamannya itu, aku bisa merasakan kesedihan yang tengah dirasakannya
“ ka…ka tias kenapa….?” tanya ita seraya menghentikan suapannya, dan sepertinyaan pertanyaan ita tersebut kini telah membuat kedua bola mata ningtias nampak berkaca kaca
“ melihat ambu kamu ta…aku jadi merindukan kehangatan dari sebuah keluarga, di usia tujuh tahun, aku sudah kehilangan ambu, sedangkan abah…aku sama sekali belum pernah melihat wajah abah, karena abah sudah terlebih dahulu meninggal sebelum aku dilahirkan, aku hanya bisa membayangkan wajah abah hanya melalui cerita ambu…”
Ningtias menghentikan perkataannya, butir butir air mata terlihat mulai mengalir keluar dari kedua kelopak matanya, mendapati hal itu, ita yang menempati posisi duduk di sisi ningtias, terlihat merengkuh bahu ningtias
“ selepas ambu meninggal…aku berusaha untuk bertahan hidup dengan cara menggelandang dari satu kampung ke kampung yang lain dengan bermodalkan belas kasihan dari orang orang yang merasa iba padaku, hingga akhirnya ketika aku beranjak dewasa, aku memutuskan untuk berangkat ke kota, dan di sana…aku mendapatkan keberuntungan ta….aku dipekerjakan oleh salah satu toko yang berada di pertokoan kota, pemilik toko itu memperbolehkan aku untuk menumpang hidup di rumahnya…tapi sayang…semuanya itu enggak berlangsung lama ta…aku mengalami gangguan yang pada akhirnya memaksa aku untuk hengkang dari pekerjaan aku itu….”
Diantara perkataan ningtias yang kembali terhenti, ita semakin mempererat rengkuhannya pada bahu ningtias, sepertinya saat ini ita berusaha untuk mengurangi kesedihan ningtias melalui rengkuhannya itu
“ memangnya ka tias mengalami gangguan apa…?” tanya ita di dalam keterdiamanku dalam mendengarkan perbincangan antara ita dan ningtias
“ aku nyaris diperkosa oleh anak pemilik toko…tapi rupanya tuhan masih berkehendak untuk menjaga kesucianku ini, aku berhasil melawannya ta…dan rupanya perlawananku ini berbuah dengan kebijakan dari bapak pemilik toko yang menginginkan agar aku meninggalkan rumahnya sekaligus pekerjaan di tokonya, saat itu aku benar benar bingung ta…aku enggak tahu harus melakukan apa untuk bertahan hidup…hingga akhirnya…di saat kebingunganku itu…tuhan memberikan keajaibannya, aku bertemu dengan emak pemilik kantin sederhana di sekolah…beliau menawarkan aku untuk membantunya menjaga kantin sekaligus membersihkan sekolah…walaupun saat ini aku hanya dibayar dengan kebaikan emak pemilik kantin untuk aku bertahan hidup…tapi aku benar benar merasa gembira…merasa senang…karena saat ini aku dapat mempunyai tempat berlindung dari segala sesuatu yang berbahaya di luar sana….”
“ aku benar benar kagum sama ka tias…ka tias adalah wanita yang kuat…sudah ya ka….jangan bersedih lagi…karena selain emak pemilik kantin, ada kita juga kok yang perduli dengan ka tias…”
Seiring dengan senyuman yang mengembang di wajah ita, ningtias kini mengembangkan senyumnya, jari jemarinya yang halus, terlihat menghapus butiran air mata dari pipinya
“ walahh kang atang….kok kang atang jadi pendiam begini sih…” canda ita dan berbalas dengan gelak tawa kecil dari ningtias, rambutnya yang berwarna hitam dalam ikatan kuncir berwarna putih, terlihat bergerak gerak mengikuti gelak tawanya
“ akang bingung mau ngomong apa ta….” ujarku sambil tersenyum dan berusaha untuk membuka alur pembicaraan kepada ningtias
“ kalau begitu…biar tias yang bertanya kang…”
“ ehemmm…jangan grogi menjawabnya kang…”
Mendapati candaan ita tersebut, aku dan ningtias hanya bisa saling bertukar senyum
“ memangnya kang atang mau membuka usaha apa…?”
