We Might Be Living Inside A Snow Globe episode 6

Gw menatap monitor hp milik Vonny dengan mata berkaca – kaca, air mata menetes perlahan….

Gw : “Woi lu ngapain kamfreeeet !!”

Rama : “Semua itu harus dikeluarkan, keluarkanlah, biarlah mengalir, itu baik uoooooh !!”

Air mata Rama lebih deras dari gw, ingusnya meleleh sementara tangannya masih dengan cekatan mengiris – iris bawang dengan pisau lipat digenggamannya (woi ni anak ngapain bawa bawang ke Perpustakaan kamfreto bangeto, jangan tanya gw, mana gw tau !!) tuk tuk tuk suara ketukan pisau bertemu dengan kerasnya meja yang ber’alaskan tumpukan kertas penuh coretan dan irisan bawang milik Rama, gw kira dari tadi dia lagi gambar dan suara ketukan itu gw pikir suara pensil, sebelumnya gw pikir mata gw rada perih karena AC eh taunya ni orang eh maap maksud saya “ni makhluk” lagi ngiris bawang, apaan coba.

Tangan gw berusaha menghentikan gerakan mengiris Rama sementara air mata kami sudah menetes, tangan kanan gw memegang jemari Rama yang sedang memegang pisau sementara tangan kiri gw memegang tangan kiri Rama berusaha menjauhkan serpihan bawang dari pisau.

Beberapa orang yang ada disana menoleh kepada dua bocah pembuat keributan (baca : kami). Dengan posisi yang seperti ehmm… seperti…. Arrrrgh susah gw jelaskan dan posisi ini harusnya disensor. Tunggu dulu biar gw tenangin pikiran gw yang mulai liar dan bulu roma gw yang mulai berdiri karena mengingat kejadian itu. (Tarrriiiik hembuskaaaan).

Baiklah warga Indonesia, jadi posisinya begini : tangan kanan gw megang jemari Rama, jadi pisaunya dipegang berdua, sementara tangan kiri gw mengenggam tangan kiri Rama, dengan kami berdua sudah bercucuran air mata dan wajah kami sudah memerah. (Seolah – olah kami ini dua cowok – cowok Cosmopolitan yang lagi curcol – curcol tentang sesuatu yang “Bikin Cowok Lekong Nangis” dimana setelah curhat ternyata salah satu dari kami berniat bunuh diri dengan menyayat nadi lengan kirinya menggunakan pisau lipat sementara Cowok yang satunya lagi mencoba menghentikannya sambil menangis dan berbisik “Jangan lakukan itu beby”. 

Habis ngetik dan membayangkan lagi kejadian yang ngeri – ngeri sedap itu layar monitor gw langsung terbelah jadi tiga dan gara – gara ngetik kejadian ini listrik di pulau gw mati 1 hari 4 malam, jadi “Tolong, dan sekali lagi Tolong” jangan ungkit – ungkit perkara ini di comment atau menyebut nyebut kejadian ini dimanapun itu. Terima Kasih.

Orang – Orang menoleh ke arah kami memasang tampang geli sambil bisik – bisik : “Ih liat tuh cowok kok curhat – curhatan sih, gelii deh”, “iiiih sampe nangis – nangis gitu iuuuh”, “ih pegang – pegangan tangan, jangan – jangan mereka….”.

Untuk mengakhiri desas desus yang beredar, gw dan Rama refleks melepaskan tangan dan mulai “Salah Tingkah”. Masih tetep diliatin meskipun udah ga seserius dan sefokus tadi, tapi tetep aja sesekali mereka merhatiin gerak – gerik gw sama Rama. Gw mencoba berkomunikasi sama Rama dengan bisik – bisik tapi tidak saling pandang (mata kita sama – sama menerawang kaku ke depan) asli dah.

Gw : “Gara – gara lu nih pea”. Bisik gw ke Rama.

Rama : “Lu yang megang – megang tangan gw kampret”.

Gw : “Lah lu tengil ngapain motong bawang di kampus kampret”.

Rama : “Biar mata sehat, ruangan berAC cepet buat mata kering”.

Gw : “Alibi ga bisa diterima bung, beri gw opsi lain”.

