Keesokan harinya Ryan memutuskan untuk pindah dahulu sementara ke apartemen yang dia miliki. Bi Sutri pun turut serta ikut dengan mereka, untungnya apartemen Ryan tergolong luas dengan tiga kamar tidur. Setelah pindah baik Ryan maupun istrinya sudah tidak merasakan gangguan gaib lagi, hanya saja Ryan masih suka merasakan ada sesuatu yang mengintip di persimpangan lorong saat dia pulang bekerja. Dian sendiri sudah tidak lagi teriak-teriak histeris saat malam.
Karena kesibukan Ryan yang akhir-akhir ini padat akibat adanya proyek besar yang mendatanginya, dia baru bisa mencari alamat rumah pemilik rumahnya sebelumnya. Dia meminta bu Angel untuk memberikan tempat patokannya agar Ryan dapat dengan mudah menemukannya. Rumah pemilik sebelumnya berada diperbukitan daerah atas. Mobil bisa masuk hanya satu dijalanan ini, Ryan menjalankan mobilnya pelan sambil melihat-melihat plang penunjuk nama jalan.
“Ah…itu dia,” Ryan memakirkan mobilnya memepet ke salah satu rumah orang. Lalu meminta izin ke pemilik rumah untuk memparkirkan mobilnya sebentar sambil menanyakan keberadaan alamat yang dia pegang.
Pemilik rumah ini mau mengantarnya ke alamat yang dituju, namun yang aneh adalah orang yang mengantarnya ini tidak mau mendekati rumah ini. Sebuah rumah kecil yang berpagar pendek, dengan banyaknya tanaman yang menggantung di pot.
“Maaf mas, saya cuman bisa mengantarnya sampe sini saja, saya takut,” Ibu-ibu itu terlihat gemetar sambil memegangi ujung bajunya.
“Iya bu tidak apa-apa, makasih,” dengan senyuman lembut sambil mengangguk Ryan mengucapkan terima kasih kepada ibu-ibu yang mengantarnya.
Ryan mengetuk pagar rumah ini yang berwarna hitam dengan ujung kunci mobilnya, suaranya nyaring karena pagar ini terbuat dari besi.
“Permisi…assalamualaikum…,” tidak ada jawaban dari dalam. Ryan mencobanya sekali lagi, pintu kayu didepannya terbuka. Seorang wanita berumur lanjut. Tubuhnya sedikit membungkuk, dengan balutan kain yang menutup kepalanya.
“Iya…ada perlu apa?” wanita berumur itu bertanya dengan suaranya yang pelan.
“Ini benar alamat,” melihat secarik kertas yang diberikan oleh bu Angel. “…alamat bu Ratna?”
Muka wanita itu mendadak serius, “Ada perlu apa?”
Ryan menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah ini, dia juga bilang bahwa dia merasakan hal aneh di rumah barunya tersebut. Perlahan wanita tua itu mendekati pagar, lalu membukanya.
“Masuklah, Ratna ada di dalam.”
Bagian dalam rumah ini tidak terlalu luas, banyak perabotan jaman dulu yang masih dipakai. Ruang tamu juga terlihat sederhana, tiga buah sofa dengan meja kaca ditengah ditutupi kain bermotif bunga.
“Tunggu sebentar, biar saya panggilkan Ratna,” Ryan duduk sambil melihat-lihat.
“Sepi…anaknya juga tinggalnya jauh, apa suaminya kerja hari sabtu gini,” masih melihat-lihat ruangan tamu.
Terdengar dari jauh suara ribut-ribut, Ryan mendengarnya seperti suara ribut-ribut Antara bu Ratna dengan wanita tua yang tadi membukakan pintu untuknya. Tidak lama kemudian bu Ratna datang langsung menghardik Ryan.
“Pergi!…pergi sekarang juga!” bu Ratna sendiri memiliki wajah yang terlihat tidak bercahaya, mata pandanya begitu jelas.
“Ratna!…Ratna! tenang,” wanita tua itu mencoba menenangkannya.
“Bu, sudah saya bilang kan. Saya tidak mau tahu lagi tentang rumah itu! Lagipula bapak ini juga sudah membeli rumahnya bukan? Jadi tidak ada urusannya sama saya!” bu Ratna menghilang dari pandangan, tidak lama terdengar suara bantingan pintu
Wanita itu mengambilkan minum untuk Ryan, kelihatannya wanita tua ini sangat baik.