“ rencananya aku mau membuka warung sembako dan juga penyedian bensin untuk genset, tapi baru saja memulainya, aku sudah kerepotan dengan merapihkan warung yang sudah terlalu lama enggak terurus itu…”
“ ohh begitu…kalau begitu, biar nanti tias yang membersihkannya, kang atang boleh mengerjakan yang lain, agar warungnya bisa rapih hari ini….”
“ tuh kang dengerin…akang tenang aja..ita dan ka tias akan membantu akang membersihkan warung….”
“ alhamdulillah akhirnya ada yang membantu juga….mudah mudahan hari ini warungnya bisa rapih, kalau begitu…selagi nanti kalian membersihkan warung, akang akan mengganti papan penutup warung yang rusak…” ujarku seraya menatap ke arah wajah ita dan ningtias secara bergantian
“ oh iya tias…kalau kamu mau, nanti selepas aku telah membuka warung sembako itu, apakah kamu mau membantu aku mengelolanya….?”
Mendapati pertanyaanku itu, terlihat ekspresi kegembiraan di wajah ningtias
“ ya ampun kang…terima kasih..tias pasti mau kang….”
“ mudah mudahan jika warung sembako yang saya buka itu maju, aku mau kamu bekerja total di warung aku itu, dengan kata lain…nantinya dari penghasilan kamu itu, kamu bisa mempunyai tempat tinggal sendiri di kampung ini….”
“ aamiin..semoga semuanya lancar kang…”
“ ishhh…sepertinya bakal ada yang berlanjut nih…”
Untuk kesekian kalinya ita kembali mengeluarkan candaannya yang membuat wajah aku dan ningtias bersemu merah karena menahan malu, hingga akhirnya selepas dari makan siang, ita dan ningtias mulai membersihkan warung, sedangkan aku, aku memutuskan untuk mengganti papan penutup warung yang rusak dengan papan yang baru, dan semuanya itu aku dapatkan dari tetangga kampungku yang memang menyediakan kayu untuk pembuatan rumah, dan akhirnya tepat pada pukul setengah lima sore, warung yang semula memberikan rasa putus asa kepadu, kini telah sepenuhnya rapih untuk dipergunakan sebagai tempat berusaha
“ tias…maaf..aku hanya bisa memberikan ini, karena kamu telah membantu aku dalam merapihkan warung ini….”
Belum sempat aku mengeluarkan uang dari saku celanaku, ningtias menahan pergerakan tanganku seraya memandang ke arah wajahku
“ kang…aku membantu semuanya ini secara ikhlas…kalau akang memberikan uang seperti itu, rasanya keikhlasanku itu jadi sia sia kang….”
Terpesona…yaa itulah sebuah kata yang bisa menggambarkan suasana hatiku saat ini, sungguh…sosok wanita yang kini tengah berada dihadapanku, laksana menjelma menjadi sosok bidadari suci dengan segala pesonanya, dan rasanya sangat naif bagi lelaki normal sepertiku, jika aku tidak mengagumi sosok wanita sempurna seperti itu
“ kang atang, ita…aku pamit dulu ya…semoga…apa yang kita lakukan hari ini akan menjadi awalan yang baik bagi kehidupan kita kedepannya….”
Dunia ini bagaikan lautan misteri yang tidak mempunyai tepi, seiring dengan langkah kaki ningtias yang berjalan menjauh meninggalkan rumah, aku hanya bisa terdiam dalam sebuah renungan, apakah hari esok akan berjalan seperti apa yang telah ningtias katakan, ataukah ada sebuah misteri kehidupan yang akan memberikan aku sebuah pelajaran hidup, bahwa hidup adalah misteri