Rama : “Oke – oke, makhluk gaib ga suka bau bawang, akhir – akhir ini gw ngerasa ada makhluk alam lain yang ngikutin gw, jadi gw bawa bawang kemana – mana cuma buat jaga – jaga aja”.

Gw : “Jadi sekarang lu Indigo gitu? Ngapa ga jadi Wolferine aja lu sekalian?, ckckck selain bawa kapur semut sekarang lu jadi hobi bawa – bawa bawang ye? Besok bawa garem sama kecap juga inget, biar sekalian gw tumis juga lu”.

Rama : “Jangan, gw jamin lu ga suka, rasa daging gw ga enak”.

Gw : “Darimana lu tau?”.

Rama : “Gw pernah nyoba, agak keras”.

Mendengar jawaban itu, gw menoleh ngeri kearah bocah tengil yang pernah makan dagingnya sendiri entah dengan cara bagaimana (baca: Rama) sementara mata dia masih menerawang kosong kedepan. 

Rama : “What shall we do now Charlie?” 

Gw : “Go outside, Angels”

Rama : “Uraikan rencananya lengkap dengan titik kordinat musuh”

Gw : “Tutupi kejadian barusan, bertindak alami dan tenang, gw keluar duluan
dan jangan barengan, lu 5 meter dibelakang gw, jaga biar gw ga di backstab dan jangan berkomunikasi lebih daripada ini, mengerti Alva 1?”.

Rama : “Nice plan Charlie”.

Gw bangkit dari kursi dan berjalan menyusuri labirin rak – rak buku yang panjang dan berliku – liku, sementara Rama berada beberapa langkah dibelakang gw.

Rama : “Charlie”

Gw : “Dont talk Alva, dont talk, stay with our plan”.

Tiba – tiba ada yang menepuk bahu gw, baru aja menoleh kebelakang *ting tong*  Vonny berdiri dibelakang gw sambil menyodorkan tangannya kearah gw tanpa bicara apa – apa dan masih dengan tampang cemberut yang super. Tak mungkin disangkal lagi, gw rogoh kantong gw dan mengembalikan Hpnya

(sungguh HPnya ga ada apa – apa gan dalemnya, galeri kosong melompong, ga ada sosmed, ga ada sms, ga ada chat history apapun, dan yang anehnya lagi cuma ada satu nomor tersimpan di kontaknya yang diberi nama “Jemput” dan di history panggilan keluar hanya nama itu yang berderet, bahkan history browser pun doi hanya mencari kumpulan Undang – Undang atau Pdf dan inilah yang membuat gw sungguh penasaran, siapa sebenarnya kamu nona?).

Dia ngambil Hpnya dari tangan gw, wajahnya masih cemberut, tangannya dikepalkan dan Vonny memukul dada gw, pukulan bergaya feminim tapi kerasnya bukan main hingga menimbulkan bersuara. Gw hanya mengeluarkan suara tertahan “uukh” tanpa berkata atau berbuat apa – apa melihat Vonny yang tampak gemas menginjak – injak karpet dengan kesalnya.

Vonny : “Bodo Miki !”,  ujarnya sambil berlalu pergi melewati gw.

Gw : “Ram gw kena backstab, Black Hawk down !!”, kata gw kepada Rama yang tepat berdiri beberapa meter dibelakang gw, sambil bersimpuh dengan satu tangan memegang rak sementara satunya lagi memegang dada, gw terseok seolah baru saja tertembak peluru.

Rama : “Dont talk, dont talk, stay with our plan Charlie”,  jawabnya sambil tertawa melewati gw. Dasar kampret.

Oke sampailah ditempat penyimpanan, jajaran loker berdiri rapi dengan nomer – nomer yang membingungkan, gw membuka loker berniat mengambil tas, tapi tepat diatas tas gw terbaring manis secarik surat yang seolah tak asing bagi ingatan gw, sepucuk surat yang menandakan kejutan baru akan segera tiba, sepucuk surat yang mampu membuat senyum gw tersimpul sempurna.

Gw menoleh kearah Rama yang tepat berada beberapa meter disebelah gw, Rama juga tersenyum licik mengeluarkan tangannya dari loker dengan santai memamerkan sepucuk surat di jemarinya, surat dengan warna yang sama………

Gw : “hmmm sudah lama ya”, ujar gw santai kepada Rama sambil tersenyum

Rama : “Sangat lama”.