“Perkenalkan, saya ibunya Ratna. Nama saya Wita,” perkenalan yang hangat. “sebenarnya saya sudah melarangnya membeli rumah itu, namun tetap saja mereka melakukannya.”
“Maksud ibu?”
Bu WIta bercerita, sejak awal melihat rumah itu. Perasaannya sungguh tidak enak, apalagi setelah direnovasi pemilik rumah meninggal seminggu kemudian. Seorang nenek tua yang tinggal di sana sendirian tanpa anak yang menemaninya. Saudaranyalah yang menjual rumah itu tanpa seizin nenek tua pemilik rumah. Saat renovasi selalu terjadi kejadian aneh, walaupun begitu rumah selesai juga. Setelah beberapa hari tinggal barulah terjadi kejadian-kejadian aneh. Ratna sang anak yang tinggal di sana selalu menceritakannya kepadanya. Dia juga sempat bilang selalu bermimpi bertemu wanita cantik di dalam mimpinya.
Ratna menuliskannya saat berada di luar rumahnya, dia tidak berani menulis di tempat tinggalnya. Niatan awal adalah dia menulis adalah sebagai teman bercerita, suaminya tidak mempercayainya sedangkan bu Wita hanya mengerti tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sampai akhirnya kejadian malam itu membuat Ratna nekat menjual rumahnya tanpa seizin suaminya. Dia meninggalkan buku itu di meja rias supaya calon pembeli yang ingin membeli rumahnya dapat menemukan bukunya. Meja rias dikamarnya mempunyai unsur magis yang aneh, jika dilihat maka timbul rasa penasaran untuk merabanya.
Ryan mengerti kenapa bu Ratna tidak memberitahu buku merah yang dia tulis kepada bu Angel, jika dia tahu mungkin saja bu Angel tidak mau membantu menjualkan rumahnya. “Maaf bu, suami bu Ratna di mana sekarang?”
Bu Wita hanya menggelengkan kepalanya, “Suaminya tidak pernah kembali dari luar kota,” tiba-tiba bu Wita terlihat histeris. “huh!” mendadak nafasnya sesak. Ryan tidak tahu harus berbuat apa, yang dia bisa hanya memanggil bu Ratna dengan keras.
Bu Wita semakin tercekik, dia terus memegangi lehernya yang kini urat-uratnya mengeras. Bu Ratna datang karena Ryan semakin keras memanggilnya, “Bu!…ibu! lihat apa yang telah kamu perbuat!” bu Ratna malah menyalahkan Ryan.
Sesaat Ryan ingin mencari pertolongan, telunjuk bu Wita menunjuk ke arah luar. Ryan bisa melihat ke arah luar melalui jendela dengan hiasan gorden transparan. “Si…siapa itu…,” bu Wita pingsan.
Ryan tidak melihat apa-apa, di luar sama sekali tidak ada orang. Dalam keadaan panik Ryan dan bu Ratna membawa bu Wita ke rumah sakit dengan mobil Ryan.
“Ini gegara kamu datang kemari! Lihat ibu saya sampai pingsan! Saya ingin bertanya satu hal, kamu sudah menemukan buku yang saya tulis sebelum membeli rumah itu?” Ryan mengangguk. “lalu kenapa kamu masih mau membelinya?!”
Sebagai manusia modern tentu saja Ryan tidak ingin mempercayai hal-hal seperti itu walaupun dia sudah tahu bahwa hal gaib itu ada. Namun bagaimana mungkin seseorang yang menjual rumah tapi tidak ingin rumahnya dibeli oleh orang lain, pikir Ryan. Semua sudah terlanjur sekarang, bu Ratna hanya mengomel sepenjang perjalanan.
“Nenek tua itu pasti ikut denganmu, aku yakin sekali.”
“Maksudnya?”
“Iya si nenek tua Belanda itu, dia yang telah menghancurkan hidup saya!”
Perjalanan ke rumah sakit masih cukup jauh, mobil-mobil saling berdempetan. Mereka harap keadaan bu Wita tidak seburuk yang mereka kira.